Quantcast
Channel: kim-jongin « WordPress.com Tag Feed
Viewing all 621 articles
Browse latest View live

Isn't Love Story Chapter 1

$
0
0

FIX

Title: Isn’t Love Story Chapter 1 {Beginning}

Writen By: Vartstory

Main Character:

Kim Jongin | Jung Jihyun | Park Hyunji | Oh Sehun

Supporting Character:

Yook Sungjae | Park Soo Young/ Joy | Yoon Hyena | Jackson Wang | Do Kyungsoo | Kang Ahra

Genre:

Romance | Friendship | School

Leght:

Chaptered

Teaser + Cast Introduction

Suara dentingan bell di sebuah restaurant berbunyi yang sebelumnya diikuti ucapan terima kasih oleh kedua gadis yang berpakaian sebagai pramusaji. Salah seorang dari gadis itu mengeluarkan ponselnya dan mengetikkan sebuah halaman website. Saat halaman website terbuka gadis itu menarik lengan sahabatnya, salah satu dari gadis pramusaji tadi.

“ini.” ucap gadis itu lalu memberikan ponsel itu kepada sahabatnya dan menyuruh sahabatnya itu untuk duduk di salah satu kursi.

“untuk apa?” tanya sahabat gadis itu dengan polos.

“tentu saja untuk mengecek apakah namamu masuk ke dalam daftar penerima beasiswa. Ini cepat cari namamu. Atau biar aku saja yang mencarinya.” gadis itu atau orang biasa memanggilnya Kang Ahra langsung merebut ponselnya dari tangan sahabatnya Jung Jihyun. Yang menurutnya sangat lamban, tidak taukah Jihyun jika sahabatnya ini sangat penasaran dengan hasil beasiswa yang beberapa bulan lalu tesnya diikuti oleh Jihyun.

Ahra pun mulai mengeja nama dari alphabet J lalu mengeja nama dengan marga Jung untuk mencari nama sahabatnya itu “Jung Aeri…Jung Eunjoo….Jung Hannah….Jung…JUNG JIHYUN !!” Ahra langsung berteriak begitu mendapatkan nama Jihyun di daftar penerima beasiswa sedangkan Jihyun hanya  terdiam tidak percaya sambil memandang namanya di layar ponsel Ahra dan saat sadar Jihyun langsung memeluk sahabatnya itu.

“tunggu sebentar, kita bahkan belum mengetahui kau mendapatkan beasiswa di sekolah mana.” ujar Ahra  lalu kembali memfokuskan matanya pada ponsel dihadapannya lalu meng’klik’ nama Jihyun. Dan keluarlah beberapa keterangan tentang Jihyun, mulai dari nama lengkap, tanggal lahir hingga asal sekolahnya. “Ya Tuhan Jihyun kau sangat sangat beruntung”

“Memangnya kenapa?” sahut Jihyun kemudian mengarahkan pandangannya ke arah ponsel Ahra dan mulai membaca nama sekolah yang tertera di ponselnya. “Empire High School.”

Mata Jihyun membulat saat melihat nama sekolah yang tertera di ponsel milik Ahra. Katakanlah jika Jihyun shock karena mengetahui dirinya mendapatkan beasiswa di Empire. Empire adalah salah satu sekolah terbaik di Korea, hampir semua lulusannya diterima di perguruan tinggi negeri baik itu perguruan tinggi di Korea ataupun di luar negeri. Dan Jihyun juga tahu jika tidak sembarangan orang bisa diterima menjadi siswa di Empire. Untuk menjadi siswa di Empire seorang calon siswa harus melewati serangkaian test mulai dari test tertulis mengenai pengetahuan umum, test IQ, test ishihara (Color Vision Test), psikotest bahkan hingga virginity test.

“Jihyun kau sungguh beruntung, tahukah kau jika Empire adalah sekolah nomor satu di Korea yang rata-rata lulusannya di terima di perguruan tinggi negeri di seluruh dunia tanpa harus mengikuti tes lagi? Belum lagi hampir semua siswa dan siswi disana berasal dari kelas elit. Dan pasti semua pria disana sangat tampan.” Ahra berucap dengan nada berapi-api sedangkan Jihyun yang menjadi lawan bicaranya hanya menanggapi seadanya.

“aku tahu, apa kau lupa jika Sungjae bersekolah disana?” Ah ya Ahra merasa sangat bodoh karena lupa kalau salah satu sahabat Jihyun selain dirinya bersekolah di Empire dan sudah pasti Jihyun mengetahui seluk beluk Empire High School.

“aku lupa jika kau mempunyai sahabat kelas atas yang bersekolah di Empire. Yaa tapi kenapa wajahmu tidak bersemangat seperti itu huh? Kau seharusnya bahagia karena sudah mendapatkan beasiswa di Empire, itu artinya sebentar lagi kau akan pindah dari Gyeonggi dan masuk sebagai siswi Empire.”

Jihyun menghela nafas berat lalu menidurkan kepalanya di meja yang notabene adalah meja untuk pelanggan namun karena saat ini suasana restaurant sedang sepi jadi tidak masalah jika Jihyun sekedar menidurkan kepalanya di meja. “kau tahu bukan bagaimana ibuku, aku takut jika dia tidak mengijinkanku untuk mengambil beasiswa itu ”

“aku yakin ibumu mau mengijinkanmu, katakan saja padanya jika lulusan Empire sangat diperhitungkan di dunia kerja selain itu kau juga bisa menaikkan status sosialmu karena kau adalah seorang siswi di Empire, yang artinya tidak ada lagi yang akan meremehkan keluargamu.”

Walau merasa kurang setuju dengan alasan yang diberikan Ahra, dalam hatinya Jihyun membenarkan semua alasan yang dikatakan sahabatnya itu. Jika dia berhasil lulus dari Empire dengan nilai yang memuaskan, pasti tidak akan sulit untuk mencari pekerjaan di perusahaan besar. Dengan begitu Jihyun tidak perlu lagi membiarkan ibunya bekerja keras untuk membiayai hidup mereka.

Suara bell berbunyi, menandakan jika Jihyun dan Ahra harus segera berhenti bercakap-cakap dan melanjutkan pekerjaan mereka sebagai pramusaji di sebuah kedai bubur. Kedai kecil yang hanya memiliki 2 orang pelayan dan seorang pria yang berumur kurang lebih 10 tahun lebih tua dari mereka sebagai pemilik dari restaurant ini.

Jihyun berjalan menyusuri trotoar jalan menuju rumahnya sambil memikirkan alasan yang tepat untuk dia katakan pada ibunya. Sambil berharap jika Tuhan membantunya kali ini dengan membuat ibunya mengijinkannya untuk mengambil beasiswa di Empire dan pindah ke sekolah elit itu.

Jihyun membuka pagar rumahnya dan melihat lampu rumahnya sudah menyala yang menandakan jika ibunya sudah berada di rumah. Jihyun menarik nafas lalu membuangnya dan menyemangati dirinya “Jung Jihyun semangat!!”

Jihyun pun masuk ke dalam rumahnya dan melihat ibunya sedang melipat beberapa pakaian. “kau sudah pulang?” tanya ibu Jihyun yang dibalas anggukan kecil olehnya.

“Ibu.” panggil Jihyun dan duduk di samping ibunya sambil memainkan jarinya yang merupakan tanda jika dirinya sedang gugup.

Ibu Jihyun pun menengok ke arah Jihyun “Ada apa?” lalu melanjutkan pekerjaannya melipat pakaian.

“Apa Ibu ingat test beasiswa yang aku ikuti beberapa bulan yang lalu?” Sungguh Jihyun benar-benar takut akan reaksi yang akan dikeluarkan ibunya, Jihyun ingat dulu ibunya melarang dirinya berteman dengan Sungjae karena mengetahui Sungjae berasal dari kalangan atas namun saat Sungjae menjelaskan pekerjaan ayahnya yang hanyalah seorang karyawan, ibu Jihyun baru mengijinkan anaknya berteman dengan Sungjae.

Ibu Jihyun berhenti dari kegiatannya, “Iya Ibu ingat. Ada apa memangnya”

“Aku mendapatkan beasiswa itu.” lanjut Jihyun yang langsung mendapatkan respon bahagia dan juga pelukan dari ibunya.

“kau memang anak Ibu yang sangat pintar.”

Jihyun mencoba mengatur kata-kata yang sedari tadi berputar di otaknya sembari berharap jika mendapatkan respon positif dari eommanya. “tapi beasiswa bukan dari Gyeonggi ataupun pemerintah bu.”  Jihyun meyakinkan dirinya sendiri, dirinya sudah sangat mantap akan mengambil beasiswa itu apapun yang terjadi.

“lalu?” Ibu Jihyun langsung menatap anaknya dalam-dalam.

“beasiswa itu berasal dari Empire High School, dan mereka mewajibkanku untuk bersekolah disana setelah aku mengambil beasiswanya.” Mendengar ucapan Jihyun, raut wajah ibu Jihyun berubah menjadi datar. Melihat raut wajah ibunya, Jihyun pun langsung membujuk Ibunya.

“Ibu aku mohon. Ijinkan aku mengambil beasiswa itu. Jika aku mengambil beasiswa itu, saat aku lulus nanti aku akan diterima di perguruan negeri manapun selain itu aku juga akan mudah mendapatkan pekerjaan di perusahaan besar. Dengan begitu Ibu tidak perlu lagi bekerja, dan aku juga akan menaikkan status sosial kita agar tidak ada lagi yang meremehkan Ibu dan aku.”

“kau tahu bukan bagaimana Empire itu? Hampir semua siswa disana adalah anak dari pengusaha, chaebol dan juga pejabat. Dan kau juga tahu jika Ibu tidak menyukai orang-orang seperti itu. Mereka pasti akan meremehkanmu dan menyakitimu jika mereka tahu kalau kau tidak sederajat dengan mereka.”

“Tidak semua siswa Empire seperti itu Ibu, apa Ibu lupa jika Sungjae bersekolah disana? Sungjae pasti akan melindungiku. Ku mohon Ibu, ijinkan aku mengambil beasiswa itu.” Jihyun memandang ibunya dengan tatapan memohon. Bahkan kini air mata sudah menggenang di pelupuk matanya.

“Ibu tetap tidak setuju!” Ibu Jihyun berkata dengan tegas lalu memalingkan wajahnya dari Jihyun dan melanjutkan kegiatannya tadi.

Jihyun menundukkan kepalanya dan mengumpulkan semua keberaniannya, “Ku mohon Ibu, kabulkan permintaanku. Selama ini aku tidak pernah meminta apapun darimu, aku selalu menurut apa yang Ibu katakan. Bahkan aku juga menurut untuk tidak lagi menanyakan siapa ayahku dan juga tidak keluar rumah seperti remaja pada umumnya kecuali untuk sekolah dan bekerja. Dan untuk kali ini saja Ibu, ku mohon.” Jihyun sudah tidak bisa lagi menahan air matanya, dia bingung apa yang selanjutnya dirinya lakukan jika ibunya tetap tidak setuju dengan keputusannya itu.

Ibu Jihyun yang tahu sifat anaknya yang jika ada sesuatu yang diinginkannya dia harus mendapatkannya dan dengan terpaksa menyetujui permintaan anaknya itu, selain itu ucapan Jihyun juga membuatnya terenyuh. Ibu Jihyun membenarkan semua perkataan anaknya, termasuk untuk tidak lagi menanyakan siapa ayahnya.

“Ya baiklah Ibu ijinkan kau mengambil beasiswa itu dan bersekolah di Empire tapi kau harus berjanji pada Ibu akan menghindari semua anak orang kaya yang bersekolah disana.”

Jihyun menganggukkan kepalanya lalu memeluk ibunya, “terima kasih Ibu. Aku menyayangimu.”

“aku juga menyayangimu.” Ibu Jihyun membalas pelukan anaknya, gurat kecemasan terlihat dari wajahnya. Entah apa yang kini dipikirkan ibu Jihyun.

Dan dua hari kemudian Jihyun mengurus beasiswanya di Empire. Karena Ahra harus sekolah dan setelah itu juga harus menjaga restaurant, dengan terpaksa Jihyun datang ke Empire seorang diri. Sebenarnya Jihyun ingin meminta Sungjae untuk menemaninya namun Jihyun belum ingin memberitahu tentang beasiswanya kepada Sungjae.

Saat Jihyun melangkahkan kakinya untuk memasuki Empire, Jihyun bisa melihat perbedaan sekolahnya dan Empire yang sangat jauh. Arsitektur Empire yang indah, fasilitasnya yang mewah dan juga siswa-siswinya yang semuanya diantar jemput oleh mobil-mobil mewah, berbeda dengan Gyeonggi yang mempunyai fasilitas seadanya, arsitektur yang sama dengan sekolah-sekolah lainnya dan juga siswa-siswi yang hanya berjalan kaki dan menaiki kendaraan umum ke sekolah.

Seorang security yang sedari tadi memperhatikan Jihyun yang menurutnya mencurigakan, langsung menghampirinya “ada yang bisa saya bantu nona?”

Melihat security menghampirinya membuat Jihyun menarik nafas lega karena jujur saja, Jihyun benar-benar tidak tau ruangan mana yang harus dia datangi untuk mengurus beasiswanya. Tapi securtiy tersebut memandang Jihyun dengan penuh kecurigaan.

“Maaf, bisakah anda beritahu dimana ruangan Kepala Sekolah berada?” tanya Jihyun namun security itu hanya memandangnya dari atas hingga ke bawah yang membuat Jihyun merasa risih. Namun bukannya menjawab pertanyaan Jihyun atau mengantarnya menuju ruang guru, security itu malah langsung menarik paksa lengan Jihyun dan menyeretnya keluar.

“Yaa ahjussi, lepaskan tanganku.” Jihyun terus meronta agar security itu melepas tangannya namun usahanya sia-sia.

“Lepaskan dia.” suara seorang pria menghentikan security itu untuk menarik tangan Jihyun. Jihyun langsung mengarahkan pandangannya kearah suara tersebut berasal. Dan menemukan seorang lelaki tengah berjalan kearahnya sembari memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana.

“Dia penguntit dari sekolah wanita di seberang jalan.” Mendengar ucapan security itu yang menurutnya fitnah langsung membuat Jihyun membelalakkan matanya. Bisa-bisanya dirinya dikira seorang penguntit, apa penampilannya mirip seperti seoran penguntit? Lagipula untuk apa dirinya menguntit di sini, jika memang akan menguntit Jihyun lebih memilih menguntit para idol bukan warga biasa.

“Yaa aku bukan penguntit, aku datang kesini untuk mengurus beasiswaku.”

Laki-laki itu pun melipat kedua tangannya di depan dada, “Dia bukan penguntit, jadi lepaskanlah tangannya.” Petugas keamanan itu pun terpaksa melepas tangan Jihyun dan pergi sesuai dengan aba-aba pria tadi.

Pria itu menatap penampilan Jihyun, tatapannya sulit diartikan, tatapannya bukan tatapan meremehkan tapi juga bukan tatapan kekaguman. “Jadi kau adalah siswa beasiswa?”

“Iya dan aku ingin mengurus beasiswa itu hari ini namun bukannya memberitahu dimana letak ruang Kepala Sekolah berada, petugas keamanan itu malah menarik paksa tanganku.” Jihyun mengusap tangannya yang tadi di tarik oleh petugas keamanan.

Lelaki itu tersenyum kecil menanggapi ucapan Jihyun dan berjalan mendahului Jihyun “ikuti aku.” ujarnya namun karena tidak mengerti maksud pria itu, Jihyun hanya diam di tempatnya.

Karena merasa jika Jihyun tidak mengikutinya, pria itu pun membalikkan tubuhnya dan melihat Jihyun hanya terdiam di tempatnya “bukankah kau bilang kau ingin tahu dimana ruang Kepala Sekolah?” ucap pria itu yang dibalas anggukan kepala oleh Jihyun.

Jihyun mengikuti pria itu hingga ke ruang kepala sekolah, Jihyun sendiri tidak habis-habisnya berdecak kagum saat melihat interior Empire. Semuanya benar-benar mewah, bahkan Jihyun merasa jika Empire lebih cocok menjadi sebuah mall atau hotel dibandingkan menjadi sebuah sekolahan. Karena terlalu terfokus pada interior Empire, Jihyun tidak sadar jika pria yang mengantarnya sudah menghentikan langkahnya. Jihyun pun secara tidak sengaja menabrak punggung pria itu.

“Ah maaf, aku tidak melihatmu berhenti.” ujar Jihyun sembari menundukkan kepalanya, ini sungguh memalukan.

“Ini ruang kepala sekolahnya.” pria itu menunjuk sebuah ruangan di hadapannya. Ruangan dengan pintu besar bercat putih yang kokoh.

Jihyun membungkukkan sedikit tubuhnya dan mengucapkan terima kasih pada pria yang mengantarnya, “Terima kasih” ujarnya sembari memberikan senyum. Pria yang mengantar Jihyun hanya menganggukkan kepalanya lalu pergi meninggalkan Jihyun.

Sebenarnya Jihyun cukup gugup namun Jihyun tetap memberanikan diri mengetok pintu ruang kepala sekolah, dan sesaat setelah itu Jihyun masuk ke ruangan kepala sekolah. Jihyun duduk di sofa yang memang di khususkan untuk tamu yang datang bertemu dengan kepala sekolah.

“Senang bertemu denganmu nona Jung.” tanpa perlu Jihyun memperkenalkan diri, kepala sekolah tersebut sudah mengetahui jika gadis yang datang ke ruangannya adalah Jung Jihyun, si gadis penerima beasiswa. “Tadi sekolahmu menelpon, jika kau akan datang untuk mengurus beasiswamu. Dan aku ingin mengucapkan selamat karena kau telah menerima beasiswa dari Empire High School, karena ini pertama kalinya Empire ikut bergabung dengan pemerintah untuk mengadakan tes beasiswa untuk siswa kurang mampu bersama dengan sekolah-sekolah lainnya dan kau adalah orang pertama dan terakhir yang menerima beasiswa tersebut.”

Pertama dan terakhir. Tiga kata itu cukup membuat Jihyun penasaran dan mengambil kesimpulan jika Empire tidak akan membuka tes beasiswa terbuka lagi dan disisi lain Jihyun juga bingung karena menurutnya gedung sekolah Empire yang sangat besar ini, masih mampu menerima puluhan atau bahkan ratusan murid beasiswa.

“apa kau membawa berkas-berkasmu?” tanya kepala sekolah tersebut, Jihyun pun langsung mengeluarkan berkas-berkas yang diminta dari dalam tasnya dan memberikannya kepada kepala sekolah yang langsung melihat dan membaca berkas-berkas itu dengan cermat. Beberapa kali kepala sekolah tersebut menganggukkan kepalanya saat membaca nilai-nilai yang diterima Jihyun saat di sekolahnya dulu dan juga beberapa penghargaan yang diterimanya dari setiap lomba yang diikutinya. Kepala sekolah itu kemudian berjalan kearah meja kerjanya dan menyerahkan beberapa kertas yang berisikan data diri yang harus diisi oleh Jihyun. Setelah beberapa menit, Jihyun selesai mengisi data dirinya.

“baiklah yang pertama harus kau tahu adalah beasiswamu sudah termasuk biaya ekstrakulikuler yang wajib kau ikuti. Tapi beasiswamu tidak termasuk dengan biaya seragam. Kau bisa membeli seragammu di butik pakaian khusus sekolah di Apgujeong.”

Butik di Apgujeong. Mendengar nama tempatnya saja Jihyun sudah bisa menebak kalau seragam sekolahnya tidaklah murah. Bagaimana tidak, Apgujeong sendiri terkenal dengan butik-butik mewah dari para brand dan desaigner ternama yang karyanya selalu menarik perhatian baik kaum hawa maupun kaum adam seperti Dolce Gabana, Stella McCartney, Guess, Club Monaco, Giorgino Armani dan masih banyak lagi.

