Quantcast
Channel: kim-jongin « WordPress.com Tag Feed
Viewing all articles
Browse latest Browse all 621

[Prolog] Perspective: Oh Sehun

$
0
0

 

A sequel of Kaleidoscope.

Trailer — Prolog: Park Sena; Oh Sehun; Kim Jongin —

•••

Tubuh mungilnya menyapa ketika aku baru saja menginjakkan kaki keluar dari bandara. Biar kutebak, Sena pasti baru saja selesai kuliah karena ia kini tengah berlari kecil dengan memakai setelan kemeja dengan celana jeans berwarna gelap. Tetapi bukan Sena namanya kalau tidak melakukan kecerobohan walaupun hanya seujung jari. Untung saja tubuhnya bisa aku raih sehingga keningnya tidak perlu mencium bau sabun pembersih lantai.

“Tidak bisakah kau berhenti membuatku khawatir Park Sena?”

Sena dengan sebelah lengannya yang masih kutahan agar tidak terjatuh itu mendongak menatapku jenaka. “Oh, hai, pak dosen yang super jenius dan juga tampan rupawan. Apa kau lihat sahabatku bernama Oh Sehun? Dia bilang dia akan tiba pukul satu tapi jam di tanganku sudah menunjukkan pukul tiga. Aku khawatir dia masuk ke pesawat tujuan Jamaika bukannya Jepang.”

Aku seketika tertawa mendengar kalimat sarkasme yang terlontar dari bibir Sena. “Bukan mauku kalau pesawatnya delay. Omong-omong inikah caramu menyambut sahabatmu? Tidak adakah mobil pribadi untuk menjemputku? Atau setidaknya karangan bunga?” godaku saat Sena sibuk merapikan bajunya.

“Memangnya kau mayat sampai aku harus membawakanmu karangan bunga?” celetuknya. Lagi-lagi Sena berhasil membuatku tergelak.

Memang sejak kapan Sena gagal membuatku tertawa? Entah tertawa dalam artian yang sebenarnya ataupun dalam konotasi yang lainnya tapi Sena benar-benar seorang pelawak ulung. Karenanya, daripada harus menangisi kisah cintaku yang kandas aku malah sibuk menertawainya. Menertawai hidupku, menertawai kisahnya, menertawai kami.

“Kalau begitu biar dosen muda yang jenius, tampan, rupawan serta dermawan ini mentraktirmu makan. Bagaimana?”

Kini kami tengah berjalan beriringan. Berdiri di antara kerumunan orang yang menunggu lampu berubah hijau untuk sampai ke seberang jalan.

Sena berdecak. “Sejak kapan sih kau jadi terlalu percaya diri seperti ini? Kembalikan Oh Sehunku yang pendiam!”

“Coba ulangi sekali lagi?”

“Apa?” Sena mengerutkan kening.

Sehunku,” jawabku dengan senyum menggoda.

Belum sempat Sena menanggapi lampu sudah berubah hijau. Sebelum tubuh kami ditabrak oleh banyak orang secara otomatis tungkai kami mengikuti ritme untuk berjalan ke seberang. Hanya saja Sena berjalan cepat di depanku dengan daun kuping yang terlihat memerah.

Aku terkekeh lalu segera menyejajarkan langkahku dengan langkah mungilnya. Tanganku meraih puncak kepalanya, membuat keributan di sana beberapa saat sebelum merengkuh bahunya untuk menariknya mendekat ke arahku. Rambutnya masih beraroma apel dan wangi tubuhnya masih sama dengan wangi cokelat yang aku hirup dari ceruk lehernya dua tahun yang lalu. Now, I look like a pervert on your eyes, right?

“Seharusnya kau tidak menolakku jika kau masih selalu malu-malu setiap kali kugoda Park Sena. O, haruskah aku memanggilmu Oh Sena?”

Masih dalam rengkuhanku Sena mendongak dan aku harus menunduk agar bisa menatap biru maniknya itu. “Oh jangan harap! Mukaku memerah bukan berarti aku menyukaimu, Sehun. Kau kan dosen harusnya kau tahu bahwa tidak baik mengumbar hal tanpa melakukan riset terlebih dahulu.”

Lagi-lagi aku tergelak. Gelak karena semakin hari kemampuan Sena untuk bersilat lidah semakin baik, juga gelak karena miris mendengar ucapannya. Kalian pikir Sena pasti tengah bercanda, tentu saja memang dia tengah bercanda tapi ada sebuah kalimat yang mengandung unsur kejujuran di sana yaitu, bahwa Sena tidak menyukaiku dan tentang Sena yang menolak pernyataan cintaku itu bukanlah isapan jempol belaka.

Untuk ukuran orang jenius sepertiku (hei, aku sudah terbukti lulus S3 di umur 24 tahun bukankah itu cukup membuktikan kepintaranku?) aku benar-benar, sekali lagi aku bilang, aku benar-benar tidak mengerti kenapa masih saja bertahan dengan perasaan ini sedangkan Sena sudah mengatakan kalau ia tidak bisa membalas perasaanku. Mungkin terkesan konyol tapi aku, Oh Sehun ini masih mengharapkan keajaiban walaupun bukti-bukti yang ada Sena menganggapku tidak lebih dari sekedar sahabat.

Sena tiba-tiba menghentikan langkahnya membuat kedua alisku memperpendek jarak di antaranya. Kedua tangannya yang berukuran setengah dari tanganku menggenggam telapak tangan kananku. “I, maybe, can’t love you back but believe me I feel so happy to always have you by my side.” Sena menyunggingkan senyum. “To face my past, to face him, to face the world who against me.

Dengan satu tanganku yang terbebas aku merangkup wajahnya. Kusapukan ujung ibu jariku di atas permukaan pipinya yang lembut. Bibirnya yang sewarna buah plum itu menggurat senyum semakin lebar membuatku tanpa sadar membalas senyumnya dengan senyum terbaik yang aku miliki. Berharap senyum ini setimpal dengan keindahan senyumnya. Maniknya yang sebiru air laut itu menatapku dengan tatapan berbinar penuh kelegaan. Sena mungkin tidak mengatakannya tapi aku bisa merasakannya.

Sekali lagi ku sapukan ibu jariku dengan arah yang berlawanan di atas pipinya. Ku pandangi maniknya lekat-lekat yang sebenarnya Senalah yang membuatku tenggelam lebih dulu ke dasarnya. “Me, either,” balasku, “I love you,” lanjutku.

Thank you,” ucap Sena dengan isyarat mulutnya tanpa mengeluarkan suara.

Aku tersenyum kemudian  ku kecup keningnya. Sena memejamkan mata. “Thank you for your existence, Park Sena. Thank you.”

•••

Author’s Note:

1. Jadi gimana prolog Sehun? Udah mulai tahu ya alurnya gimana nanti. Kemungkinan udah bisa ketebak sih dari prolog Sehun. Nanti bakal makin jelas kalau udah prolog Jongin yang entah kapan.

2. Makasih banget yang masih setia mau baca sequel Kaleidoscope ya atau pun pembaca-pembaca baru yang mulai baca juga, bahkan ada yang dari awal.

3. Thank you for your existence, reader <3

4. See ya!


Viewing all articles
Browse latest Browse all 621

Trending Articles