It’s not started with love, it’s started with obsession.
***
“It was not fair. She looks happy.” Suara santai yang terdengar barusan tidak menyembunyikan kesan dinginnya sama sekali. Pertama, dia menatap foto dalam genggamannya dengan pandangan teduh, tidak perlu menunggu waktu lama hingga tangannya mensobek kertas tipis tersebut menjadi beberapa bagian tidak berbentuk.
“You look happy too,” Lelaki berkulit putih dihadapanya mengeluarkan komentar, diikuti oleh senyum mengejeknya yang kentara. “when you actually have a very sad life.”
A very sad life? Benarkah? Kata orang, pembalasan dendam terbaik adalah dengan menjadi sukses, menunjukkan bahwa kata-kata mereka yang merendahkanmu terbukti salah. Kim Jongin seharusnya sudah berhasil melakukan pembalasan dendam terbaik tersebut, kalau menjadi sukses membuat rasa benci dihatinya menghilang begitu saja, digantikan dengan sebuah ketenangan yang dia butuhkan. Dia sudah sukses sekarang. Tapi, kenapa luka dihatinya belum kering juga?
Ucapan teman baiknya barusan memang berhasil menusuk-nusuk ngilu otaknya, lelaki itu tersenyum sekilas, senyum yang ia paksakan terlihat baik, “I still have a promise to hurt her. One day.”
Pada saat itu, Oh Sehun berpikir kalau Kim Jongin hanya mengeluarkan lelucon bodoh yang tidak lucu, hanya bercanda, seperti yang biasa lelaki berkulit tan itu lakukan. Yang Sehun tahu, lelaki seperti Jongin yang bahkan tidak bisa melukai kecoa-pun tidak akan memiliki kekuatan apapun untuk mampu melukai orang lain.
***
Jongin memupuk kebencian dalam hatinya, diam-diam, tanpa seorangpun tahu. Hingga suatu hari, kebencian itu tumbuh terlalu rimbun sampai-sampai menutup akal sehatnya juga.
Itu adalah saat tepat sebelum semuanya di mulai. Sebelum dia menghancurkan perusahaan Song Joohyung dan memblokade perusahaan tersebut hingga tidak dapatkan suntikan dana dari manapun, sebelum dia menculik Song Jiyoon dan mengurung gadis itu dalam nerakanya, sebelum dia membuat Jung Daehyun ikut merasakan apa yang dia rasakan dulu, sebelum dia melukai Kim Jinwoo berikut orang-orang tidak berdosa lainnya.
“Aku menyukai hidupku. Untuk apalagi menyukai orang lain?” gadis itu berbicara sesantai mungkin, suaranya lembut dan terkesan penuh penekanan. Jongin dapat mendengarkan semuanya dengan baik dari tempat duduk yang tidak terlalu jauh dari empat orang perempuan yang sibuk merumpi. Jika ditanya apa keahliannya, maka menguping pembicaraan orang lain adalah salah satunya.
Dia hanya bisa mendengarkan daritadi karena posisi tempat duduknya membelakangi, dia tidak dapat membohongi kalau ada sesuatu yang mencelos dihatinya ketika mendengar suara itu, suara yang paling jarang terdengar dari pembicaraan gadis-gadis itu. Song Jiyoon tetaplah si pendiam yang lebih suka memendam.
“Aku bisa dituntut sebagai pedofil jika benar-benar berpacaran dengan anak itu.” Suara itu sekali lagi melakukan pembelaan terhadap beberapa suara lain yang terus menantangnya.
“Dia anak Presdir, sudah setampan Kim Jaejoong meskipun masih SMA. Kau tidak perlu membalas perasaan idiotnya kepadamu. Lumayan, dia kaya. Kau bisa memanfaatkannya untuk menaikkan jabatanmu.”
“Tidak, aku tidak mau mengambil risiko.” Dia mempertegas sekali lagi, menolak mentah-mentah tawaran gila teman-temannya untuk menerima pernyataan cinta anak presdir di tempatnya bekerja yang masih berumur 16 tahun.
“Kenapa kau tidak mau?”
“Karena aku tidak suka.” Dia mengucapkan alasannya segampang pertanyaan yang dilontarkan temannya. Jongin tidak dapat memungkiri kalau bibirnya membentuk senyum tipis, jawaban gadis itu cukup menggelitik. Dia jadi teringat percakapan ringan yang pernah ia lakukan dengan Song Jiyoon ketika hatinya belum sehancur sekarang.
Malam harinya dia mendapati dirinya tidak bisa tertidur lagi, mencoba mengingat suara gadis itu yang membuat hatinya sempat merasa damai
Song Jiyoon can make him feel the heaven when everything he knows was hell.
Kemudian dalam insomnianya yang terasa indah, dia bertanya-tanya pada diri sendiri. Jika dia memaafkan gadis itu, melupakan semua rasa benci dan sakit hatinya, mendekati gadis itu kembali dengan cara baik-baik, akankah dia mendapatkan hasil yang ia inginkan?
Tapi sekali lagi, kebencian yang ia tanam dan pupuk telah tumbuh semakin besar dan lebat, tidak bisa dihentikan, tidak bisa ditebang. Hasilnya, akal sehatnya yang sudah tidak berfungsi membuat ia lebih sering memikirkan jawaban negative, jawaban insecure yang membuat ia benci diri sendiri.
Karena membenci diri sendiri itu terlalu menyakitkan, ia memilih lampiaskan kebenciannya kepada orang lain, kepada gadis itu.
“I am going to hurt you because I don’t want to hurt alone. I don’t want to feel alone.” Itu adalah kalimat yang ia ucapkan ketika berhasil membuat Song Jiyoon tertidur, sebelum gadis itu membuka mata untuk pertama kali dan mengetahui bahwa kehidupan baik-baiknya akan hilang untuk selamanya. Dia mencium kening gadis yang tertidur akibat ulah kloroform yang dihirup hidungnya, “lets live until death do us apart. I don’t care if it s for happiness or sadness. I just care because I am with you and i wont regret everything.”
And from that day, he was mistaken an obsession for love.
***
Ini ngepost hal tertidak penting di dunia karena…..selamat ulang tahun yang ke-2 amour, obsede. lol, today in 2 years ago i posted fist chapter of amour, obsede, ff yang niatnya bakal berhenti ditengah jalan (ga). kalo mau baca ulang nihhh https://www.wattpad.com/story/33502918-amour-obsede-ff-kai-exo (anaknya lagi suka main wattpad)
I used to hate Kim Jongin in amour obsede so much but idk why today im feeling like im in love with him (no)