Jihyun keluar dari ruangan kepala sekolah setelah mendengar sedikit penjelasan tambahan dengan wajah bimbang. Apalagi jika bukan tentang seragam sekolahnya yang membuat Jihyun bimbang, saat ini status Jihyun sudah resmi menjadi siswi Empire itu artinya Jihyun harus mengenakan seragam yang sama dengan siswa/i lainnya dan tentunya Jihyun harus mengeluarkan uang yang tidak sedikit untuk membeli seragam sekolahnya. Dan setelah menimbang-nimbang akhirnya Jihyun memutuskan untuk mengunjungi sekaligus melihat harga seragam sekolahnya. Dari Empire yang terletak di Daechi, demi menghemat waktu Jihyun harus menempuh perjalanan menggunakan Seoul Subway di Line 3 untuk sampai di Apgujeong. Sebenarnya Jihyun bisa saja menaiki bus karena Daechi dan Apgujeong sama-sama terletak di distrik Gangnam, namun untuk menghemat waktu Jihyun memutuskan untuk menaiki subway karena setelah ini Jihyun tetap harus bekerja di restaurant. Karena jika menggunakan bus Jihyun harus menempuh perjalanan hampir 1 jam namun jika menggunakan subway Jihyun hanya menempuh waktu setengah jam.

Setelah sampai di butik yang dimaksud, Jihyun hanya terdiam di depan butik tanpa ada niatan untuk melangkahkan kakinya lagi. Melihat bangunan butik yang mewah ‘nyali’ Jihyun langsung menciut, namun Jihyun kembali meyakinkan dirinya sendiri. Saat memutuskan masuk ke dalam butik, Jihyun disambut oleh karyawan butik yang langsung menanyakan barang apa yang Jihyun cari. “Ada yang bisa saya bantu?”

“ah ya aku kesini hanya untuk melihat-lihat.” jawab Jihyun dengan kikuk. Mendengar jawaban Jihyun, wajah karyawan tadi yang semula tersenyum langsung berubah masam.

Jihyun yang tidak memperdulikan karyawan tersebut melangkahkan kakinya untuk mencari seragam sekolahnya, setelah mencari beberapa saat akhirnya Jihyun menemukan seragam sekolah Empire. Ya sepertinya Empire memang sekolah nomor satu di Korea, buktinya saja butik ini sampai membuat ruangan khusus untuk seragam sekolah Empire. Dan hal itu juga terbukti dari harga seragam yang dijual, 500rb won. Tapi itu tidak termasuk seragam olah raga, seragam musim dingin dan seragam-seragam lainnya. Harga untuk sepaket seragam Empire sekitar 1jt won. Dan harga itu cukup membuat Jihyun kesulitan bernafas, bahkan gajinya selama sebulan saja tidak sampai 1jt won.

Sepanjang perjalanan menuju restaurantnya yang terletak di Gwacheon, Jihyun memikirkan bagaimana dirinya bisa mendapatkan 1jt won dalam sehari. Bisa saja Jihyun mengambil uang tabungannya tapi Jihyun tidak tahu apakah uang tabungannya itu cukup dan lagi Jihyun juga bingung mengatakan pada ibunya tentang harga seragamnya yang mencapai 1jt won. Karena mengambil beasiswa Empire dan menjadi siswa Empire adalah keinginan Jihyun, jadi Jihyun menganggap dia yang harus bertanggung jawab atas semua keputusannya.

“kau kenapa terlihat tidak semangat, bukankah tadi kau habis mengurus beasiswamu?” Ahra yang sudah lama mengenal Jihyun sangat afal dengan sifat sahabatnya itu, jika Jihyun hanya diam tanpa mengatakan apapun dan terlihat tidak fokus pada apa yang dikerjakannya pasti ada sesuatu yang sedang dipikirkannya.

“aku bingung Ahra, Empire menanggung semua biaya sekolah dan ekstrakulikulerku tapi tidak dengan biaya seragam.” Jihyun menghempaskan tubuhnya di kursi dan menatap Ahra dengan tatapan menyedihkan, memang benar di dunia ini tidak ada sesuatu yang mudah.

“ya tuhan Jihyun, hanya masalah biaya seragam saja kau sampai seperti itu. Memangnya berapa harga seragamnya?” Jihyun memicingkan matanya saat melihat reaksi Ahra, Jihyun yakin pasti saat ini Ahra menyamakan harga seragam sekolahnya di Gyeonggi.

Jihyun menebak jika setelah dirinya menyebut harga seragam Empire, pasti Ahra akan mengeluarkan reaksi berlebihan “1jt won”

“sa-satu juta won? Yaa jangan bercanda. 1jt won? Ya Tuhan seragam macam apa yang harganya mencapai 1jt won. Itu harga seragam atau harga cicilan rumah?” Reaksi yang berlebihan dari Ahra membuat Jihyun tertawa kecil.

Benarkan apa yang Jihyun pikirkan. Wajar saja reaksi Ahra sebegitu berlebihannya, karena bagi mereka berdua 1jt won bukanlah nominal yang kecil. Seragam sekolahnya di Gyeonggi saja hanya 100 won, tidak sampai setengah dari harga seragam di Empire.

“aku tidak bercanda Ahra.” Jelas Jihyun.

“Aku mempunyai simpanan beberapa ratus won, kau bisa memakainya.”

“Tidak usah, aku tidak mau merepotkanmu. Mungkin selama beberapa hari aku akan memakai seragam Gyeonggi.” Jihyun menggelengkan kepalanya, Jihyun tahu bagaimana perekonomian keluarga Ahra. Ayah Ahra hanyalah seorang pegawai swasta biasa dengan gaji seadanya sedangkan ibunya hanyalah seorang ibu rumah tangga.

“Apa kau yakin?”

“Iya aku yakin, kau tenang saja.” Ucapan Jihyun berbanding terbalik dengan apa yang kini sedang dirasakannya, sebenarnya tawaran Ahra bisa sangat membantunya tapi Jihyun merasa tidak enak meminjam uang dengan jumlah besar kepada Ahra. Dan sekarang yang Jihyun pikirkan ialah bagaimana caranya mencari alasan yang masuk akal kepada gurunya di Empire agar besok Jihyun bisa selamat.

———————–

Well gimana chapter 1-nya? Sesuai dengan judul di chapter ini, ini baru permulaan. Di awal cerita pasti ada beberapa yang ngeh soal Jihyun sama Ahra yang kerja di kedai bubur sama kayak BBF. Yep ff ini terinspirasi dari drama Boys Before Flower dan The Heirs tapi dengan banyak perubahan, dan tentunya dengan ending yang tidak terduga kkk. Aku harap kalian terus membaca ff ini dari chapter awal hingga ke chapter selanjutnya, karena di setiap chapternya akan ada beberapa clue tersembunyi yang berhubungan dengan endingnya. Dan yang terpenting, jangan lupa berikan kritik dan sarannya ya ^^

 


Y . O . L . O (You Only Love Once) #11 - by sasarahni

$
0
0

Y . O . L . O

11903816_1068047136546274_3386709659149155147_n

You Only Love Once!

“Hidup ini hanya sekali, Matipun sekali, dan Cinta juga hanya sekali”

Chapter 11

Kadang saya menangis, berpikir aku akan kehilangan Anda. Aku akan berteriak bahwa aku mencintaimu. Saya berharap tangan kita terkait akan menyadari berlalunya waktu ..

(PARK CHANYEOL)

.

.

Penulis : @sasarahni (Sarah Irani) 20th

Sarahirani26@wordpress.com


Preview: * Teaser * Chapter1Chapter2 * Chapter3 * Chapter4 * Chapter5 * Chapter6Chapter7 * Chapter8 * Chapter9aChapter9b * Chapter10 * Now:Chapter11 *

CAST UTAMA

Park Chanyeol & Kim Ja Young (YOU)

Byun Baekhyun & Kim Je Young (YOU)

OC: Kim Jongin, Lay, Xi Luhan (EXO)

Ny.Kim Lily, Ny.Park Yoora, Jung Serra dll…

Drama, Romance, Hurt, Friendship, AU, Family, Complication, and other…

RATING : PG-17 LENGHT : Chaptered

Soundefek :
 Park Chanyeol – Listen To The Letter (Soundcloud)
Lee Min Ho – Love Hurts (Ost The Heirs)

Episode 11 Y.O.L.O♥

POV Author

Ja Young terdiam membisu menatap Chanyeol didepan kedua matanya bernyanyi. Perasaan aneh apa yang membuatnya begitu kagum dengan sosok Chanyeol sekarang. Apa karena Ja Young begitu mengagumi pria yang dapat membuat perasaannya begitu nyaman disaat memainkan gitar musik kesayangannya. Ja Young mengedipkan matanya, meletakan satu tangannya tepat didetak jatungnya yang sedang berdetak kecang, tubuhnya merasa sedikit lemah. Kenapa harus seperti ini? Chanyeol mulai menatap sosok Ja Young yang berdiri melihatnya bernyanyi bersama gitar kesayangannya berwarna coklat muda. Chanyeol tersenyum dengan tatapan yang menyayat hati Ja Young. Tatapan Chanyeol selalu seperti itu. Menggoda~

(Lagu Radiohead – Creep selesai..)

Malam ini Chanyeol ingin menyanyikan sebuah lagu yang ia karang sendiri dan ia buat menjadi sebuah lagu yang indah untuk seseorang disana. Chanyeol tersenyum manis dangat terlihat senang akan kedatangan sosok Ja Young muncul tiba-tiba tanpa sadar..

“Satu buah lagu yang saya ciptakan sendiri untuk seseorang yang sudah masuk kedalam kehidupan saya. Lagu ini menceritakan pria yang begitu ingin mendapatkan hati perasaan gadis yang sangat ia sukai untuk mencintainya, dan pria ini berjanji untuk selalu bersamanya..” Chanyeol bercerita tentang lagu yang ia ciptakan sendiri untuk gadis yang tidak lain dan tidak bukan dia adalah Kim Ja Young. Ya.. Kim Ja Young wanita yang sedang berada didepan kedua matanya sekarang menatapnya yang masih duduk disebuah bangku dengan gitarnya. Chanyeol tersenyum kembali memandangi Ja Young yang masih terdiam ditempatnya berdiri berjarak satu meter darinya.

Chanyeol mulai bernyanyi memainkan gitarnya dengan amat sangat lembut~

Playing Chanyeol – Listen To The Letter …

Jeo byeoleul gajyeoda neoui du sone seonmulhago sipeo
Nae modeun geol da damaseo jeonhaejugopa
Sometimes I cry neol ilheulkka ..

(Saya ingin mengambil bintang-bintang dan memberikannya kepada mata Anda,
meletakkan segala sesuatu saya kepada Anda.
Kadang saya menangis, berpikir aku akan kehilangan Anda ..)

Ja Young masih menatap Chanyeol dan sesekali tersenyum padanya~

Petikan gitar sudah terdengar indah diruangan restaurant KoreanFood malam ini~

Luhan tidak mengerti?? Apa yang membuat Ja Young terdiam berdiri dan sesekali merundukan kepalanya hingga ia terlihat aneh dimata Luhan. Secara langsung Luhan melihat tatapan Ja Young menuju pria yang sedang memainkan gitar disana. Dan sepertinya pria yang sedang Ja Young tatap sekarang adalah pria yang sempat Ja Young ceritakan sebelum sampai masuk kedalam restaurant ini, bahkan seharian bersama Luhan sehabis pulang kuliah Luhan sadar jika pria itulah yang sedang mengguncangkan perasaan Kim Ja Young wanita yang Luhan anggap sebagai adik perempuan yang cukup ia sayangi bersama Kim Je Young..

.

.

.

flashback

Luhan dan Ja Young bertemu disebuah tempat bernama Sungai Han tepat setelah Ja Young pulang kuliah hari ini dimana adik tercinta Je Young menemui keluarga Byun Baekhyun. Terlihat Ja Young dan Luhan sedang berjalan-jalan mengelilingi Sungai Han siang ini menjelang sore ..

“Oppa Lu, aku ingin bercerita suatu hal. Tapi aku mohon Oppa jangan pernah memberi tahu tentang hal ini pada siapapun orangnya. Jika tiba-tiba nanti Oppa Lu bertemu dengannya.” Tuturan Ja Young terdengar lemah, perasaannya juga sedang tidak menentu, hatinya pun terasa aneh. Ja Young tidak tahu harus menceritakan hal ini dari awal harus bagaimana.. tapi Ja Young mencoba tetap yakin pada perasaannya saat ini.

“Eum.. memang ada apa?” Sahut Luhan santai sesekali menatap Ja Young disebelahnya berjalan bersama-sama. Ja Young menarik nafasnya lalu menatap kedua mata Luhan untuk meyakini bahwa Luhan adalah orang yang tepat untuk mendengarkan cerita ini. Orang pertama yang akan mengetahui isi hatinya sejak datangnya Chanyeol dalam kehidupannya. Ja Young tersenyum lalu bercerita..

“Ada dua orang pria yang masuk kedalam kehidupanku, ah, bukan masuk kedalam kehidupanku saja tapi kedua pria ini membuatku takut untuk kehilangan mereka Oppa Lu. Pria pertama yang aku kenal sudah lama sekali aku mengenalnya dengan sangat baik dan pria ini sudah aku anggap sebagai sahabatku. Ya.. sahabat terbaikku tapi dia menyukaiku lebih dari sahabat Oppa.. kau pasti mengerti maksud dari itu~” Ja Young membungkam kedua bibirnya sesekali menutup kedua mata indahnya yang terlihat lemah dimata Luhan. Kedua tangan Ja Young juga tidak bisa diam. Jari-jarinya bergerak tidak menentu seperti gelisah akan suatu hal dan Luhan meihat itu..

“Sahabat jatuh cinta dengan sahabatannya sendiri ckck,” Luhan tersenyum misterius. “Dan pria kedua?” Tanya Luhan santai.

“Pria kedua dia adalah seseorang yang..?” Wajah Ja Young dan mulutnya terlihat ragu untuk melanjutkan ceritanya kembali. Luhan tersenyum manis karena sepertinya Luhan merasakan ada yang aneh dari cerita Ja Young sekarang ini.

“Kenapa berhenti??” Tanya Luhan kembali.

“Dia adalah pria yang baru saja masuk kedalam kehidupanku, pria aneh, pria menyebalkan, pria gila, tapi terkadang aku suka memikirkannya. Aku baru mengenalnya saat aku kuliah semester 7 ini. Aku selalu bertemu dengannya tanpa aku sadari dan tanpa permisi.”

“Apa kau menyukainya??”

“…” Menyukainya? Pikir Ja Young dengan mata berkedip-kedip. Kedua manik matanya memandang Luhan dan bertanya, kenapa Luhan bertanya seperti itu??

“Kalau kau diam berarti kau menyukai pria kedua. Yang baru saja–” Tebak Luhan asal dan membuat Ja Young memukul lengan tangan kanannya.

“AISSSH. OPPA! Aku belum selesai berceritanya. Ugh!” Kesal Ja Young pada Luhan yang baru saja seenaknya bicara. Luhan merintih sakit dan berbicara kembali..

“Kau bilang, kau sangat mengenal dengan baik pada pria yang pertama tapi ketika kau menjelaskan tentang pria pertama biasa-biasa saja dan wajahmu juga terlihat biasa? Tapi kau tahu, ketika kau bercerita tentang pria kedua yang baru saja kau kenal wajahmu terlihat berseri-seri saat menceritakannya bahkan bibirmu ragu untuk menceritakan tentang pria yang kedua itu?? Haha Oppa Lu bisa melihatnya.” Tuturan Luhan panjang lebar dan itu membuat Ja Young tidak mengerti. Ja Young berfikir apa benar seperti itukah? Ah tidak mungkin.

“Eoh?? KAU MENGARANG OPPA!”

“ANIO! sekarang aku tanya. Diantara kedua pria yang kau ceritakan mana yang lebih kau inginkan?” Tanya Luhan terdengr sarkatis. Ja Young memincingkan kedua bola matanya pada Luhan.

“Aku sudah bilang aku tidak ingin kehilangan kedua-duanya. Aku ingin tetap mereka ada bersamaku. Aku sungguh tidak ingin menyakiti salah satu dari mereka Oppa Lu.. tapi aku juga tidak bisa terus berada didalam posisi seperti ini.” Tutur Ja Young dengan akhir yang melemah. Rasanya perasaannya semakin tidak terarah. Haruskah Ja Young mengatakan semua ini pada Luhan? Haruskah Ja Young memilih diantara kedua pria tersebut? Ja Young menarik nafas panjang lalu menghempaskannya dengan lemah. Hatinya terasa begitu sakit. Ja Young tidak bisa membayangkan jika salah satu dari pria tersebut tiba-tiba meninggalkannya karena Ja Young sakiti perasaannya. Ja Young tidak ingin sama sekali tidak mau itu terjadi. Apa itu terdengar egois? Apa itu semua terdengar menyedihkan??

“Ini membingungkan Oppa..” Lemah Ja Young. Luhan meraih pundak Ja Young untuk merangkulnya lalu tersenyum manis pada Ja Young untuk sedikit menenangkan perasaannya saat ini. Luhan tidak biasanya melihat wanita yang berada dalam rangkulannya seperti ini. Terlihat aneh karena yang Luhan selalu lihat dari sosok Ja Young adalah gadis yang cukup kuat dan hebat dengan setiap mengatasi masalahnya tapi memang cinta mengubah setiap perasaan seseorang. Ya.. karena Ja Young memiliki rasa cinta yang sama dengan kedua pria tersebut. Tapi..

“Dan pada intinya kau harus memilih diantara mereka Kim Ja Young. Kau tidak bisa terus menjauhi mereka tapi sebenarnya kau merindukan mereka. Jangan membohongi perasaanmu sendiri. Jika memang kau tidak ingin kehilangan mereka berdua.” Kata terakhir yang terdengar dari tuturan Luhan.

Flashback end.

♣ Y . O . L . O ♣

Sometimes I feel nae pume jamdeuleo issneun neo
I promise you cheosnuni oneun nale ..
I promise you neowa hamkke du soneul majujabgo
Geunaleul geonilmyeo oechyeo ..
I love you jabeun du soneun heuleuneun sewol moleugil ..

(Kadang saya merasa Anda tertidur dalam pelukanku
Aku berjanji, pada hari salju pertama turun,
Aku berjanji, bersama-sama dengan Anda, kami akan berpegangan tangan satu sama lain dan berjalan melalui hari,
Aku akan berteriak bahwa aku mencintaimu. Saya berharap tangan kita terkait akan menyadari berlalunya waktu ..)

Lagu Chanyeol – Listen To The Letter selesai ia nyanyikan..

Semua orang yang mendengarkannya bernyanyi bertepuk tangan dengan rasa kagum padanya. Lagunya terdengar romantis dan suara Chanyeol juga membuat semua pelanggan terhipnotis sesaat karena suaranya begitu terdengar serak-serak merdu~

“Lagunya sangat indah untuk didengar, pasti wanita itu beruntung sekali bisa disukai oleh pria tampan sekaligus romantis sepertimu..” Ucap salah satu pelanggan pada Chanyeol yang baru saja mengakhiri nyanyiannya. Chanyeol memang pria yang tidak bisa diragukan lagi dengan permainan musik dan lagu ciptaan yang baru saja ia nyanyikan. Bahkan Chanyeol menulis lagu itu tanpa sadar menjadi alunan musik yang indah untuk didengar oleh siapapun. Temaksud wanita yang sedang mengaguminya saat ini, Kim Ja Young.

Ja Young mulai berjalan kearah meja makan Luhan. Ja Young tidak ingin salah mengartikan lagu yang baru saja Chanyeol nyanyikan. Ja Young duduk dimeja makan bersama Luhan yang sudah duduk dihadapannya sejak tadi. “Lagu itu?? Apa untukku??” Batin Ja Young dalam perasaannya. Luhan memandanginya dengan wajah menggoda.. “Apa dia pria kedua??” Tanya Luhan meledek.

OH?? LUHAN?? AISSH! Kenapa Luhan begitu pintar menebak sesuatu yang ada dalam pikiran Ja Young saat ini. Bahkan Luhan baru saja mendengar curhatan Ja Young dihari ini tentang kedua pria yang tidak bisa lepas dari perasaan Ja Young sampai saat ini. Bahkan Ja Young tidak menyebut nama pria kedua disaat bercerita pada Luhan.

“Jangan meng-ada-ada Oppa Lu,” Sahut Ja Young ketus.

“Hei Nona.. terlihat sekali kau terus memandanginya sejak kakimu bergerak masuk kedalam resto.” Ledek Luhan terdengar santai. Ja Young mendesah dengan perkataan Luhan barusan. Memang benar apa yang dikatakan Luhan dan Ja Young menyadari itu. Kedua manik matanya tidak lepas dari pandangan Chanyeol saat bernyanyi..

“Ini pesanan anda Tuan” Ucap Sulli yang baru saja membawakan sebuah pesanan makanan yang sudah dipesan oleh Luhan. Sulli dan Ja Young saling memandang satu sama lain sesekali tersenyum saat meletakan makanan diatas meja makan Luhan.

“Terimakasih.. namamu siapa?” Tanya Luhan baik pada gadis seumuran Ja Young. “Namanya Sulli Oppa,” Sahut Ja Young tiba-tiba dan itu membuat Sulli tersenyum manis pada teman dekatnya diresto sejak pertama kali mengenalnya ditempat bekerja.

“Eum.. Cha Sulli imnida” Jawab Sulli menyambung lalu tersenyum manis dan Luhan pun juga ikut tersenyum melihatnya.

“Ja Young kenapa kau tidak bilang jika mau datang kesini?” Tanya Sulli santai sambil meletakan semua pesanan makanan Luhan dan Ja Young.

“Karena dia aku makan disini.” Nada suara Ja Young terdengar jutek, sepertinya ia masih marah dengan Luhan yang tiba-tiba mengajaknya keresto ini.

“Oh.. yasudah nikmati makanannya ya hihi” Sahut Sulli ramah dan kembali menuju pantri.

“Kenapa kau tidak pernah cerita jika memiliki teman secantik Sulli??” Tanya Luhan menggoda. Sepertinya Luhan tertarik dengan Sulli yang terlihat sederhana dan apa adanya.

“Oh? Kau menyukainya Oppa?” Tanya balik Ja Young dengan wajah meledek kali ini ia tersenyum pada Luhan. “Haha dia gadis baik-baik tidak sepertimu haha” Ja Young tertawa akan  lelucon nya. Luhan hanya tersenyum paksa mendengar perkataan Ja Young barusan.

“Kau kira aku pria yang suka memainkan wanita Nona Kim?” Luhan menatap Ja Young dengan satu alis yang terangkat. Kali ini Luhan tidak mengerti dengan ucappan Ja Young tadi. Luhan mulai memakan pesanannya.

“Kau bahkan pintar merayu wanita memangnya aku tidak tahu. Ugh?” Ja Young memicingkan kedua matanya. Luhan hanya tertawa mendengar itu lalu ia mengatakan. “Hei.. semua pria didunia ini jika tidak bisa merayu, impossible!” Ucap Luhan yang membuat Ja Young membulatkan matanya saat makan.

Luhan dan Ja Young akan selalu terlihat akrab seperti adik kakak~

Chanyeol yang baru saja selesai bernyanyi melihat Ja Young bersama pria yang pernah Chanyeol lihat saat dimana hari itu Chanyeol mengetahui bahwa Ja Young adalah pelayan restonya.. “Ternyata dia tidak sendiri datang kesini.” Ucap Chanyeol dengan suara khas miliknya.

“Lagu ciptaanmu bagus dan terdengar indah Tuan Muda,” Ucap Manager Lay tiba-tiba dengan senyumannya.

“Oh Manager Lay kau mendengarnya? Ya.. terimakasih.” Sahut Chanyeol sambil mengambil gitar yang sudah ia masukkan kedalam tempat gitar berwarna hitam miliknya. “Besok aku akan kembali untuk melihat hasil keuangan yang tercatat satu bulan kebelakang. Tolong besok sudah dirapikan ya Manager Lay”Kata Chanyeol baik dengan seulas senyuman tampanya pada Lay.

“Oh.. ya baik Tuan”

“Terimakasih banyak, Eomma memang tidak salah memilih orang kepercayaan sepertimu Manager Lay” Chanyeol membanggakan prestasi atau kerja Manager Lay. Sejak saat ia menjadi Direktur resto Manager Lay memang terlihat begitu aktif dalam setiap detail perincian hasil kerja resto KoreanFood.

“Terimakasih..” Lay merundukan sedikit kepalanya dan tersenyum pada Direkturnya.

“Kalau begitu saya permisi pulang duluan ya.. rasanya sudah tidak enak berada disini haha” Kekeh Chanyeol pada Lay yang terdengar ditelinga Lay sangat aneh?

“Oh.. baiklah. Hati-hati Tuan Muda.” Lay pun ikut tersenyum melihatnya.

Chanyeol hanya mengangkat satu jempolnya dan berjalan membawa gitar kesayangannya. Ia Berjalan sambil melihat kearah Ja Young dan Luhan yang terlihat sedang tertawa dan terlihat begitu dekat. Chanyeol hanya tersenyum memandanginya, sudah terlalu biasa baginya melihat Ja Young dengan pria lain. Chanyeol membuka pintu resto lalu menginjakan kakinya untuk keluar dari tempat tersebut. Disisi lain Ja Young hanya memandangi kepergian Chanyeol..

“Pria aneh..” Batin Ja Young.

♣ Y . O . L . O ♣

Baekhyun  mengantar Je Young pulang. Malam semakin larut~

“Terimakasih untuk hari ini Baekhyun-ah”

“Sama-sama Youngie, aku kagum padamu sayang” Baekhyun mencium kening Je Young.

“Aku juga hihi. Hati-hatilah pulangnya, annyeong Baekhyun-ah” Je Young menyempurnakan kedua matanya agar membentuk smile. Je Young terlihat begitu bahagia hari ini.

“Eum.. sampai jumpa sayang” Baekhyun tersenyum lembut padanya.

Je Young mulai turun dari mobil Baekhyun dan melayangkan satu tangannya *say good bye*. Je Young akan melihat kepergian Baekhyun pulang terlebih dahulu dan setelah itu baru iaakan masuk kedalam rumahnya. Baekhyun pun menyalakan mobilnya kembali kemudian menjalankan mobilnya lagi. Setelah tidak terlihat mobil Baekhyun, Je Young pun masuk kedalam rumahnya sebelum sampai membuka pintu rumah Je Young melihat sebuah mobil mini copper terhenti didepan rumahnya. “Eoh? seperti mobil Luhan Oppa??”

Je Young mendekati mobil itu dan ternyata benar yang keluar dari mobil itu adalah kakaknya.

“Eonni?” Panggil Je Young tiba-tiba sambil jalan mendekati kakaknya.

“Hei.. Je Young kau sudah pulang??” Ja Young melihat adiknya yang baru saja memanggilnya tiba-tiba.

“Oh Je Young?” Luhan turun dari mobil dan langsung mendekati Je Young yang berdiri disamping mobilnya.

“Oppa Luhan? Aku merindukan Oppa!” Je Young langsung memeluk tubuh pria chinese itu dengan kerinduan yang mendalam. Je Young memang gadis manis yang cukup berbeda dengan Ja Young yang selalu jutek pada siapapun orangnya. Luhan membalas pelukkannya dengan senyuman sempurna yang dimiliki Luhan lalu mengatakan.. “Oppa lebih merindukanmu.”

“Bagaimana pertemuannya tadi?” Tanya Ja Young pada adiknya. Dan Je Young hanya tersenyum malu didalam pelukkan Luhan.

“Wahhh.. sepertinya gadis kesayanagan Oppa Lu yang satu ini sedang berbunga-bunga terlihat senang sekali yaa??” Luhan memang pria yang senang sekali meledeki kedua wanita kembar kakak adik ini! Wajah Je Young memerah medengar hal itu. Hatinya terlalu bahagia jika mengingat semua kejadian hari ini bersama keluarga Baekhyun.

Lambat-lambat Je Young melepas pelukkannya dengan wajah malu.. “Apa Eonni cerita tentang??” Muka Je Young semakin memerah dan malu untuk mengatakannya~

“Ya.. Eonni memberi tahu Oppa Lu karena Oppa menanyakan mu selalu. Tadinya Eonni ingin mengajakmu jalan-jalan sepulang kuliah tadi, bersama Luhan Oppa tapi adik tersayangku sudah ada janji dengan pangerannya haha” Ledek Ja Young dan sontak membuat Je Young menyengir. Je Young begitu terlihat berbunga-bunga..

“Aaa– pasti menyenangkan, aku tidak bisa ikut. Huu?” Je Young memanyunkan bibirnya sesekali memandangi dua orang yang berada disampingnya.

“Bagaimana keluarga Baekhyun??” Tanya Luhan dengan seulas senyuman. Dengan yakin Je Young menjawab..

“Keluarganya sangat baik! ramah seperti Baekhyun. Aku senang Eonni, Oppa bertemu keluarga Baekhyun hihi. Baekhyun memiliki keluarga yang harmonis” Tutur Je Young.

“Syukurlah.. aku senang mendengarnya” Kata Ja Young tersenyum tulus.

“Oppa juga senang mendengarnya.. kau memang cocok dengan Baekhyun” Luhan membelai rambut Je Young dengan lembut.

“Terimakasih Eonni, Oppa.. Saranghae hihi” Je Young gadis yang begitu manis.

“Yasudah aku harus pulang ini sudah cukup malam. Istirihatlah adik-adik kesayangan Oppa Lu, bye..bye” Luhan berjalan menuju pintu stir mobil.

“Oppa tidak ingin main dulu?” Tanya Je Young sedikit lirih. “Sudah sangat malam besok Oppa harus kerja kembali. Nanti pasti Oppa main jika ada waktu” Luhan membuka pintu mobil.

“Jaga kesehatanmu Oppa.. carilah pacar jadi kau tidak selalu sendiri.” Ucap Je Young sedih melihat kepergian Luhan Oppa begitu cepat.

“Ide bagus sepertinya haha” Luhan terkekeh santai.

“Tidak perlu, Luhan Oppa adalah pria perayu handal jadi banyak gadis-gadis yang jatuh cinta padanya haha” Ja Young menggoda Luhan tapi terdengar mengejeknya.

“Oh? Berikan nomor handphone Cha Sulli jangan lupa Ja Young-yaaa hehe” Luhan mulai masuk kedalam mobilnya.

“Minta saja pada orangnya. Week!” Ja Young memanyunkan bibirnya pada Luhan yang seharian ini menjengkelkan.

Luhan membuka kaca mobil disebelahnya lalu berkata.. “Dasar pelit! baiklah aku akan sering-sering datang keresto mu jika kau tidak memberikannya malam ini juga haha” Cecar Luhan pada Ja Young dengan wajah misterus nya.

“YA. Baiklah, sampai jumpa dan terimakasih untuk harinya Oppa Lu” Ja Young akan selalu kalah jika berdebat dengan Luhan yang memang sangat pintar berbicara. Padahal Ja Young adalah gadis yang tidak suka kalah dalam hal berbicara. Luhan tersenyum lebar.

“Ok! sampai jumpa..”

Luhan mulai menyalakan mobil dan pergi meninggalkan Ja Young dan Je Young yang akan memasuki rumah mereka. “Cha Sulli itu siapa Eonni?” Tanya Je Young sambil membuka pintu rumah.

“Dia teman kerjaku”

“Cantik?”

“Cantik dan ramah pula”

Ja Young dan Je Young masuk kedalam rumah mereka.. “EOMMA KAMI PULANG..” Ucap kedua wanita kakad adik ini.

“Ya..! Kalian ini dari mana saja? Kenapa baru pulang??” Tanya Ibunya melihat kedua putrinya pulang larut malam.

“Eomma kami lelah nanti saja ya ceritanya” Sahut kedua putri Kim sambil berjalan menuju tangga kamar mereka. Ibunya yang sempat ingin memarahi kedua putri tidak jadi karena kedua putrinya terlihat begitu lelah hari ini.

“Ya.. baiklah istirahatlah” Ibu Kim membiarkan kedua putri nya beristirahat. Apapun yang mereka lakukan diluar sana Ibunya percaya jika kedua putri nya tidak akan melakukan hal buruk. Jadi Ibu Kim selalu merasa baik-baik saja. Setidaknya melihat kedua putrinya pulang dengan selamat itu sudah membuat Ibu Kim senang. Ibu Kim tersenyum melihat kedua putrinya yang baru saja masuk kedalam kamar mereka masing-masing yang berada diatas lantai dua.

Sesampai dikamar masing-masing mereka langsung mengganti pakaian tidur, cuci muka dan terbaring dikamarnya masing-masing mematikan lampu kamar.

♣ Y . O . L . O ♣

@KoreanFood

Pukul 09.00

Ja Young sudah bekerja kembali seperti biasa melayani para pelanggan yang datang. Cukup pagi untuknya bekerja hari ini. Ja Young sekarang terlihat sedang memakai pakaian restonya dan sedikit mempercantik tatanan rambutnya dan juga make up. Hari ini ia akan bertemu Chanyeol lagi dan lagi. Seperti biasa tiada hari tanpa hadirnya sosok Chanyeol dimanapun ia berada selalu ada Chanyeol disisinya. Hari-hari Ja Young pasti selalu dihiasa wajah Chanyeol yang terkadang ia rindukan. Benar itulah kenyataannya. Terkadang Ja Young merindukannya. Melihat Chanyeol rasanya sudah hal yang biasa untuk Ja Young. Pertemuan demi pertemuan yang Chanyeol sebut takdir membawa kedua insan saling memahami satu sama lain. Chanyeol datang lebih pagi dari biasanya.

“Apa Kim Ja Young hari ini bekerja?” Tanya Chanyeol pada Jin yang juga sudah diresto pagi ini.

“Dia baru saja sampai dan ada diruang loker sepertinya Tuan Muda” Jawab Jin sopan.

“Oh..” Sahut Chanyeol singkat lalu ia mulai berjalan kearah ruangan loker. Jin melihatnya hanya tersenyum sudah terlalu biasa Chanyeol menanyakan keberadaan Ja Young jika diresto ini pada pekerja lainnya. Semenjak Chanyeol dinobatkan sebagai Direktur KoreanFood. Awalnya Chanyeol dan Ja Young tidak terlihat begitu dekat hingga hari demi hari Chanyeol sering sekali datang ke resto miliknya untuk menemui Ja Young yang jarang sekali masuk kuliah padahal perkuliahan sudah meranjak akhir semester. Chanyeol selalu menatapnya penuh perhatian dan juga kesan menyukai sosok Ja Young yang terjabat sebagai pelayan resto dan itu membuat pekerja resto lainnya melihat betapa Chanyeol dan Ja Young terlihat semakin dekat tanpa mereka sadari. Chanyeol mengintip apa yang sedang Ja Young lakukan didalam sana.

“Tidak perlu berdandan. Kau tetap terlihat jelek” Ucap Chanyeol sambil berjalan kearah Ja Young yang sibuk akan lamunan dan tampilannya bekerja.

“Eoh? Apa yang kau lakukan ugh?” Sahut Ja Young ketus. Ja Young menelan saliva nya kasar karena ia baru saja memikirkan pria ini sudah ada datang tepat didepan kedua bola matanya.

“Aku bebas melakukan hal apapun yang aku mau Nona Kim” Kata Chanyeol sombong lalu tersenyum dengan pesona andalannya sambil berjalan mendekati Ja Young.

“Jangan mendekat! Jika mendekat kau–“

“Apa?” Sanggah Chanyeol yang sudah memojokkan Ja Young disetiap bagian pintu loker. Chanyeol meniup poni rambut milik Ja Young lalu tersenyum dengan tatapan menggoda gadis yang sungguh ia sukai..

“Apa semalam tidurmu nyenyak? Apa semalam kau memikirkan nyanyian yang aku nyanyikan kemarin malam. Kau tahu lagu itu–” Tutur Chanyeol terhenti karena Ja Young tidak ingin mendengarnya lagi.

“Aku harus bekerja,” Sanggah Ja Young sengaja karena tidak ingin mendengarkan kalimat terakhir Chanyeol! Kenyataannya Ja Young memang memikirkan hal itu~

Haruskah Chanyeol menanyakan hal itu padanya. Menyebalkan. Sampai bilang apa semalam tertidur nyenyak dan menyukai lagu ciptaannya? Ja Young melangkahkan kakinya meninggalkan Chanyeol diruang loker dengan wajah super jutek.

“Masih menghindariku?” Tanya Chanyeol dengan nada santai sambil berjalan mengikuti langkah kaki Ja Young berjalan. Ia berada tepat dibelakangnya.

“Aku harus bekerja.” Sahut Ja Young yang semakin mempercepat jalannya. Chanyeol tersenyum melihat pergerakan Ja Young dan ia masih tetap mengikutinya berjalan.

“YA TUAN PARK. Apa kau akan terus mengikuti seperti ini??” Ja Young berhenti berjalan tanpa membalikkan tubuhnya. Chanyeol tersenyum kembali lalu melepas satu ikatan Ja Young yang baru saja terkuncir rapi dirambut panjangnya.

“Aku tidak suka melihatmu mengikat rambutmu. Biarkan terurai saja. Akan aku balikkan ikatanmu nanti.” Ucapnya lalu Chanyeol berjalan mendahului Ja Young yang terhenti.

“YAK! BALIKKAN Chanyeol!” Ja Young sangat tidak suka jika ia bekerja rambutnya terurai karena menggangunya bekerja. Ja Young berlari kearah Chanyeol yang berjalan cepat mendahuluinya berjalan terlihat Chanyeol masuk kedalam ruang meeting.

“Kembalikan aku tidak suka mengerai rambutku ketika sedang bekerja. Merepotkan saja! Sini.” Ketus Ja Young lalu menarik lengan tangan kiri Chanyeol yang memegang kunciran miliknya. Mereka sudah berada didalam ruang meeting hanya ada Chanyeol dan Ja Young didalam sana.

“Sudah ku bilang akan aku kembalikan nanti.” Tidak kalah ketus dari nada suara Ja Young. Kenapa Chanyeol selalu seenaknya saja! Menjengkelkan. Ja Young mendesah kesal.

“Terserah” Sahut Ja Young kemudian melepas tangannya dan segera keluar dari pintu ruang meeting. Dengan pergerakan sangat cepat Chanyeol menutup pintunya dan sontak membuat Ja Young berbalik badan mengahadap Chanyeol yang berada dibelakangnya.

“APA LAGI?! Buka pintunya.” Desah Ja Young.. Ja Young sungguh tidak percaya kenapa Chanyeol begitu membuatnya jengkel! Sedangkan pagi ini ia sudah harus bekerja.

“Siapa pria yang bersamamu kemarin malam?” Tanya Chanyeol santai sedikit memiringkan kepalanya menatap manik mata coklat milik Ja Young yang terlihat malas melihatnya berbicara. Wajah Ja Young semakin kesal. Tidak percaya dengan pembicaraan Chanyeol kali ini. Ja Young benar-benar malas untuk meladeni Chanyeol saat ini. Hal yang sama yang selalu Chanyeol tanyakan dan itu membuat Ja Young merasa lelah tapi sebenarnya Chanyeol hanya ingin tahu siapa pria itu karena penasaraan tidak ada maksud lain.

“Bukan urusanmu.” Ja Young menghindari tatapan Chanyeol yang semakin menyudutkannya.

“Jelas urusanku Nona Kim.” Chanyeol memiringkan kepalanya lagi untuk menatap wajah gadis jutek ini. Chanyeol tersenyum miring dan itu membuatnya terlihat meremehkan Ja Young.

Ja Young memutar bola matanya malas~ “Apa kau cemburu lagi? Apa kau selalu akan seperti ini jika aku dekat dengan orang lain? Apa kau akan–” Ja Young berhenti berbicara karena Chanyeol meletakan satu telunjuk jarinya tepat dibibir Ja Young. Ja Young membulatkan kedua matanya. Ja Young terdiam seketika pandangannya hanya tertuju pada dua bola mata hitam milik Chanyeol.

“Kau memang gadis menyebalkan. Kemarin kau bilang merindukanku. Tapi kenapa kau harus jalan bersama pria lain? Kalau kau tanya aku cemburu atau tidak, jelas aku cemburu karena kau tahu aku mencintaimu.” Chanyeol mendesah hebat akan perkataannya barusan. Tatapannya semakin membuat Ja Young melemah. “Tapi perkataanmu tadi benar. Memang itu bu-kan uru-san-ku. Aku salah jika menilai itu adalah urusanku karena kau belum memilihku se-ba-gai ke-ka-sih-mu. Jadi kau tenang saja aku tidak akan mengusikmu lagi dan aku tidak akan menanyakan hal apakah kau menyukaiku sama seperti aku menyukaimu lebih dari itu.” Penuturan Chanyeol berhenti. Chanyeol yang tadinya hanya ingin menggoda gadis ini seperti biasa tapi justru malah berbalik arah. Chanyeol tidak menyangka akan mangatakan hal seperti ini padanya. Ja Young semakin terdiam dengan persaannya saat ini.

Ja Young tidak akan salah dengar??

Chanyeol akan melepaskannya~

Benar begitu~

“Tapi satu hal, aku masih memegang janjimu yang kau katakan saat itu.” Chanyeol mengulurkan satu tangannya pada Ja Young kemudian Chanyeol memberikan ikatan rambut milik Ja Young kembali. Chanyeol membuka pintu ruang meeting sedangkan Ja Young masih terdiam karena mendengar hal-hal yang Chanyeol ucapkan barusan padanya. Chanyeol benar-benar pergi begitu saja. Chanyeol benar-benar mengatakan hal menyakitkan dan juga membingungkan untuk Ja Young. Ja Young menggenggam kunciran yang sudah berada ditangannya saat ini.

Apa ini hanya mimpi? Tapi Ja Young memang terkadang menginginkan hal ini. Membuat dirinya lepas dari kehidupan seorang Park Chanyeol. Ja Young mulai membalikkan tubuhnya tanpa suara lagi darinya. Mungkin Luhan benar bahwa Ja Young tidak harus membohongi  perasaannya. Ya.. perasaan yang Ja Young rasakan sakit ketika Chanyeol melepasnya begitu saja~

Sakit.

Pedih.

Hatinya seperti ingin menangis.

Hatinya seperti hancur.

Setelah kejadian itu. Chanyeol duduk tersendiri diruang pribadinya. Menunggu Manager Lay datang menemuinya membawa berkas-berkas laporan keuangan resto.

Disisi lain Ja Young mulai bekerja tapi terlihat pandangannya begitu kosong. Ja Young masih merasakan tubuhnya sedikit lemah karena hal tadi. Sulit untuk tidak ia rasakan saat ini. Tapi Ja Young harus melupakan perasaan ini dulu karena ia harus bekerja!

♣ Y . O . L . O ♣

In House Kim

Pukul 10.00 pagi.

“Apa saja yang kalian lakukan kemarin Je Young-ah?” Tanya Ibu Kim pada Je Young yang terlihat sedang makan disoffa ruang tamu menikmati libur kuliah dimasa tugas rumah yang diberikan dosen diakhir pekan ini.

“Eonni pergi bersama Oppa Luhan jalan-jalan entah aku tidak tahu kemana haha” Jawab Je Young sambil terkekeh. Ibu Kim sepertinya hanya menyadari bahwa kedua putri tersayangnya pergi bersama-sama hingga pulang larut malam.

“Luhan? Luhan yang pernah berkuliah di Seoul University? Luhan pria yang sudah kalian anggap sebagai kakak??” Ibu Kim mulai duduk bersama Je Young menonton drama korea pagi ini yaitu ‘Remember’.

“Ya.. Xiao Luhan. Oppa Luhan pria berkebangsaan China sekarang ia bekerja disalah satu perusahan swasta dikorea Eomma” Je Young hari ini masih terlihat sangat bahagia.

“Nde, Eomma belum pernah melihatnya main kerumah hanya tahu namanya saja. Apa dia tampan? Apa Eonni mu berpacaran dengannya??” Ibu Kim bertanya pada Je Young dengan wajah super ingin tahu siapa pria yang bernama Luhan. Wajah Ibu kim terlihat lucu.

“Eohh?? Eomma mengada-ada saja, mana mungkin Eonni suka dengan Luhan Oppa. Kami sudah seperti saudara Eomma. Luhan Oppan sangat tampan sekali Eomma.” Je Young menyimpulkan senyumannya pada Ibu Kim yang sedang menatapnya.

“Oh, jadi kalian bertiga sudah sangat dekat seperti saudara. Kalau Eonni jalan dengan Luhan tanpa kamu tadi malam.. terus kamu pergi dengan siapa sampai pulang larut malam?” Wajah Ibu kim sangat terlihat aneh. Karena baru saja ia menyadari bahwa kedua putrinya tidak pergi bersama-sama melainkan dengan temannya masing-masing.

“Hehe aku main kerumah Baekhyun Oppa” Sahut Je Young sambil terkekeh cantik. Wajahnya begitu lugu.

“EOH?? JINJAH? Putri Eomma sudah mulai datang ketempat namjachingu-nya? Ugh??” Wajah Ibu Kim semakin terlihat lucu dimata Je Young. Je Young hanya tersenyum manis melihatnya.

“Ndee Eomma,” Jawabnya lembut. Je Young meletakkan piring makanannya dimeja. “Eomma mau lihat wajah keluarga Baekhyun Oppa?” Tanya Ja Young histeris dan Ibu Kim hanya menganggukkan kepalanya. “Tunggu sebentar.” Ja Young beranjak dari soffa langsung berlari kekamarnya mengambil sketsa wajah keluarga Baekhyun yang ia gambar kemarin hanya menggunakan sebuah pena.

“Wae?” Ibu Kim sudah melihat putrinya kembali duduk bersamanya dengan wajah super manisnya.

“Taraaaa~” Ja Young memperlihatkan hasil sketsa yang ia buat dalam betuk wajah. Ibu Kim mengambil lembaran ukuran sedang itu dan melihatnya. Ibu Kim tersenyum melihat sketsa itu..

“Kau yang membuatnya??” Tanya Ibu Kim tidak percaya jika putri nya sudah sangat lihai dengan cara-cara design yang dipelajarinya.. “Wajahnya terlihat nyata seperti foto saja,” Tutur Ibu Kim kembali dengan sangat lembut.

Je Young mulai menceritakan keluarga Baekhyun satu per satu~

Pertama Je Young menunjuk wajah Ibu Baekhyun yang bernama Byun Baekmi.. “Ibu Baekhyun namanya Byun Baekmi, Ibu yang ramah baik dan sama seperti Eomma wajahnya cantik sekali. Nyonya Byun begitu memiliki hati yang sangat baik Eomma terhadapku.” Je Young menyimpulkan senyuman manisnya. Melihat dan  mendengar itu Ibu Kim membelai rambut panjang putrinya sambil tersenyum.

Kedua Je Young mulai menunjuk wajah Ayah Baekhyun. “Ini Ayah Baekhyun namanya Byun Taesung, Ayah yang sangat terlihat bijaksana dan sangat menyayangi anak laki satu-satunya di keluarganya yaitu Oppa Baekhyun. Aku merasa Tuan Byun seperti sosok Ayah, Eomma..” Je Young mendesah lemah betapa rindunya ia dengan sosok Sang Ayah tapi sedetik kemudian Je Young kembali tersenyum karena bahagia mengenal Ayah Baekhyun.

Dan terakhir yaitu Je Young menujuk wajah namjachingu-nya dengan rasa malu dan lugu diraut wajah cantiknya terpancar.. “Haruskah aku menjelaskan pria yang berada ditengah-tengah mereka? Haha” Je Young tertawa manis sesekali memanyunkan bibirnya lucu dan Ibu Kim hanya tersenyum memandanginya lalu berkata.

“Coba jelaskan saja” Ibu Kim mencoba meledeki putri keduanya. Je Young kembali menujuk wajah Baekhyun lalu berkata..

“Oh.. ya baiklah hihi, Dia adalah Byun Baekhyun anak laki satu-satunya dikeluarga bermarga Byun.” Je Young tersenyum manis pada Ibunya dan Ibunya pun hanya mendengarkan dan juga sama-sama ikut tersenyum.. “Baekhyun adalah seorang anak yang lucu, baik, dan wajahnya sangat mirip dengan Ayahnya. Baekhyun memiliki sebuah keluarga yang sangat harmonis. Keluarga mereka terbilang kaya Eomma tapi Baekhyun  tidak pernah mengubar harta yang ia miliki. Baekhyun selalu bekerja keras untuk mencapai sesuatu yang ia yakini itu adalah keinginannya..” Je Young tiba-tiba memeluk tubuh Ibunya dengan kedua tangannya.. “Dan aku sangat mengagumi anak satu-satunya dari keluarga Byun. Ya.. dia Byun Baekhyun” Je Young begitu bahagia mengatakan hal itu. Sampai detik selanjutnya ia melepas pelukkannya dan berkata kembali..

“Ini adalah tugas kuliahku Eomma tinggal nanti aku sedikit rapikan lagi hihi”

“Oh.. jadi ini tugas kuliahmu. Ada-ada saja~” Jawab Ibunya sambil terkekeh. Ibu Kim memberikan kembali sktesa gambar itu pada Je Young.

“Apa putri Eomma bahagia?” Tanya Ibu Kim dengan lembut pada Je Young yang terlihat senang sekali melihat sketsa buatannya. Je Young menampikkan senyuman tulusnya.

“Eomma,” Je Young kembali memeluk Ibunya dengan kasih sayang.. “Boleh aku mengucapkan kata terimakasih pada Eomma karena sudah melahirkan ku kedunia ini dengan segala kebahagian bersama Eomma dan Eonni.” Tutur Je Young lembut. Je Young tidak akan pernah melupakan semua rasa sayang yang sudah Ibu dan Kakak nya berikan hingga sampai detik ini. Hidup Je Young selalu dijaga dan dioerhatikan dengan sangat baik hingga Je Young hanya menemukan satu titik yaitu kebahagian.

Ibu Kim hanya berdehem dan membalas pelukkan putri yang paling manja dengannya. Selalu bisa membuat Ibu Kim merasa nyaman karena kemanjaan putri kedua nya dari kecil sampai besar. Ibu Kim turut bahagia mendengar penuturan Je Young..

“Eomma sebelum aku bertemu Baekhyun hidupku selalu bahagia. Sangat! bahagia. Dan setelah bertemu Baekhyun rasanya kebahagianku bertambah aku selalu bersyukur pada Tuhan karena aku dipertemukan dengan Eomma yang menjadi Ibuku, Eonni yang menjadi kakak terhebatku, dan Baekhyun yang sudah satu tahun menjadi kekasihku. Bertemu dengan keluarga Baekhyun yang aku rasakan, sama seperti mengenal Baekhyun. Keluarganya begitu ramah dan baik hati.” Je Young mencoba mengangkat kepalanya dalam pelukkan Ibunya dan melepas pelukkannya.

“Kenapa?” Tanya Ibu Kim tiba-tiba melihat Je Young melepas dekapannya.

“Kau tahu Eomma? Rumah Baekhyun Oppa besar sekali! Sangat besar aku sampai tidak percaya akan hal itu~” Je Young membulatkan matanya dengan wajah lugunya.

“Mungkin Baekhyun memiliki kekayaan lebih” Jawab Ibunya santai.

“Kelaurga mereka sangat kaya, bahkan pembantu rumah tangga dirumah Baekhyun Oppa banyak sekali sekitar 8 orang atau bahkan lebih. Ckckck” Je Young berdecak hebat.

“Ohyaaa? Waahhh daebak! Benar-benar keluarga bahagia hahaha”

“Eomma hahaha”

Je Young merasa sangat lega dengan hari-harinya sekarang tidak ada lagi yang mengganggu pikirannya. Je Young terlihat bahagia melebihi apapun itu. Rasanya ia adalah gadis yang sangat beruntung sudah dilahirkan dan ditakdirkan bersama Baekhyun nya~

Ibu Kim Lily juga merasa sangat bahagia jika memang putri keduanya merasa nyaman bersama Baekhyun. Baekhyun memang pria yang selalu bisa membahagiakan putrinya. Hanya saja saat mendengar cerita Je Young saat ini tiba-tiba Ibu Kim memikirkan satu hal pada putri pertama nya yaitu Kim Ja Young..

Apakah Ja Young bahagia dengan kehidupannya?

Apakah kebahagian Ja Young akan seperti adiknya?

Apakah selama ini Ja Young merasa bahagia disetiap hari-harinya?

Ja Young selalu fokus pada kuliah dan pekerjaannya hingga tidak pernah berfikir untuk mempunyai seseorang seperti Baekhyun yang masuk kedalam hari-harinya Je Young~

Perbincangan Ibu Kim dan Je Young cukup sederhana tapi membuat keduanya terlihat bahagia.

♣ Y . O . L . O ♣

Pukul 13.00 siang hari~

Jongin hari ini akan menyempatkan datang keresto Ja Young untuk makan siang. Jongin hari ini berpakaian kaos biru tua dan celana jeans hitam. Memakai jaket kesayangannya berwarna putih dan sepatu cats hitam putih.

Ja Young yang masih terlihat sibuk bekerja, meskipun terlihat sangat isbuk terkadang ada hal yang mengganggu pikirannya. Perasaannya masih sama terasa pedih sesekali Ja Young mencoba untuk menenangkan hatinya sendiri. Membantah semua perasaan aneh ini. Hanya karena satu orang yaitu Park Chanyeol. Padahal Chanyeol tahu jika Ja Young tidak baik saat terlalu banyak beraktifitas dan memikirkan banyak hal karena akan membuatnya sakit seperti saat itu. Ya.. saat berada dipelukkannya Ja Young sakit sampai terlihat mimisan. Darah keluar dari hidung Ja Young secara tiba-tiba bahkan tubuhnya terasa begitu dingin seketika. Jika memikirkan hal itu Chanyeol tidak bisa membayangkan betapa sakitnya ia melihat wanita yang sangat ia cintai jatuh sakit hanya karena perbuatannya hari ini~

“Ini pesanan anda selamat menikmati” Ucap ramah Ja Young kemudian kembali ke pantri.

“Ja Young-ssi?” Suara perempuan memanggil nama Ja Young kemudian Ja Young melihat orang yang memanggilnya. Kedua bola mata Ja Young menangkap seorang wanita cantik..

“Kau memanggilku?” Sahut Ja Young. Ternyata dia.. Jung Serra.

“Eum.. duduklah dulu bersamaku,” Ucap Serra menawarkan Ja Young duduk bersamanya tapi..

“Tapi aku harus bekerja,” Ja Young tersenyum ramah lalu Ja Young membalikkan tubuhnya dan berjalan kembali.

“Hanya sebentar duduklah, bukankah seorang pelayan harus mematuhi pelanggannya yang datang?” Ucap Serra santai sambil meminum secangkir coffee yang ia pesan. Ja Young berdecak tak percaya dengan ucappan gadis ini! Terdengar santai tapi kata-katanya seperti menghujat. Tenanglah.. anggap saja ia tidak bicara apapun. Ja Young pun akhirnya duduk dibangku nyaman itu berhadapan dengan Serra yang masih santai dengan coffee nya.

“Ada apa? aku tidak punya banyak waktu kau tahu pelanggan disini bukanlah kau saja Nona” Ucap Ja Young sedikit kesal karena ucappan Serra yang terdengar tadi seperti menghinanya. Ja Young menatap Serra yang memang dari awal Ja Young sangat kagum pada kecantikan yang dimiliki Serra. Dia sangatlah cantik pantas jika Chanyeol menyukai wanita seperti dirinya~

“Aku hanya ingin tahu ada hubungan apa kau dengan Chanyeol?” Tanya Serra santai sambil meletakkan cangkir coffee nya yang baru saja ia minum.

“Tanya saja dengan Chanyeol nya langsung. Jika kau menyuruhku duduk bersamamu hanya untuk menanyakan tentang Chanyeol denganku maaf aku tidak bisa mengatakannya jadi kau tanya saja padanya. Aku permisi Nona” Ucap Ja Young tanpa nafas dan langsung berdiri dari bangku. Ja Young benar-benar heran dengan wanita ini. Kenapa menanyakan suatu hal tentang pribadi seseorang. Lagipula bukan sama sekali urusannya karena bagi Ja Young hubungannya dengan orang lain tidak layak diperbincangkan dengan orang yang cukup tidak dikenal olehnya.

“Gadis yang pintar berbicara.” Ucap Serra sarkatis dengan tatapan menyudutkan Ja Young.

Ja Young tetap diam dan tidak menanggapi ocehannya. “Bagaimana kalau kita bicarakan tentang Kim Jongin??” Serra kembali bergumam dan sontak membuat Ja Young menatapnya kembali wanita yang juga sedang menatapnya remeh.

“K-Kau??” Ja Young tidak percaya bagaimana bisa Serra?? Apa Ja Young salah dengar? Nama yang disebutkannya Kim Jongin??

“Kenapa? kau terlihat tidak suka ketika aku menyebut nama Kim Jongin mu itu~” Serra tersenyum manis sangat terlihat baik dalam mengucapkan kata-katanya.

Chanyeol yang sedang istirahat untuk makan siang pun keluar dari ruang meeting nya bersama Manager Lay. Chanyeol meregakkan tubuhnya dan mulai mencari sosok Ja Young yang sedang bekerja. Chanyeol membulatkan matanya! Apa ini?? Chanyeol melihat Serra direstonya lagi bersama Ja Young yang saling bertatapan~

Disisi lain Jongin sudah sampai didepan resto KoreanFood pun segera masuk kedalam resto. Mulai mencari sosok Ja Young yang ia tahu hari ini bekerja. Jongin datang menemui Ja Young karena ingin makan siang bersamanya dijam istirahat Ja Young bekerja. Jongin mulai tersenyum melihat Ja Young disana~

“Yeppeun” Ucap Jongin sambil tersenyum manis.

Ja Young yang masih bersama Serra pun melihat Jongin datang keresto?? Ja Young menatap Jongin dengan penuh tanda tanya. Jongin? Apa yang ia lakukan??

Serra melihat pria yang baru saja datang dan sepertinya Ja Young mengenal suara itu. “Aah.. dia pria yang bernama Kim Jongin itu bukan? Tidak kalah tampan dari Chanyeol dan juga mungkin dia pria yang menyukaimu? Ugh?” Jackpot. Serra sungguh luat biasa dalam bermain kata. Nada biacara terdengar santai tapi begitu jahat untuk didengar. Serra tersenyum jahat setelah penuturannya. Tidak mungkin? Secantik-cantiknya Serra dimata Ja Young ternyata wanita ini suka sekali membuat emosi Ja Young meluap karena cara bicaranya yang lembut tapi seperti menyudutkannya. Sebenarnya apa mau Serra??! Ja Young menatapnya penuh amarah! Ja Young sangat membenci kata-kata yang membedakan seseorang yang sangat berarti dalam hidupnya di banding-bandingkan tanpa Serra tahu apa-apa!

“Hei.. apa kau sudah istirahat?” Jongin bertanya pada Ja Young yang masih berdiri didekat Serra duduk. Ja Young mencoba tersenyum pada Jongin disaat sedang memiliki perasaan buruk.

“Kenapa kau selalu datang tiba-tiba?” Ja Young menarik tangan Jongin dan segera menjauhi Serra. Melihat reaksi Ja Young menjauhi Jongin darinya membuat Serra tersenyum semakin remeh.

“Aku merindukanmu yeppeun-ah” Jongin mengacak pucuk rambut Ja Young dengan gemas. Jongin yang baru datang tidak mengerti apa-apa? Jongin hanya ingin menemui sahabat terdekatnya. Jongin tidak tahu siapa wanita yang baru saja dekat dengan Ja Young tadi. Ja Young masih menarik satu tangan Jongin sambil berjalan kearah pintu luar resto.

Chanyeol begitu tidak percaya dengan sekarang yang ia lihat! Chanyeol melihat Ja Young bersama Jongin nya. Kim Jongin. Pria yang sudah lebih dulu mengenal sosok Ja Young~

“Ciuman saat itu rasanya hanya aku saja yang menikmatinya karena aku begitu menginginkanmu, tidak seharusnya aku melakukannya dengan gadis sepertimu Ja Young” Lirih Chanyeol yang melihat Ja Young bersama Jongin keluar dari resto. Chanyeol tahu itu adalah kesalahan besar yang sudah ia lakukan pada Ja Young. Chanyeol lepas kontrol dan juga tidak bisa menahan nafsu jiwa raga perasaannya pada gadis pertama yang Chanyeol sukai sampai seperti ini. Pandangan Chanyeol melemah seketika~

“Sudahlah~ lebih baik kau lupakan dia.” Suara seorang wanita terdengar mendekati Chanyeol yang terdiam berdiri memandangi kepergian Ja Young dan Jongin.

“Serra Noona?” Chanyeol membulatkan kedua matanya. Sejak kapan wanita ini berada dekat dengannya??

“Kau tampan, kau kaya, kau bisa mendapatkan gadis yang lebih menarik dan lebih dari dia Chanyeol-ah. Yaa.. meskipun itu bukan aku.” Serra tersenyun manis diakhir kalimatnya dan Chanyeol hanya memandang Serra dengan santai tanpa kata-kata.

“Mau makan siang bersamaku?” Tanya Serra dengan senyuman manisnya.

“Oh. Ani. Aku–” Chanyeol langsung menolak tapi Serra menyanggahnya.

“Tidak ada penolakkan kau jarang sekali bertemu denganku meskipun appartement kita berdekatan kau tetap memilihnya bukan? Jadi hanya sekedar makan saja.” Serra menyimpulkan senyuam terbaiknya dan tercantiknya. Serra yang tahu bahwa Ja Young pernah menginap di appartement Chanyeol. Sedangkan Chanyeol tidak mengerti apa yang dikatakan Serra karena suaranya juga kurang jelas saat mengatakan kalimat-kalimatnya.

“Eum, baiklah” Pasrah Chanyeol yang menyetujui tawaran Serra.

Akhirnya Chanyeol memesan makanan resto nya duduk bersama Serra. Serra memilih meja makan dimana meja makan tersebut adalah kenangan bagi Serra mengenal Chanyeol saat sebelum Chanyeol meninggalkannya begitu saja ke London. Selama tiga tahun lamanya..

Ya.. selama tiga tahun lamanya sudah penantian Serra terbalaskan saat ini Chanyeol nyata didepan kedua bola matanya. Chanyeol pria yang pernah masuk kedalam kehidupannya dengan secara sempurna Serra sangat mencintai segala percintaan tentang Chanyeol saat bersamanya dulu~

Chanyeol dan Serra saling makan pesanan masing-masing.

♣ Y . O . L . O ♣

“Ada apa kenapa kau membawaku keluar resto. Ugh?” Tutur Jongin pada Ja Young yang sudah membawanya keluar dari restaurant.

“Oh, kau tunggu saja disini aku akan kembali kita makan diluar saja.” Ucap Ja Young yang sudah mengetahui niat Jongin untuk makan siang bersamanya. Ja Young tersenyum kemudian balik keresto segera mungkin. “Palli!” Sahut Jongin dengan sedikit teriak.

Ja Young masuk kedalam resto~

DEG~

DEG~

Ja Young melihat Chanyeol bersama Serra makan siang bersama. Mereka terlihat akrab dan sepertinya Chanyeol senang bertemu dengan wanita lama nya itu. Perasaan Ja Young mulai tidak menentu. Ja Young melihatnya dengan jelas Chanyeol tersenyum baik satu sama lain hingga Ja Young tidak sadar menabrak seseorang yang baru saja berdiri dari bangkunya membawa sebuah minuman dingin~

DUG!

Byurr~

Air itu tumpah mengenai Ja Young dan pelanggan resto!

“HYA! Apa kau tidak punya mata. Ugh?!” Ucap seorang wanita yang terlihat berpakaian rapi sekali dan pakaiannya kotor begitu saja akibat minuman ice orange yang menumpahi pakaianya saat ini.

“LIHATLAH PAKAIANKU KOTOR!” Wanita itu membentak Ja Young dan membuat Chanyeol yang melihatnya kesal! Jongin yang mendengar ada keributan pun akhirnya masuk kedalam resto.

Mianhae, mianhae, jeongmal minahea Nona” Ucap Ja Young sambil sedikit merundukan kepalanya dan membersihkan pakaian wanita itu dengan kain yang selalu ia bawa dibagian pinggangnya tersangkut.Bodoh. Kenapa bisa terjadi seperti ini! Tangan Ja Young bergetar hebat saat membersihkan pakaian wanita itu.. “Mianhae..” Kata Ja Young kembali dengan nada yang lemah.

“Ada apa ini??” Ucap Chanyeol yang baru datang kearah Ja Young dan wanita itu.

“Sudah tidak perlu kau semakin mengotori pakaianku!” Wanita itu menepis tangan Ja Young dan Ja Young masih tetap merundukan kepalanya. “Mianhae~” Lirih Ja Young.

“YA! Karyawan ini sudah mengatakan maaf beberapa kali kepadamu. Tapi kau justru masih terus membentaknya!” Ketus Chanyeol dan sontak membuat Ja Young dan wanita itu melihatnya. Chanyeol meraih satu tangan Ja Young..

Mianhae~” Lirih Ja Young terus menerus dengan tubuhnya bergetar hebat hingga Chanyeol merasakannya. Ja Young tidak pernah melakukan kesalah seperti ini sampai ia dibentak oleh pelanggan resto.

“Cukup tidak perlu kau terus-terusan minta maaf,” Ucap Chanyeol dengan tegas sambil menatap Ja Young.

“Chanyeol-ah..?” Air mata Ja Young berling mendengar Chanyeol justru membelanya didepan umum bahkan didepan pelanggan resto KoreanFood. Semua mata tertuju pada keributan ini. Ja Young menelan saliva kasar, bibirnya bergetar.

Jongin melihat Ja Young ditengah keramaian dan ada pria itu kembali bersama Ja Young.. “Namanya Chanyeol,” Kata Jongin saat mendengar Ja Young menyebutkan nama pria yang sedang menggenggam satu tangan Ja Young saat ini. Jongin memandang Chanyeol yang baru saja menarik tangan Ja Young masuk ketempat yang Jongin tidak tahu kemana?? Jongin hanya diam tanpa kata. Hatinya terasa sakit. Apa yang sebenarnya terjadi??

Semua orang menatap kejadian itu termakasud Serra dan Jongin.

“Manager Lay tolong wanita itu dibereskan.” Ucap Chanyeol yang masih menarik satu tangan Ja Young dan Manager Lay hanya menganggukan kepalanya. Semua karyawan seperti mulai sangat menyadari bahwa Tuan Park sangat menyukai Kim Ja Young. Dengan kejadian seperti ini saja Chanyeol terlihat begitu membela Ja Young padahal kalau difikir itu juga kesalahan Ja Young karena tidak fokus berjalan saat fokusnya pada Chanyeol seorang.

“Biar aku bersihkan pakaianmu Nona.. maaf atas kesalahan pekerja KoreanFood tadi. Biar aku gantikan pakaian anda dengan pakaian yang baru. Sulli tolong belikan pakaian wanita untuknya.” Ucap Manager Lay dengan sangat sopan sesekali menyimpulkan seyumannya pada wanita it. Pelanggan wanita itu masih terlihat kesal atas apa yang terjadi. Wanita itu duduk ditempatnya kembali.

“Tunggulah sebentar Nona” Manager Lay menenangkan keadaan.

Sulli mengambil uang ditangan Manager Lay.. “Baik.. Pak, akan saya belikan.”

“Terimakasih Sulli-ya” Sulli hanya tersenyum dan berjalan keluar dari resto KoreanFood.

♣ Y . O . L . O ♣

Jongin yang masih terdiam dan mulai membalikkan tubuhnya dengan rasa tidak percaya?? Apa yang dilakukan Chanyeol pada Ja Young lagi~ Jonin yang baru saja ingin keluar tiba-tiba..

“Pria yang menarik tangan Ja Young mu itu adalah pria pemilik restaurant ini. Namanya ada Park Chanyeol.” Ucap Serra yang juga melihat kedatangan Jongin yang akan keluar dari pintu. Jongin menatap sosok Serra dengan rasa tidak mengerti? Tapi yang pasti gadis ini sedang berbicara tentang Ja Young.

“Siapa Kau?” Ucap Jongin kasar.

“Kau tidak perlu tahu aku siapa. Tapi…” Serra menatap wajah Jongin dengan sangat tajam lalu tersenyum manis. “Satu hal yang kau perlu tahu. Pria itu sangat menyukai Ja Young dan Ja Young juga sepertinya menyukai majikannya. Park Chanyeol~” Lolos perkataan Serra dengan kalimat akhir terdengar sarkatis. Majikannya?? Serra langsung meninggalkan Jongin begitu saja. Jongin sangat kesal dengan kalimat Serra yang terdengar menyakitinya. Serra tersenyum paksa dengan kepergiannyasaat ini karena ia juga sangat kesal karena kejadian Ja Young tadi membuatnya merasa terganggu. Serra baru saja menikmati sajiannya bersama Chanyeol. Menghilangkan atas segala kerinduannya selama tiga tahun lamanya~

Jongin keluar dari resto mencari gadis itu kembali yang lebih dulu keluar darinya.. “Dimana gadis itu! Siapa sebenarnya dia? Kenapa bisa dia mengetahui namaku??” Jongin terdiam kembali didepan resto KoreanFood.

♣ Y . O . L . O ♣

“Apa yang kau lakukan. Ugh??” Ucap Ja Young sambil melepas tangan Chanyeol kasar yang sedari tadi menariknya sampai ruang meeting. Lengan tangan kanan itu terlihat memerah.

“Jangan melawan dan bersihkan pakaianmu.” Tutur Chanyeol terdengar lebih keras.

“Harus berapa kali kau menolongku. Ugh?” Lemahnya.

“Harus berapa kali kau datang untukku. Ugh!” Suaranya semakin melemah dan perasaannya terasa sakit.

“Hiks.. Sampai kapan kau harus seperti ini Park Chanyeol??” Lirih Ja Young sambil menatap mata Chanyeol sungguh dalam perasaan Ja Young sudah tidak bisa ia kendalikan. Air mata yang sejak tadi berlinang akhirnya menetes. Kedua manik mata kecoklatan Ja Young berkedip-kedip. Tubuhnya terasa bergetar.

“Ada apa denganmu Huh?! Aku tidak mengerti dengan pertanyaanmu.” Cecar Chanyeol yang justru mendesah tak percaya! Chanyeol benar-benar tidak mengerti kenapa justru Ja Young sekarang malah menangis dan membentaknya hebat! Ja Young benar-benar lelah dengan ini semua. Ja Young sungguh menatap kedua mata Chanyeol dengan tatapan penuh penyesalan.

“Kau ini majikanku! Dan tidak seharusnya kau malah membela kesalahanku pada pelanggan resto mu. Ingat kau itu Direktur dan aku hanyalah pelayan. Aku lelah Chanyeol-ah. Sungguh. Mungkin sekarang semua karyawan sedang bertanya-tanya ada apa dengan Tuan Muda Park! Ugh??! Apa kau ingin kejadian dikampus–“

Chanyeol tiba-tiba memeluk Ja Young dengan erat! Mendekapkan kepala Ja Young didada bidangannya.  Ja Young meneteskan air matanya.. sungguh menyedihkan. Semua penyesalan Ja Young saat ini membuatnya semakin terasa menyakitkan. Kenapa harus Chanyeol yang masuk kedalam kehidupannya?! Sepertinya air mata ini adalah air mata yang terjatuh untuk kesekian kalinya jika bersama Chanyeol kenapa Ja Young mudah sekali untuk menangis atau meneteskan air matanya. Ja Young merasa sangat sesak~

“Kita berbeda Park Chanyeol..” Lemah Ja Young dalam pelukkan Chanyeol. Chanyeol masih merasakan tubuh gadis ini bergetar hebat. Bahkan Chanyeol merasakan rasa sakit yang sama setelah mendengar semua penuturan Ja Young barusan.

“Kehidupan kita sudah sangat menjelaskan. Cukup melihat adikku saja aku sudah sangat sakit. Kau dan aku–” Tangisan Ja Young semakin menjadi jika mengingat setiap masalah adik tersayangnya berhubngan dengan Baekhyun pangerannya. Chanyeol semakin erat memeluk Ja Young dalam dekapannya sesekali ia mencium pucuk rambut milik Ja Young.

“Jadi karena hal itu~”

“Bukan hanya itu! Aku juga tidak bisa menyakiti perasaan Jongin!” Good! Cukup sudah semua ini. Ja Young sudah membawa nama Kim Jongin dalam keadaan seperti ini.

Chanyeol terdiam.

Pelukkan melemah.

“Apa kau mau aku benar-benar tidak perduli dengamu? Apa kau benar-benar ingin aku tidak mengenalmu? Setelah apa yang kita lewati Kim Ja Young.. jawab aku..” Lirih Chanyeol dengan suara yang tidak bisa Ja Young dengar begitu jelas.

“Aku tidak berbicara seperti itu.. tapi aku butuh waktu untuk semua hal yang aku sendiri tidak tahu harus bagaimana??”

“Baiklah~”

Chanyeol melepas pelukkannya~

Benar-benar terlepas~

Chanyeol menatap wajah Ja Young yang cukup terlihat menyedihkan. Chanyeol membuatnya menangis~

Chanyeol menyakitinya tanpa ia sadari~

Gadis yang ia cintai menangis karenanya~

Chanyeol pun akhirnya meninggalkan Ja Young sendiri disana~

Ja Young benar-benar menangis apa yang sudah ia rasakan ini! Hatinya begitu sakit! Lebih dari sekedar sakit! Ja Young harus menyelesaikan semua ini! Ja Young tidak ingin semua ini terus berlarut! Ja Young benar-benar lelah! Rasanya begitu sulit untuk tidak ia rasakan dan ingat didalam pikirannya dan hatinya!

Ja Young harus memberikan kepastian untuk semua ini!

.

.

.

.

.

*To Be Countinue*

Aku gak tahu harus mendeskripsikan suara Chanyeol Oppa itu seperti apa? hehe maafkan jika tulisanku mengatakan suara Chanyeol bernyanyi “Serak-serak merdu” haha :D ok jangan pada mewek dengan chapter 11 ini. Aku sayang Chanyeol tapi kadang Chanyeol suka gajelas sama perasaannya jdnya gitu. Ja Young perasaan bingung? Padahal adik tersayangnya udah begitu bahagia dan Ibu Kim memiliki naluri mengingat kebahagian untuk anak pertamanya.

Sedihlah sama chpter ini:’) tapi aku bakalan buat klimaks nya nanti dichapter selanjutnya! jd yang penasaraan ditunggu aja okayyy^^ 

FEEDBACK! SIDER BERTEBARAN YA BT-,-

@sasarahni

images (4)

chanyeol – listen to the letter (soundcloud)

Stockholm Syndrome #1

$
0
0
Title: Stockholm Syndrome | Author: reniilubis | Cast: Bae Suzy, Kim Myungsoo, Hoya (Lee Howon), Kim

Stockholm Syndrome #2

$
0
0
Title: Stockholm Syndrome | Author: reniilubis | Cast: Bae Suzy, Kim Myungsoo, Hoya (Lee Howon), Kim

Bittersweet - Chapter 2

$
0
0
BITTERSWEET – CHAPTER 2 “No, please Dr. Shin, I can’t stand seeing blood” yo

Y . O . L . O (You Only Love Once) #12 - by sasarahni

$
0
0

Y . O . L . O

11898822_1068049196546068_7749762639367945720_n

You Only Love Once!

“Hidup ini hanya sekali, Matipun sekali, dan Cinta juga hanya sekali”

Chapter 12

.

.

Penulis : @sasarahni (Sarah Irani) 20th

Sarahirani26@wordpress.com


Preview: * Teaser * Chapter1Chapter2 * Chapter3 * Chapter4 * Chapter5 * Chapter6Chapter7 * Chapter8 * Chapter9aChapter9b * Chapter10 * Chapter11 * Now: Chapter12 *

MAIN CAST

Park Chanyeol & Kim Ja Young (YOU)

Byun Baekhyun & Kim Je Young (YOU)

OC: Kim Jongin, Lay, Xi Luhan (EXO)

Ny.Kim Lily, Ny.Park Yoora, Jung Serra dll…

Drama, Romance, Hurt, Friendship, AU, Family, Complication, and other…

RATING : PG-17 LENGHT : Chaptered

Soundefek :
 Shannon – Daybreak Rain
Hujan turun seakan membangunkan fajar
Air mata jatuh dan aku semakin merindukan mu..
Aku tidak bisa mengatasinya
Aku meyakin kan diriku akan melupakan mu besok
Tidak apa apa..
Aku mencoba untuk tidur tapi hanya air mata menetes
Tapi kau membuatku menangis lagi, aku bersedih lagi
Hanya aku yang tersakiti,
Aku tidak bisa melupakan mu..
Kesepian, kesepian dan kesepian
Sebuah malam yang sepi tanpa mu
Jangan lupakan aku, jangan lupakan aku..
Preview Chapter11 

“Apa yang kau lakukan. Ugh??” Ucap Ja Young sambil melepas tangan Chanyeol kasar yang sedari tadi menariknya sampai ruang meeting. Lengan tangan kanan itu terlihat memerah.

“Jangan melawan dan bersihkan pakaianmu.” Tutur Chanyeol terdengar lebih keras.

“Harus berapa kali kau menolongku. Ugh?” Lemahnya.

“Harus berapa kali kau datang untukku. Ugh!” Suaranya semakin melemah dan perasaannya terasa sakit.

“Hiks.. Sampai kapan kau harus seperti ini Park Chanyeol??” Lirih Ja Young sambil menatap mata Chanyeol sungguh dalam perasaan Ja Young sudah tidak bisa ia kendalikan. Air mata yang sejak tadi berlinang akhirnya menetes. Kedua manik mata kecoklatan Ja Young berkedip-kedip. Tubuhnya terasa bergetar.

“Ada apa denganmu Huh?! Aku tidak mengerti dengan pertanyaanmu.” Cecar Chanyeol yang justru mendesah tak percaya! Chanyeol benar-benar tidak mengerti kenapa justru Ja Young sekarang malah menangis dan membentaknya hebat! Ja Young benar-benar lelah dengan ini semua. Ja Young sungguh menatap kedua mata Chanyeol dengan tatapan penuh penyesalan.

“Kau ini majikanku! Dan tidak seharusnya kau malah membela kesalahanku pada pelanggan resto mu. Ingat kau itu Direktur dan aku hanyalah pelayan. Aku lelah Chanyeol-ah. Sungguh. Mungkin sekarang semua karyawan sedang bertanya-tanya ada apa dengan Tuan Muda Park! Ugh??! Apa kau ingin kejadian dikampus–“

Chanyeol tiba-tiba memeluk Ja Young dengan erat! Mendekapkan kepala Ja Young didada bidangnya.  Ja Young meneteskan air matanya.. sungguh menyedihkan. Semua penyesalan Ja Young saat ini membuatnya semakin terasa menyakitkan. Kenapa harus Chanyeol yang masuk kedalam kehidupannya?! Sepertinya air mata ini adalah air mata yang terjatuh untuk kesekian kalinya jika bersama Chanyeol kenapa Ja Young mudah sekali untuk menangis atau meneteskan air matanya. Ja Young merasa sangat sesak~

“Kita berbeda Park Chanyeol..” Lemah Ja Young dalam pelukkan Chanyeol. Chanyeol masih merasakan tubuh gadis ini bergetar hebat. Bahkan Chanyeol merasakan rasa sakit yang sama setelah mendengar semua penuturan Ja Young barusan.

“Kehidupan kita sudah sangat menjelaskan. Cukup melihat adikku saja aku sudah sangat sakit. Kau dan aku–” Tangisan Ja Young semakin menjadi jika mengingat setiap masalah adik tersayangnya berhubungan dengan Baekhyun pangerannya. Chanyeol semakin erat memeluk Ja Young dalam dekapannya sesekali ia mencium pucuk rambut milik Ja Young.

“Jadi karena hal itu~”

“Bukan hanya itu! Aku juga tidak bisa menyakiti perasaan Jongin!” Good! Cukup sudah semua ini. Ja Young sudah membawa nama Kim Jongin dalam keadaan seperti ini.

Chanyeol terdiam.

Pelukkannya melemah.

“Apa kau mau aku benar-benar tidak perduli dengamu? Apa kau benar-benar ingin aku tidak mengenalmu? Setelah apa yang kita lewati Kim Ja Young.. jawab aku..” Lirih Chanyeol dengan suara yang tidak bisa Ja Young dengar begitu jelas.

“Aku tidak berbicara seperti itu.. tapi aku butuh waktu untuk semua hal yang aku sendiri tidak tahu harus bagaimana??”

“Baiklah~”

Chanyeol melepas pelukkannya~

Benar-benar terlepas~

Chanyeol menatap wajah Ja Young yang cukup terlihat menyedihkan. Chanyeol membuatnya menangis~

Chanyeol menyakitinya tanpa ia sadari~

Gadis yang ia cintai menangis karenanya~

Chanyeol pun akhirnya meninggalkan Ja Young sendiri disana~

Ja Young benar-benar menangis apa yang sudah ia rasakan ini! Hatinya begitu sakit! Lebih dari sekedar sakit! Ja Young harus menyelesaikan semua ini! Ja Young tidak ingin semua ini terus berlarut! Ja Young benar-benar lelah! Rasanya begitu sulit untuk tidak ia rasakan dan ingat didalam pikirannya dan hatinya!

Ja Young harus memberikan kepastian untuk semua ini!

.

.

.

Episode 12 Y.O.L.O♥

POV Kim Ja Young

Pukul 14.00

Aku membersihkan pakaianku dan juga wajahku yang sudah terlihat menyedihkan diruang meeting dimana Chanyeol meninggalkanku sendiri setelah kejadian yang tidak terduga. Mataku sepertinya sedikit bengkak. Pakaianku sedikit basah. Mungkin waktu makan siangku juga sudah hampir habis. Aku juga sedang tidak bernafsu untuk makan. Rasanya pikiranku sekarang-sekarang ini sudah terasa penat dan tidak karuan~

“Perasaanku sudah mencapai batasnya. Sudah teramat sangat lelah. kenapa aku harus membentaknya tadi. Padahal jelas-jelas ia mencoba menolongku..” Ucapku lirih sambil mengingat kejadian tadi~

“Kim Ja Young?? Gwenchanayoo?” Tanya Sulli tiba-tiba masuk. Sulli baru saja menyelesaikan tugas yang diberikan Manager Lay membeli pakaian baru untuk satu pelanggan wanita.

Sulli datang menemumi Ja Young karena atas perintah dari Chanyeol Direkturnya untuk memberikan makan siang yang ia bawakan untuk Ja Young. Diam-diam Chanyeol masih menghawatirkan keadaan Ja Young tanpa sepengetahuan dari Ja Young sendiri.

“Eoh?? Aku tidak apa-apa. Ada apa Sulli-ah?” Tanyaku santai sambil membersihkan pakaianku.

“Ini aku bawakan makan siang” Ucap Sulli dengan senyuman baiknya. “Dimakanlah..” Sulli memberikan mie ramen berukuran sedang yang sudah siap untuk dimakan.

“Untukku? Tapi..”

“Eum. Habiskan baru kau boleh bekerja. Itu perintah.” Ucap Sulli kembali dengan nada terdengar memerintah lalu ia meninggalkanku begitu saja.

“Terimakasih Sulli” Aku mencoba mengukir senyumanku untuknya. Kemudian aku duduk disalah satu bangku diruang meeting untuk makan ramen pembelian Sulli. Kata Sulli ini adalah perintah jadi mau tidak mau aku harus menghabiskannya. Entah perintah dari siapa?? Mungkin perintah Manager Lay, Manager yang sungguh baik hati.

Eum.. Ohyaa?” Sulli kembali berjalan kearahku dan duduk dibangku sampingku duduk. Ada apa dengannya?? Pasti ada yang ingin dia tanyakan.. “Kau punya hubungan khusus ya dengan Tuan Park?? Seperti kalian dekat hihi” Sulli bertanya dengan wajah meledek.

Benar saja tebakanku! Mungkin Sulli sudah merasa bahwa Chanyeol mulai selalu menggangguku disetiap jam waktu kerja. Ya.. Chanyeol memang sering terlihat bersamaku semenjak ia menjadi pewaris resto ini.

“Entahlah~” Jawabku santai.

“Jika benar juga tidak apa-apa Ja Young-ah.. aku lihat sepertinya Tuan Park sangat perhatian denganmu” Sulli memasangkan muka meledeknya kembali sambil menyenggol sedikit bahuku. Apa-apaan ini? Menyebalkan. Apakah sekarang waktunya yang tepat untuk membicarakan tentang Chanyeol dan hubunganku~

“Entahlah Sulli-ah” Jawabku masih sama, sambil memakan ramen pemberian Sulli tanpa nafsu. Tapi aku harus makan! Jika tidak aku akan sakit tiba-tiba dihari-hari melelahkan ini.

“Apa kau menyukainya?” Tanya Sulli kembali dengan wajah polos sontak aku menatapnya dan membuatku sedikit berfikir untuk mengatakan sesuatu hal padanya..

“Aku ingin bertanya sesuatu tapi kau jangan bicara pada siapapun. Janji?” Masih sambil memakan ramen pemberian Sulli.

“Apa? Aku bukan tipe orang yang mengumbar janji seseorang Kim Ja Young!” Sahutnya ketus. Sulli memang tipekal wanita yang seperti itu. Dia tidak pernah sekalipun mengikari janji seseorang padanya dan mengumbar cerita siapapun orangnya, jadi aku senang jika bercerita padanya atau dia bercerita denganku selama berkerja.

“Apa aku terlihat menyukainya?? Apa aku salah jika menyukainya??” Tanyaku padanya dengan tatapan penuh tanda tanya karena aku ingin mendengar jawaban dari orang lain meskipun aku bertanya dengan teman dekatku bekerja setidaknya Sulli mewakili orang diluar sana. Aku melihat wajah Sulli terdiam dengan rasa tidak percaya?? Apa ini?? Jadi..

“EOH?? Kau benar menyukainya Nona Kim??” Sulli justru bertanya kembali sambil mengedipkan matanya dengan senyuman aneh. Rasanya aku acuh dengan pertanyaan Sulli satu ini. Seharusnya Sulli menjawab pertanyaanku terlebih dahulu.

“Entahlah~ tapi sepertinya benar. OH OTTOKEI!” Desahku sambil menutup wajahku dengan kedua tanganku dan mengambil nafas sepanjang mungkin lalu menghempaskannya.

“Jika kau menyukainya itu menurutku wajar Ja Young. Tuan Park pria tampan, kaya, dan sangat berkharisma siapa coba yang tidak menyukai sosok seperti Park Chanyeol..” Ucap Sulli yakin. Terdengar halus dan aku menyukai jawaban Sulli saat ini.

Aku terdiam mengenang beberapa kenangan saat pertama kali bertemu Chanyeol dari pertemuan awal masuk kuliah, lalu Chanyeol menjadi direktur atau majikanku bekerja, dan sekarang aku dekat dengannya. Chanyeol selalu mengatakan itu adalah takdir dan kita tidak bisa menyalahkan takdir yang sudah Tuhan gariskan untuk kita~

Argh! Mungkin perasaanku kali ini tidak bohong.

Bahwa aku menyukainya juga~

Aku yakin dengan perasaanku saat ini.

“Hei! melamun lagi~” Sulli melayangkan tangannya didepan mukaku yang terlihat terdiam memikirkan sesuatu hal. “Kau habis menangis ya? Matamu sedikit bengkak??” Sulli memperhatikan mataku? Karena dari samping terlihat sedikit berbeda. Aku sadar jika mataku memang bengkak karena aku jarang sekali menangis. Aku hanya diam tidak membalas pertanyaan Sulli.

“Ohya, Sulli bolehkah aku memberikan nomor handphone mu pada Oppa ku” Aku mengahlikan pembicaraan.

“Oppa? Siapa??” Tanya Sulli heran?

“Pria yang pernah makan malam bersamaku disini. Dia namanya Luhan”

“Luhan? Ahya aku ingat. Berikan saja tapi apakah dia orang baik? Sepertinya saat kau bersamanya kau seperti mengenalnya sangat dekat?”

“Dia baik, sangat baik. Dan dia adalah perayu yang handal Sulli, kau kan suka dengan pria romantis-romantis seperti yang ada di drama yang sering kita tonton hahaha” Aku tertawa lebar akan lelucon yang aku buat untuk teman dekat bekerjaku. Aku senang jika Sulli bisa dekat dengan Luhan. Luhan adalah pria yang bisa menjaga hati seorang wanita dengan baik. Sulli memang gadis yang menyukai hal-hal romantis dan jika bertemu dengan Luhan pasti ia akan jatuh hati pada Luhan yang pintar dalam memanjakan wanitanya~

“HAHA.. Berbicara lama-lama denganmu selalu saja menjengkelkan” Ucap Sulli dan langsung menghilang begitu saja~ “Habiskan ramen nya!” Teriak Sulli sambil berjalan keluar ruang meeting. Aku hanya mengangkat satu jempol ku *sip*.

15 menit aku selesai makan, aku kembali berkerja..
.
.
DRET!
.
.

From: Kkamjong
Kenapa kau begitu lama. Apa kau sudah makan? Yasudah aku pulang saja.

“Astaga.. aku lupa!!” Melihat pesan Jongin membuatku bodoh. Aku lupa akan Jongin yang mungkin menungguku kembali untuknya. Aku langsung berlari secepat mungkin keluar dari resto. Aku melihat punggung Jongin yang sudah sangat jauh!

“Mianhae~” Aku benar-benar bodoh! Jongin pasti menungguku sejak tadi?? BODOH! Aku memukul keningku dengan tepalak tanganku. Apa Jongin melihat kejadian tadi? Apa benar Jongin menungguku kembali? “Mianhae Jongin-ah..” Lirihku masih melihat punggung Jongin yang benar-benar sudah terlihat jauh dari panadangku.

.
.

DRET~

.
.

From: Kkamjong
Yeppeun.. saranghae! jeongmal♥

Aku membaca pesan dari Jongin lagi~

Apa ini?? Aku terdiam menatap pesan darinya. Perasaanku tidak terarah. Kenapa Jongin mengirim pesan seperti ini?? Tuhan.. apa aku menyakitinya lagi? Tidak biasanya Jongin mengirim pesan seperti ini padaku. Singkat dan meyakinkan.

Aku tidak bisa terus seperti ini~

Ini membuatku seperti menghancurkan persahabatan yang sudah lama ku jalin bersamanya~

Aku menyayangi Jongin.. hanya saja rasa sayangku tidak bisa lebih dari sekedar persahabatan~

To: Kkamjong
Nanti malam kita bicara ditaman dekat Sungai Han.

Jongin hanya membaca pesannya dan tidak membalasnya~

To: Kkamjong
Aku akan menunggumu disana.

Pesan terakhir dariku untuk Jongin. Aku mematikan handphone ku dan kembali bekerja. Chanyeol juga tidak terlihat sejak tadi aku kembali bekerja. Mungkin Chanyeol kesal denganku. Sudahlah~

“Eoh Chanyeol??” Aku melihatnya bersama mobil sport merah miliknya. Sepertinya Chanyeol akan pulang kembali ke appartement nya siang ini. Tatapannya begitu dingin~

♣ Y . O . L . O ♣

Flashback

Saat Chanyeol meninggalkan Ja Young diruang meeting dan Chanyeol langsung keluar dari resto nya dengan tatapan sangat dingin! Chanyeol begitu terlihat kesal atas kejadian tadi bersama Ja Young. Perasaan Chanyeol sudah tidak bisa ia paksakan. Jika Chanyeol memaksakan lagi dan lagi itu akan membuat Ja Young lebih tersakiti.

Sedangakan Ja Young masih berada diruang meeting membersihkan pakaiannya dan Sulli datang menemuinya~
Chanyeol tidak percaya kenapa gadis itu selalu saja membuatnya kesal! Atas apa yang Ja Young ucapkan dalam penuturannya yang terdengar menyakitkan bagi Chanyeol.

“Park Chanyeol!” Seorang pria memanggil nama Chanyeol. Dia adalah Kim Jongin. Jongin melihat Chanyeol keluar dari resto.

Chanyeol mencari arah suara itu..

Chanyeol melihat kearah Jongin.

“Kau memanggilku?!” Decak Chanyeol kasar dengan tatapan muka tidak santai.

“Siapa kau sebenarnya? Pasti kau tahu siapa aku bukan.” Tutur Jongin to the point dengan tatapan lebih menyeramkan. Dua pria tersebut sepertinya dalam keadaan perasaan yang cukup buruk jika terlihat dari raut wajah mereka. “Aku lebih dulu mengenalnya jangan berharap kau bisa mengambil perasaannya dariku” Kata Jongin kembali, tatapannya masih sama. Tatapan tidak suka pada Chanyeol yang sudah mengobrak-abrik kehidupannya bersama Ja Young wanita yang sudah lama ia cintai dalam hidupnya.

Jongin menatap Chanyeol sedingin mungkin! Chanyeol kesal!  Dengan perkataan Jongin barusan. Chanyeol berdecak kembali. Chanyeol mencoba menahan emosi nya saat ini.

“Ya. Aku tahu siapa kau. Kau Kim Jongin sahabat dari Kim Ja Young. Ya.. sahabat untuk selamanya!” Ketus Chanyeol pada Jongin dan sontak membuat Jongin kesal! Chanyeol melanjutkan kembali penuturannya.. “Kau seharusnya yang sadar jika Ja Young itu hanya menganggapmu sebagai sahabat terbaiknya dan itu tidak akan merubah keputusannya.”

“KAU!”

.
.

BUG!! *Pukulan dari Jongin melayang*

Tepat mengenai bagian pipi hingga bibir Chanyeol terluka.

.
.

Semua orang yang berada disekitar mereka pun melihatnya dan merasa sangat kaget dengan pukulan tiba-tiba Jongin barusan.

Chanyeol tidak membalas pukulan Jongin. Chanyeol hanya tersenyum dingin lalu menatapnya kembali..

Jongin kembali berbicara terus terang..

“Aku lebih dulu mencintainya!! Dan aku lebih pantas dengannya. Kau hanya akan selalu membuatnya MENANGIS! INGAT BAIK-BAIK UCAPANKU!” Lolos perkataan itu dari mulut Jongin.

Chanyeol tetap diam mendengar itu dan ia pergi begitu saja meninggalkan Jongin! Perasaannya begitu meluap bahkan Chanyeol ingin sekali membalas pukulannya tapi Chanyeol sadar kalau ia adalah orang ketiga yang datang dalam dikehidupan Jongin dan Ja Young yang sudah bersahabat sejak lama! Jika saja waktu bisa Chanyeol putar kembali untuk tidak bertemu dengan Ja Young sejauh ini mungkin perasaannya pada Ja young juga tidak akan sejauh ini. Hingga Chanyeol dengan beraninya mengeluarkan semua perasaannya pada Kim Ja Young seorang.

Chanyeol sadar jika dirinya memang selalu membuat Ja Young menangis tanpa sadar.

Chanyeol juga sadar jika dirinya sudah merusak persahabatan Jongin dan Ja Young meskipun Ja Young dan Jongin mencoba tetap bersama dalam keadaan sulit saat ini.

Menyakitkan.

Menyedihkan.

Memalukan.

Chanyeol menghembuskan nafasnya panjang jika mengingat hal-hal itu~

Tapi cinta tidak bisa dipaksa jika memang Ja Young hanya akan selalu menganggap Jongin itu sebatas sahabat terbaiknya dan tidak lebih!

Jongin melihat kepergian Chanyeol lebih dulu darinya~

Rasa kesal Jongin masih begitu terasa dan dia baru tersadar jika ia kesini karena ingin makan siang bersama Ja Young kemudian Jongin menulis pesan pada Ja Young dan membatalkannya begitu saja. Lagi pula pasti Ja Young sudah lupa dengan nya~

Flashback end.

♣ Y . O . L . O ♣

POV Park Chanyeol

In Aparttement

Pukul 15.00

“Harus berapa lama aku menunggu jawaban Ja Young! Butuh waktu sampai kapan!!” Ucapku kesal sambil merasakan sakit dipipi hingga menuju ujung bibirku terluka sampai mengeluarkan bekas darah sedikit karena pukulan Jongin tadi begitu kencang.

Aku merasakan tubuhku perlu air dingin untuk mencairkan sedikit penat diotakku maupun perasaanku saat ini. Aku bergegas mandi. Menyegarkan tubuhku dengan air dingin yang mengucuri disekitar tubuhku, memandang wajahku dicermin karena ada luka sedikit membuat wajah tampanku memudar.

“Baru saja wajahku sembuh karena perkelahian lusa lalu.. dan sekarang wajahku kembali terluka. SIAL!!” Umpatku dengan kekesalan yang cukup aku tahan karena aku tidak sama sekali membalas pukulan si Jongin brengsek itu!

Selesai mandi dan sudah terlihat lebih segar aku memakai kaos putih polos dan celana jeans panjang sedikit robek-robek dibagian lututnya. Aku melihat jam sudah menunjukan pukul 19.00 malam. Segera makan malam dengan masakan yang baru saja aku buat sambil menonton acara tv diruang tengah appartement ku..

15 menit kemudian..

.
.

Seketika~

.
.

Aku membayangkan sosok Ja Young~

Berada dekat disampingku duduk disoffa yang pernah ia tiduri..

Gadis itu..

Kim Ja Young~

Seperti nyata tersenyum didekatku. Meletakan kepalanya dibagian pahaku. Gadis itu mencoba untuk tidur dipangkuanku.

Ya Tuhan ia tersenyum kembali. Senyumannya teramat manis..

“Beri aku waktu Park Chanyeol..” Ucap gadis itu tepat dipangkuanku terbaring dan aku masih terdiam!

Ini hanya halusinasiku saja. Halusinasi. Aku yakin!! Tidak mungkin Ja Young semanis itu terhadapku?? Aku masih terbayang ia tidur dipangkuanku dengan kepalanya dibagian pahaku..

“Aku– Aku menyayangimu Tuan Park. Tetaplah berada disampingku sampai aku benar-benar memilihmu.” Ucapnya kembali dan bangun dari pangkuanku..

“Kim..”

“Kim Ja Young~” Lirihku sambil mencoba meraih wajah cantiknya. Ia terlihat memakai dress putih dan rambutnya tergerai sangat panjang dengan sebuah jepitan yang terletak tepat dibagian telinga kanannya..

Aku mulai meraih pipi itu.. Ja Young tersenyum padaku..

Seketika~

Ja Young menghilang~

“GILAAA! AKU BENAR-BENAR SUDAH GILAAA! Aarggh. Pabboyaaa!”

Aku mengacak rambutku frustasi! Bagaimana ini bisa terjadi padaku. Ini pertama kalinya aku sampai membayangkan seorang wanita hadir ditengah kesunyianku. Sangat terlihat nyata tapi itu hanya halusinasi. Frustasiku bertambah!

Aku melihat jam menunjukan 19.30 malam. Aku berfikir Ja Young akan segera pulang dari pekerjaannya. Aku berusaha untuk tidak memikirkannya tapi itu menyulitkan bagiku! Perasaan ini sungguh membuatku gila! Dengan segera mungkin aku memakai jaket jeans biru panjangku dan memakai sepatu putih polos untuk kukenakan dikedua kakiku.

Entah pemikiran dari mana? Tapi aku harus bertemu dengan gadis itu! Aku hanya ingin melihat wajahnya sekarang juga. Apakah setelah kejadian itu Ja Young baik-baik saja?

Mengunci appartement dan memasuki lift~

“Baekhyun kau dimana?” Tanyaku sambil berjalan menelfon nya disebrang sana..

“Aku sedang jalan-jalan bersama Je Young.. ada apa?” Tanya Baekhyun kembali padaku..

Aku mulai memasuki mobil sport merahku.. “Aku ingin bertemu dengan Ja Young bersamamu, tapi sepertinya kau sibuk. Yasudah.” Ucapku singkat dan langsung mematikan telfonnya.

Kemudian aku menyalakan mobil dan segera berangkat kearah tujuan yaitu menemui Kim Ja Young..

♣ Y . O . L . O ♣

Hallo! HALLO! YA? Aiish.” Baekhyun kesal karena sahabatnya memutuskan telfonnya begitu saja. Apa yang barusan sahabatnya katakan ingin bertemu Ja Young bersamanya??

Ada apa dengan Chanyeol??

Tidak seperti biasanya??

“Ada apa Oppa??” Tanya Je Young yang heran dengan wajah Baekhyun.

“Anio. Hanya sedikit kesal” Sahut Baekhyun sambil meletakan ponselnya kembali kedalam saku jaketnya.

“Memang siapa yang menelfonmu?” Tanya kembali gadisnya dengan sangat lembut.

“Chanyeol.. dia mengatakan ingin bertemu dengan Ja Young bersamaku” Baekhyun memandang wajah gadisnya. Mendengar itu wajah Je Young terdiam menatap Baekhyun penuh tanda tanya atas ucappan Baekhyun barusan.

Pikirannya?? Sama dengan Baekhyun pikirkan. Ada apa Chanyeol mencari kakak nya?? Bukankah dia adalah Direktur resto dan kakaknya adalah pelayan direstonya? Dan kenapa harus bersama Baekhyun nya kalau Chanyeol hanya ingin menemui kakaknya??

“Chagia?” Tanya Baekhyun dengan Je Young yang masih terdiam memikirkan apapun hal-hal itu~

“Kenapa Oppa Chanyeol ingin menemui Eonni? Ada apa dengan mereka??” Tanya lolos Je Young sambil menggenggam kedua tangannya erat. Perasaan Je Young mulai tidak enak. Entah karena hal apa Je Young sendiri tidak tahu??

Baekhyun melihat wajah gadisnya berubah seperti memikirkan sesuatu hal..

“Kau kenapa sayang?” Tanya Baekhyun kembali.

“Entahlah.. saat kau mengatakan hal itu kenapa perasaanku menjadi gelisah Baek,” Lirih Je Young masih dengan pemikirannya saat ini terhadap kakaknya.

“Karena aku melihat belakangan hari -hari ini Eonni mejadi terlihat murung dan lebih diam padaku atau Eomma..” Je Young menatap wajah Baekhyun dengan sendu matanya berbinar ditengah malamnya hari~

“Seperti ada sesuatu hal yang Eonni tidak ceritakan padaku.. dan aku tidak tahu itu apa?” Tutur Je Young kembali dengan wajah yang masih terlihat sama. Begitu sendu~

Baekhyun meraih pinggang gadisnya dan memeluknya dengan kasih sayang..

“Baekhyun-ah.. bisakah kita mencari tahu hal ini bersama-sama. Aku–” Je Young terhenti dengan suaranya yang sudah terdengar lirih ditelinga Baekhyun..

“Kajja.. jika itu mau mu.” Kata Baekhyun baik.

Je Young tersenyum didalam pelukkan Baekhyun.. “Terimakasih Oppa.” Baekhyun mengajak Je Young masuk kedalam mobilnya.

♣ Y . O . L . O ♣

POV Kim Ja Young

Tepat pukul 20.00

Waktu kerjaku selesai dan aku akan segera mendatangi Sungai Han malam ini. Dimana tempat yang aku janjikan untuk menemui sahabatku. Kim Jongin. Aku yakin Jongin akan datang menemuiku disana. Aku harus mengatakan sesuatu hal padanya meskipun ini sangat terasa sulit baginya nanti..

Aku mulai menaikki bus~

To: Kkamjong
Aku akan segera datang Jongin. Sungai Han..

Aku mengirim pesan untuk Jongin kembali. Dan kemudian dia membalasnya..

From: Kkamjong
Sepertinya sangat penting untuk kau bicarakan. Tunggulah aku akan datang.

Aku lega sekaligus gundah saat Jongin membalas pesanku~

Aku ingin sekali meneteskan air mataku saat ini juga. Tidak perduli ini tempat umum! Aku benar-benar ingin~

Perasaanku sudah sangat mencapai batasnya hingga aku hanya selalu bisa menangis. Menangis. Dan Menangis. Apa ini yang disebut dengan segala macam perasaan tanda ‘cinta’ haruskah wanita menangis karena hal-hal semacam itu~

DRET.. DRET..

Panggilan masuk dari Je Young..

“Ada apa Je Young?”

“Aku sedang berada diluar ingin bertemu dengan seseorang”

“Bilang saja dengan Eomma, aku akan pulang larut malam.”

“Di Sungai Han..”

Oh.. ok! Tidurlah dengan nyenyak Je Young-ah. Love you~

TUT..TUT..

Sambungan terputus~

Je Young menelfonku menanyakan aku kapan pulang.

Aku ingin sekali memeluk adikku sekarang juga. Aku butuh seseorang untuk menenangkan perasaanku saat ini. Semoga saja Je Young tidak sadar dengan suaraku tadi yang terdengar seperti menahan isak tangis!

Tuhan.. kuatkanlah aku..

Permasalahan ini akan terus berlanjut jika tidak sekarang menunggu kapan lagi? Bahkan aku sudah menyakiti perasaan kedua-duanya. Aku merasa sangat bersalah. Jika terus berlanjut itu akan lebih menyakitkan.

Tidak ada kepastian.

Tidak ada kejelasan.

Antara hubunganku dengan Chanyeol maupun Jongin~

♣ Y . O . L . O ♣

Je Young yang membohongi kakaknya memberi alasan menanyakan bahwa Ibu mencarinya saat ini~

“Bagiamana? Apa katanya?” Ucap Baekhyun sambil menatap wajah Je Young setelah sambungan telfon Je Young matikan.

“Eonni mengatakan, malam ini ia akan bertemu dengan seorang teman di Sungai Han dan pulang larut malam” Lirih Je Young.

“Ada apa?” Baekhyun melihat raut wajah Je Young dengan sedikit kekhawatiran.

“Suara Eonni sedikit berbeda~”

♣ Y . O . L . O ♣

Dilain sisi Chanyeol yang sudah berada di resto hanya melihat Manager Lay yang berada didalam resto nya bersama dua pekerja laki-laki.

“Oh Tuan Park? Ada apa??” Ucap Manager Lay yang tiba-tiba melihat kedatangan Chanyeol. Wajahnya sangat terlihat kebingungan seperti mencari-cari sesuatu~

“Aku mencari Ja Young? Apa dia sudah pulang?” Tanya Chanyeol to the point.

“Nee, dia sudah lama pulang kerja Tuan” Ucap salah satu karyawan nya.

Mendengar itu Chanyeol langsung keluar dengan pergerakan sangat cepat lalu kembali kemobilnya.

“Ada apa dengannya??” Ucap Manager Lay bingung.

“Sepertinya Tuan Park menyukai Ja Young?”

“Ya.. terlihat sekali saat kejadian tadi siang. Tuan Park justru membela Ja Young.”

“Tadi setelah kejadian itu Tuan Park juga terlihat bertengkar dengan seorang pria yang suka menemui dan mengajak makan siang Ja Young. Aneh sekali??”

Ucap ketiga pria yang melihat kepergian Chanyeol begitu saja. Datang tiba-tiba juga hanya menanyakan Ja Young.

Sesampai didalam mobil~

Chanyeol tidak tahu kemana lagi ia harus menemui Ja Young? Apa Ja Young pulang kerumahnya? Pikir Chanyeol sepertinya Ja Young sudah pulang kerumahnya. Sial!

“Aku benar-benar ingin melihat wajahnya walau hanya sebentar~”

.

.

DRET.. DRET..

.

.

Panggilan masuk dari Baekhyun~

“Ada apa Baek?” Tanya Chanyeol datar.

“Kau sudah menemukan Ja Young?”

“Anio. Dia sudah pulang kerja.”

“Sekarang Ja Young berada di Sungai Han.”

“Eoh?? Sungai Han?? Untuk apa dia kesana malam-malam seperti ini??”

“Sudahlah kita bertemu disana”

TUT.. TUT..

Chanyeol langsung menyalakan mobilnya kembali. Dengan rasa tidak mengerti kenapa Ja Young ketempat itu?? Seharusnya Ja Young pulang kerumahnya.

Apa yang ingin Ja Young lakukan?? Udara diluar juga sangat dingin dan terlihat akan turun hujan malam ini~

“Aku mohon jangan hujan..” Chanyeol mendesah tidak ingin kota Seoul malam ini turun hujan. Chanyeol gelisah akan keadaan Ja Young yang baru terlihat sembuh karena Chanyeol tahu jika Ja Young sudah lelah dia akan terlihat seperti wanita tidak berdaya! Dan rasa dingin ditubuhnya akan menghampiri, meluap dengan segala rasa dingin disekujur tubuh Ja Young~

Hal-hal buruk masuk kedalam pikiran Chanyeol.

Dengan begitu kencang mobil Chanyeol melaju ketempat tujuannya saat ini Sungai Han.

♣ Y . O . L . O ♣

POV Kim Ja Young

@Sungai Han

Pukul 20.30

Aku sudah sampai pada tempat dimana aku akan bertemu dengan Jongin.

Ya.. tempat ini adalah tempat masa sekolahku dulu, ketika pulang sekolah bersama Jongin aku akan menyempatkan jalan-jalan bersama, tertawa bersama, bercerita tentang masa-masa sekolah dulu bersamanya. Ditempat taman ini dekat sekali dengan Sungai Han. Begitu banyak kenanganku bersama Jongin. Hanya ada kenangan kebahagian indah ditempat ini dulu dan sekarang malam ini apakah akan berakhir menjadi kenangan indah atau justru buruk untuk mereka berdua?

Jika dimalam hari Sungai Han terlihat sangat indah dengan sedikit air mancur menyala karena lampu warna warni bersamanya..

“Aku merindukan masa-masa itu Kkamjong..” Lirihku sambil berjalan sedikit demi sedikit disini menunggu Jongin tiba. Kkamjong adalah sebutan jail ku untuknya seorang. Karena kulit Jongin berbeda dari pria-pria Korea pada umumnya. Kulit tan kecoklatannya membuat Jongin lebih ‘manly’.

Aku melihat langit kota Seoul malam ini sepertinya akan turun hujan. Oh aku berharap hujan ini tidak akan turun. Karena aku tidak kuat dengan kedinginan. Tubuhku akan mudah sakit jika sudah terkena flu atau semacamnya.

“Aku mohon jangan hujan~” Ucapku ditengah kesunyian malam Sungai Han. Tanpa mereka sadari harapannya dan Chanyeol terdengar sama.

.

.

.

Tepat pukul 21.00

Aku masih menunggu Jongin datang. Duduk termenung. Berharap waktu ini cepat berlalu~

Tapi apa yang akan terjadi jika saat ini juga aku mengungkapkan semua rasaku padanya. Tubuhku mulai bergetar tidak seperti biasanya. Padahal aku hanya ingin berterus terang untuk sesuatu hal yang tidak bisa aku biarkan terus menerus.

“Yeppeun..?” Suara Jongin terdengar ditelingaku. Aku menengokkan kepalaku kebelakang. Benar itu Jongin, sahabatku.

Tuhan.. perasaan ini sungguh menyiksa! Lirihku sungguh dalam saat menatap kedua bola mata hitam kecoklatan miliknya. Jongin berjalan kearahku dan mendekat disamping aku duduk memandang Sungai Han malam ini~

Perasaanku gugup.

Tidak menentu.

Aku mencoba melampiaskannya dengan sedikit menggigit bibir bawahku sambil tersenyum padanya meskipun terlihat ragu.

“Ada apa? Ini sudah malam kenapa tidak langsung pulang. Udaranya cukup dingin Ja Young..” Ucap Jongin yang terdengar sangat perhatian. Jongin tersenyum sesekali meraih pucuk kepalaku dan membelainya disana.

Mataku mulai berbinar. Aku mencoba mengalihkan pandanganku kearah Sungai Han kembali. Aku lebih baik bicara tanpa memandangnya, jika aku memandang wajah hingga kedua bola mata Jongin itu lebih menyakitkan. Bola mataku juga sudah tidak bisa menahan linangan air mata. Aku benar-benar takut menyakitinya~

“Aku ingin berkata jujur padamu Jongin.” Ucapku sambil menutup kedua mataku perlahan tanpa memandang wajahnya.

“Soal apa?” Tanya Jongin lembut sambil menyampingkan rambut panjangku ditelinga kananku. Lihatlah, betapa Jongin sangat perhatian padaku. Jongin pria tulus sangat tulus jika bersamanya aku selalu merasakan nyaman. Jongin terus memandangiku dengan lembut.

Jongin sepertinya benar-benar tidak tahu apa yang ingin aku katakan malam ini~

Aku melirik Jongin kembali dengan tenang lalu perlahan aku meraih satu tangan Jongin. Menggenggamnya.

♣ Y . O . L . O ♣

Malam semakin dingin~

Udara Kota Seoul terasa disetiap kulit yang tertutup pakaian mereka masing-masing.

Chanyeol sampai pada tempat yang dituju Sungai Han~

Baekhyun dan Je Young juga sudah berada ditempat yang sama~

Hanya saja jalan yang terhenti dari Chanyeol dan Baekhyun berbeda-beda. Dari sudut yang bersebrangan Chanyeol dan Baekhyun maupun Je Young mencari sosok keberadaan Ja Young di sekitar Sungai Han..

Chanyeol terlihat sekali begitu khawatir karena mungkin saja hujan segera turun. Bahkan nafas Chanyeol sangat terasa dingin dengan hembusan nafas yang selalu mengeluarkan embun dingin dari dalam tubuhnya.

“Kau dimana Kim Ja Young..?” Ucap Chanyeol lirih masih mencari keberadaan Ja Young.

.
.
Persekian menit mencari~
.
.

Chanyeol mendapatkan sosok yang ia cari terduduk disebuah bangku panjang tepat dimana Sungai Han memancurkan sedikit air-air nya dan mengalir dengan sangat indah~

Chanyeol tersenyum memandangi gadis yang ia cintai baik-baik saja, tepat saat itu juga senyumannya berganti dengan kelirihan karena Ja Young terlihat sedang duduk berdampingan dengan seorang pria yang Chanyeol tahu dia adalah Kim Jongin~

“Apa yang mereka lakukan??” Chanyeol menatap jauh keberadaan Ja Young dan Jongin.

Dilain sisi Baekhyun dan Ja Young juga sudah melihat Chanyeol yang terdiam ditempatnya dan juga Ja Young disana yang sedang duduk bersama seorang pria~

Mereka bertiga pun terdiam ditempatnya sambil mengatur nafas mereka masing-masing..

♣ Y . O . L . O ♣

Ja Young menatap sendu wajah Jongin yang terlihat manis duduk bersamanya sekarang. Ja Young masih meraih satu tangan Jongin dengan sedikit mengusap-usapkan jari jemarinya disana.

“Jongin.. aku berharap persahabatan kita akan terus tetap bersama dan akan selamanya seperti saat ini. Jongin-ah..” Ja Young mengatur nafasnya menutup kedua matanya sedikit merundukan kepalanya disamping Jongin.

Jongin masih mencoba mendengarkan meskipun hatinya seperti sudah paham dengan apa yang dimaksud oleh gadis didepan matanya sekarang..

Ja Young terlihat begitu takut menyatakan semua kebenarannya saat ini.

Ja Young benar-benar terlihat aneh dimata Jongin~

Hingga akhirnya Ja Young mengatakan sesuatu..

“Aku– aku mohon berhentilah mencintaiku lebih dari sahabat Jongin..” Air mata menetes dipermukaan wajah Ja Young~

Sesaat setelah kalimat itu keluar dari mulutnya secara langsung.

Bibirnya mulai bergetar kembali~

Hatinya mulai terasa pedih~

Rasanya sungguh sulit mengungkapkan semua perasaan Ja Young saat ini..

“Jangan seperti ini.. aku mohon..” Lirih Ja Young masih dengan mengenggam tangan Jongin begitu erat dijemari-jemarinya. Jongin benar-benar hanya diam mendengarkan Ja Young berbicara. Jongin menelan saliva nya kasar dan sepertinya perasaan Jongin mulai terasa sakit.

“Aku tidak bisa menyayangimu lebih dari sahabat terbaikku. Tapi aku sungguh menyayangimu.. aku begitu–” Penuturan Ja Young terhenti seketika setelah sesaat Jongin langsung menghempaskan genggaman satu tangannya yang Ja Young pegang sejak tadi berbicara dan itu sontak membuat Ja Young kaget kemudian merasa takut. Tubuhnya bergetar hebat, matanya tak henti berkedip saat melihat setiap inci wajah Jongin yang terlihat penuh ambisi. Jongin memandangi gadis yang ia cintai dengan rasa tidak percaya.

Ya.. Ja Young mengerti dengan perlakuan Jongin seperti ini! Tapi.. Ja Young benar-benar harus mengatakannya! Sungguh~

Meskipun itu akan terasa sakit untuk kedua-duanya karena Ja Young sudah tidak memiliki kekuatan lagi untuk semua hal-hal yang lebih menyakiti Jongin dan Chanyeol nantinya.

“Cukup! Tidak ada guna nya jika kau menangis hanya untuk mengatakan hal itu Kim Ja Young! Kau tahu aku tidak akan bisa melakukannya! Kau adalah cinta pertamaku dan aku ingin–” Penuturan Jongin berhenti ketika Ja Young memeluk tubuh Jongin merengkuh kedalam dada Jongin merasakan isak tangisan yang ia coba tahan sejak tadi. Ja Young sungguh memeluknya dengan penuh rasa sayangnya sebagai sahabat.

Ja Young mencintai Jongin juga, tapi rasa cinta itu tidak bisa lebih dari hanya sahabat. Bahkan Ja Young sudah menganggap Jongin sebagai saudaranya sendiri.

“Apa ini! Ugh?! Ja Young biarkan aku pergi dan anggap saja aku tidak pernah mendengarkan perkataanmu tadi dari bibir manismu itu! Lepaskan~” Kesal Jongin dan ia mencoba bangkit dari duduknya tapi rasa kuatnya Ja Young untuk menahan kepergian Jongin tertahan. Ja Young bisa menahannya meskipun perasaannya sudah mulai lelah! Begitu lelah. Ja Young tetap memeluk erat tubuh Jongin sangat erat dan tidak terlepas. Jongin jangan seperti ini batin Ja Young merasa sakit!!

“AKU MOHON JONGIN! AKU LELAH DENGAN PERASAAN INI. AKU–” Nada tinggi Ja Young mulai terdengar disetiap telinga Chanyeol, Baekhyun dan Je Young adik nya yang sudah menahan isak tangisnya didalam hatinya. Terdengar jelas karena hanya mereka bertigalah yang ada disekitar Jongin dan Ja Young saat ini tanpa sepengetahuan Ja Young maupun Jongin. Melihat kakaknya memohon sambil memeluk pria yang Je Young tahu sejak kakaknya bersekolah lebih dulu dari padanya.

Ya.. pria yang selalu berada bersama kakaknya! Tertawa dan bahagia bersama tapi apa??! Sekarang Je Young justru tidak melihat itu sedikitpun! Jongin membuat kakaknya menangis sambil memeluknya dari belakang~

Hingga terlihat Jongin akhirnya bisa berdiri dari bangku itu tanpa Ja Young yang melepas pelukkannya. Begitu tidak ingin kehilangan sosok Jongin. Melingkari kedua tangannya ditubuh Jongin. Ja Young berada dibelakang Jongin memeluknya begitu erat! Pelukkan terasa hampa~

Jongin melihat kedua tangan Ja Young yang sangat erat dipinggangnya. Detak jantung dan tubuh gemetar Ja Young juga terasa disetiap tubuh Jongin.

“AKU MOHON TETAPLAH MENJADI KIM JONGIN YANG AKU KENAL. AKU TIDAK PERNAH BERMAKSUD UNTUK–“

“CUKUP!! LEPASKAN AKU.” Bentak Jongin dan akhirnya ikatan Ja Young terlepas. Karena Jongin dengan sangat kasar menghempaskan semua kekesalannya saat ini.

Ja Young menangis~

Tubuhnya merasa lemah~

Bibirnya bergetar.. terus bergetar~

Kedua tangannya bergerak tak menentu~

Tatapannya begitu sendu~

Jongin begitu marah padanya! Tapi apa ini salahnya?? Haruskah Ja Young terus merasa bersalah karena sahabatnya lebih mencintai dirinya!!

“Aku mau tanya satu hal. APA INI SEMUA KARENA PRIA SIALAN ITU! UGH! PARK CHANYEOL, PRIA YANG BARU KAU KENAL DAN MASUK KEDALAM HIDUPMU. BENAR BEGITU??!” Tegas Jongin dengan nada yang cukup tinggi! Jongin masih membentak Ja Young. Tatapan Jongin tidak bisa ditebak. Suaranya terdengar menyakitkan. Jongin sendiri tidak pernah akan menyangka jika perasaannya akan membawa keburukan bagi Ja Young disaat semua terungkap.

Tubuh Ja Young mulai mengeras, seluruh tangan dan wajahnya mulai tidak bisa ia tahan! Kesal akan perkataan Jongin barusan.

Jongin benar-benar sudah keteraluan. Apa ini Jongin yang sebenarnya??! Apa benar yang didepan matanya sekarang adalah Kim Jongin??!

Dilain sisi Je Young menangis menutup mulutnya dengan telapak tangannya agar tidak terdengar terlalu berlebihan. Je Young menahan semua rasa sakitnya dan tangisannya. Je Young akan mudah berteriak jika melihat kakaknya dibentak seperti tadi. Je Young begitu menyayangi kakaknya! Sangat!! Rasanya Je Young ingin sekali memeluk tubuh kakaknya yang terlihat rapuh.

Eo-eonni.. hiks.. hiks..

Baekhyun dan Chanyeol masih menatap kedua insan yang beradu perkataan dan pendapat sedari tadi! Tangan Chanyeol mengepal sangat kesal melihat kejadian ini. Chanyeol ingin sekali mendekati mereka berdua!

Menghajar habis-habisan pria yang Ja Young sebut sahabat terbaiknya!

.

.

Hujan turun~

Kota Seoul mulai dirintik-rintiki hujan~

.

.

“Kenapa kau berkata seperti itu? Jongin kenapa kau harus mengatakan hal yang membuatku takut. Apa ini kau?? Apa benar ini–” Amarah, ketakutan, sakit, lemah itu yang Ja Young rasakan saat ini melihat Jongin dihadapannya.

“SUDAHLAH! Jika kau benar-benar memilihnya! BIARKAN AKU PERGI MENJAUHIMU DAN MENINGGALKANMU!” Ucap lolos perkataan Jongin tanpa nafas. Kalimat terakhir darinya benar-benar menyakitkan. Ini kah akhirnya?! Kehilangan Jongin~

Rasa ketakutan itu lebih terasa setelah mendengar ini semua~

Ja Young mencoba mengatur nafasnya karena begitu sesak dengan semua ini. Udara semakin dingin dan tubuh Ja Young mulai merasakan kedinginan. Raut wajahnya sudah terlihat lelah. Hujan semakin terasa. Air mata Ja Young terus menetes tetapi tidak terlihat karena air hujan membasuhi wajah paras sendunya saat ini~

“JANGAN MENGAMBIL KEPUTUSAN YANG TIDAK INGIN AKU DENGAR KIM JONGIN! HYA!” Bentak Ja Young pada sahabatnya.

“EOH! JADI MAU MU APA?? UGH? Melihatmu bersamanya? Melihatmu bahagia bersamanya? Sedangkan aku kau hempaskan begitu saja. ITU–“

“JONGIN CUKUP!!” Ja Young benar-benar tidak mendunga jika ia harus mengatakan ini sekarang juga.. “YA! KAU MEMANG BENAR, AKU MENYUKAINYA! AKU TIDAK BISA MEMBOHONGI PERASAANKU! HIKS.. HIKS..” Tangisan Ja Young pecah! Tubuhnya mulai tidak bisa ia gerakan. Matanya sudah cukup mengartikan. Semua selesai. Ja Young menatap kesal, bahkan ia sudah melihat Jongin yang semakin jauh dari langkahnya sekarang.

Hujan sudah membasahi pakaian Ja Young dan Jongin~

Chanyeol mendengar kata-kata itu dengan sangat jelas. Begitu jelas ditelinganya. Bahwa kenyataannya Ja Young menyukainya sama seperti perasaannya. Ja Young membalas perasaannya~

“TAPI AKU JUGA TIDAK BISA KEHILANGAN SAHABATKU!! Yaitu kau.. AKU MOHON JONGIN.. Aku mohon jangan meninggalkan kenangan semua tentang kita. Aku tidak bisa melupakanmu begitu saja! ANDWEE. AAAA.. ANDWEE! Hiks..” Semua penuturan Ja Young sudah dikeluarkan. Apapun yang terjadi Ja Young sudah benar-benar pasrah dengan keadaan semua ini.

Baru pertama kalinya Jongin melihat Ja Young seperti ini. Menyedihkan. Jongin menatap sosok Ja Young dengan jarak cukup jauh terlihat menangis terus menerus dan memohon terus menerus. Jongin sebenarnya tidak bisa melihat gadis yang ia sangat cintai dihidupnya selama ini menangis dihadapannya. Tangisan Ja Young membuat Jongin luluh~

“Katakan satu hal apa yang membuatmu ingin aku tetap berada disampingmu? Katakanlah..” Lirih Jongin sambil menatap wajah Ja Young yang sudah sangat menyedihkan dengan bibir yang bergetar akibat dinginnya malam~

Hari ini benar-benar hari yang begitu menyakitkan untuk Ja Young rasakan. Kedua pria yang Ja Young sayangi sudah teramat menyakiti perasaannya. Ja Young tidak pernah merasakan perasaan seburuk, sesakit, dan semenyedihkan saat ini. Hidupnya begitu datar sebelum mengenal Chanyeol~
.
.
Hening~

Seperkian detik..
.
.
“Why?  Answer the question now yeppeun-ah??” Lirih Jongin yang semakin mendekat pada Ja Young kembali. Jongin melangkahkan kakinya mendekati Ja Young yang sejak tadi terdiam berdiri ditempatnya. Lambat-lambat Ja Young mengatakan..

“Jongin-ah.. I love you, but I can’t choose you because I would still chose him. You are the best my best friend Jongin-ah..”

“Not enough! Yeppeun~”

Ja Young sungguh menatap kedua bola mata hitam milik Jongin yang terlihat rapuh. Ja Young masih mencoba memberinya perhatian dengan tidak meninggalkannya! Ja Young tidak ingin Jongin pergi begitu saja hanya karena Ja Young lebih memilih pria yang baru saja Ja Young kenal dikehidupannya~

Ja Young mengerti akan perasaan rasa sakit Jongin sekarang ini~

“Because you are so mean to me..” Lirih Ja Young kembali, masih dengan tatapan penuh harapan.

Tapi Jongin justru terlihat menyimpulkan senyuman dinginnya dihadapan Ja Young..

“Only that! Aku tidak bisa. Maaf biarkan aku pergi dalam hidupmu Kim Ja Young.. because you are also very valuable for my life!!” Desah Jongin yang cukup teramat sakit didalam persaannya hanyalah Ja Young selama ini. Dan tiba-tiba Jongin tahu jika semua akan berakhir menyakitkan untuknya. Jongin kembali membelakangi Ja Young dan kembali berjalan melangkahkan kakinya yang akan meninggalkan Ja Young setelah ucappannya~

Terus melangkah hingga terlihat semakin jauh dari pandangan Ja Young.

Sungguh ini bukan hal yang Ja Young inginkan!

JA YOUNG MENGGELENGKAN KEPALANYA KASAR! Melihat Jongin terus berjalan meninggalkannya. Ja Young tidak punya kekuatan untuk mengejar nya. Tubuhnya terasa lemah dan kaku!

ANDWEEE! ANDWEEE!!” Teriakan Ja Young pada Jongin masih menggelangkan kepalanya kasar~

Jongin benar-benar sudah tidak memiliki harapan. Rasanya didalam lubuk hati Jongin ingin sekali menangis. Betapa teganya Ja Young menghempaskannya begitu saja~

Jongin tetap mengubrisnya tidak perduli akan teriakkan Ja Young padanya! HATINYA BEGITU SAKIT!! Air matanya menetes. Jongin tidak bisa mengelak lagi perasaannya hancur berkeping-keping!! Bagaimana bisa hanya dalam waktu beberapa bulan Ja Young mengenal sosok Park Chanyeol dan bisa menyukainya begitu saja!! Sedangkan Jongin hanya diam melihat orang yang sangat ia cintai hidup bersama orang lain!! Menyakitkan untuknya. Jongin mengingat perkataan Chanyeol padanya saat setelah ia memukul wajah Chanyeol siang tadi didepan resto..

“Ya. Aku tahu siapa kau. Kau Kim Jongin sahabat dari Kim Ja Young. Ya.. sahabat untuk selamanya!”

“Kau seharusnya yang sadar jika Ja Young itu hanya menganggapmu sebagai sahabat terbaiknya dan itu tidak akan merubah keputusannya.”

Kata-kata Chanyeol yang teringat membuat Jongin semakin frustasi.

Pikiran Ja Young sudah sangat lelah! Tidak tahu harus mengatakan apalagi pada Jongin untuk tetap berada didekatnya. Bersamanya. Dan akhirnya Ja Young berfikir untuk mengatakan..

“JONGIN-AH! Kiss.. KISS ME.. HIKS.. HIKS.. KISS ME NOW!!” Lirih Ja Young dengan bibir bergetar. Tangisannya sangat terdengar menyakitkan. Sudah cukup untuknya menahan Jongin dengan ucappannya barusan.

Pikirannya mulai tidak terarah~

Ja Young benar-benar lelah! Tubuhnya juga sudah tidak bisa ia gerakan hanya untuk menahan atau mengejar Jongin nya disana.

Sahabatnya yang sangat ia cintai!

Sahabatnya yang selalu ia rindukan!

Sahabatnya yang begitu berharga untuk hidupnya!

Ya.. dia sahabat pertama yang masuk kedalam hidup Ja Young dan Ja Young tidak ingin kehilangannya begitu saja~

Chanyeol tidak percaya apa yang barusan Ja Young katakan?? Wajah Chanyeol tidak bisa terbaca saat ini. Chanyeol terdiam, sungguh itu menyakitinya.

APA INI! Haruskah Ja Young mengatakan hal itu??!

Menciumnya sekarang? Gila!

Baekhyun dan Je Young yang masih melihatnya sambil memakai payung berwarna hitam besar cukup untuk mereka berdua kenakan. Karena Baekhyun juga tidak ingin melihat Je Youngsakit nantinya. Je Young terdiam menahan sakit melihat kakaknya yang disana sudah basah dan sudah sangat lelah. Tangisan kakaknya begitu pecah itu membuat Je Young terasa sakit mendengarnya. Baekhyun pun cukup kaget dengan apa yang dikatakan Ja Young. Sebegitu berharganya kah pria itu dimata Ja Young? Hingga ia memberikan sebuah ciuman pada sahabatnya sendiri?!

“Eonni? Apa yang kau katakan! Dia sahabatmu?? Kenapa kau mengatakan hal seperti itu.. hiks.. hiks..” Lemah Je Young.

Baekhyun memeluk gadisnya kedalam rengkuhannya yang masih terlihat menangis. Baekhyun memberikan seluruh kasih sayangnya untuk menenangkan Je Young dari tangisannya saat ini. Bagaimana tidak, Je Young melihat kakaknya didepan kedua matanya mengatakan hal yang sangat tidak terduga. Itu bukanlah kakaknya.. pikir Je Young..

.

.

Jongin berbalik arah pada Ja Young kembali. Terus berjalan dengan rasa sakit yang ia miliki. Ini adalah keinginan Ja Young dan Jongin akan melakukankannya. Hatinya terasa begitu rapuh.

Ani! Ani!! Ja Young??!” Suara Chanyeol setelah melihat Jongin melangkah berbalik arah menuju Ja Young yang hanya terdiam ditempatnya.

.

.

HENING~

Hanya terdengar suara rintihan hujan yang sudah terlihat tidak lagi hujan deras. Pertanda hujan segera berhenti malam ini~

“Say again..” Kata Jongin dingin.

Tatapan Jongin mulai dekat kembali hingga tidak ada jarak diantaranya. Jongin meraih pinggang Ja Young dengan sempurna menggunakan kedua tangannya, membawa Ja Young kedalam dekapannya. Tanpa ada jarak sedikitpun. Sontak membuat Ja Young berani menatap kedua bola mata hitam kecoklatan milik Jongin dan berkata ditengah kesunyian dan kesenduannya..

“Kiss me Jongin-ah..” Kata Ja Young kembali masih dengan tatapan penuh sendu. “If it makes you stay beside me, eum.. stay in my life ..” Lirih kalimat terakhir dari Ja Young. Saat mengatakan itu bibir Ja Young terlihat bergetar dan Jongin melihat itu dengan jarak yang sangat dekat saat ini. Jongin menatap dalam manik coklat milik Ja Young, matanya begitu bengkak, tubuhnya terasa dingin. Jongin semakin mempererat tubuhnya dan tubuh Ja Young tanpa jarak sedikitpun. Ja Young sudah cukup menahan semua rasa pedih dan rasa melelahkan ini. Ja Young harus menuntaskan semua ini!
.
.
Hening~

Begitu hening hingga membuat semuanya terasa sunyi dan hampa~
.
.
Jongin tersenyum manis~

Tanpa kata-kata lagi darinya.

Kemudian meraih bibir Ja Young melumatinya sedikit demi sedikit. Mencari celah berbagai ketulusan dan kebahagiannya selama ini. Disela-sela kenikmatan tepaut bibir mereka..

Ja Young meneteskan air matanya~

Ja Young merasa sudah tidak tahu harus bagaimana~

Pikirannya sudah lelah~

Bayang-bayang akan sosok Chanyeol terbuai sudah~

Ja Young membalas lumatan Jongin yang terasa lembut dibibirnya, ia sedikit memiringkan kepalanya. Mencoba menikmati hasil pautan antara kedua nya. Satu tangan kanan Jongin masih berada dipinggang Ja Young dan satunya lagi sudah berada dileher Ja Young sedikit menekan bagian tengkuk Ja Young untuk memperdalam ‘kissing’ nya~

“Eo-Eonnii??” Kata Je Young dengan lemah melihat kakaknya melakukan hal yang tidak disukai oleh kakaknya sendiri.

“Ja Young kau??” Baekhyun sama sekali tidak menyangka dengan semua kejadian ini. Meskipun akhirnya Baekhyun mengetahui bahwa Ja Young membalas perasaan sahabatnya Chanyeol tapi, haruskah Ja Young melakukan hal ini?

“BRENGSEK!!” Kesal Chanyeol sungguh tidak percaya dengan apa yang terlihat dikedua matanya sekarang.

.

.

.

To Be Countinue

Ok! author mau menjawab semua pertanyaan yang kalian tanyakan selalu disetiap chapter.

“Rasanya cerita ini sangat berlarut-larut dan kapan Ja Young menentukan pilihannya? Kapan mereka dipersatukan?” 

Semua terjawab dichapter ini tapi aku cuman mau kasih tau sebelumnya dari awal teaser aku bilang cerita YOLO ini akan berlarut dalam konflik. Tidak jelas kapan akan berakhir untuk bersatu karena masih dalam proses. INGET KONFLIK BERLARUT. You Only Love Once! fanfiction yang bercerita bahwa pada akhirnya cinta itu hanya akan dirasakan sekali dalam seumur hidup. Memilih orang yang dicintai dan mencintai itu sulit dan semua itu dirasakan oleh Ja Young sebagai pemeran utama YOLO.

Masih terus kasih feedbacknya ya, aku selalu melihat komentar kalian readerku^^

Authorfan

sasarahni

[CHAPTER] DAY DREAM – TEARS LIKE TODAY #11 A (APPLYO)

$
0
0

day-dream-copy

Title: Day Dream – Tears Like Today #11 A  by Applyo

Author: Applyo (@doublekimJ06)

Cast:

– Kim Jongin

– Yoon Jihyun

Genre: Romance, Marriage life, Drama.

Lenght: Multichapter

Rate: PG-15

Poster by Ken-ssi @Art Fantasy

Baca dulu ^^ : TeaserChapter 1 Chapter 2 – Chapter 3 –Chapter 4 – Chapter 5 –Chapter 6A – Chapter 6B – Chapter 7 – Chapter 8 – Chapter 9 – Chapter 10

Love without tears is not love
Now I know that farewells are love as well

I need to leave you, I need to go without you
Why am I saying I love you even though I know this?

How many more tears like today’s are left?
I don’t know love or farewells, will you tell me?
Rain drops keep turning into tears, blocking my vision
Where are the tears like today’s going

[Play –> HUH GAK – TEARS LIKE TODAY]

**

Dua hari sudah Jihyun terbaring koma. Raut kesedihan pasti akan terpancar dari wajah siapapun setiap kali melihat keadaan gadis itu yang amat menyedihkan. Kepala yang terbalut perban, tangan terpasang jarum inspus dan selang NGT untuk membantunya makan dan menyerap nutrisi melalui hidung hingga lambung—dia amat nampak menyedihkan sekarang.

Dan selama dua hari itu hanya Jongin yang dengan setia menunggui Jihyun siang dan malam, tak peduli jika ia tak makan atau tidur hanya demi menunggui Jihyun siuman dari koma nya. Wajah pucat, kantung mata yang sudah menghitam karena dua hari tidak tidur, tubuh yang lemah karena tidak cukup makan dan tatapan kosong karena kesedihan yang terlalu dalam, semua orang pasti tak sanggup melihat penderitaan yang tengah di alaminya. Jongin sulit membiarkan sedetik pun terlewati tanpa memandangi wajah damai istrinya itu, ia takut sosok yang amat berharga di hidupnya itu akan meninggalkannya, sama seperti ibunya dulu.

Jongin amat terpuruk, dia lebih suka menyendiri di dalam ruang inap. Hanya dia dan Jihyun. Tanpa yang lain—Jongin bahkan tidak mau bertemu dengan siapapun, kecuali Dokter dan suster rumah sakit. Hal ini tentu cukup membuat Luhan—orang yang juga mengkhawatirkan kondisi Jihyun— dan para temannya yang ingin menjenguk Jihyun menjadi sedih. Mereka tidak menyangka jika selama ini ternyata Jihyun tengah hamil, dan pantas saja jika Jongin menjadi amat ketakutan sekarang, setelah kehilangan anaknya— mungkin Jongin juga takut kehilangan Jihyun.

Ini memang amat berat baginya.

Beberapa perawat yang menangani Jihyun pun merasa iba melihat wajah Jongin yang kian hari kian musam tapi pemuda itu tak pernah sedikitpun beranjak keluar dari ruang inap Jihyun. Bahkan suatu waktu saat dokter menyuruh Jongin untuk meninggalkan Jihyun, pemuda itu malah mengamuk dan melayangkan tinjunya pada dokter itu.

Jongin memang sudah gila. Dia kehilangan semua akal sehatnya karena Jihyun.

Namun Kyungsoo dan Chanyeol—kedua orang yang setidaknya selalu meringsek masuk untuk menengok Jihyun—akhirnya bisa masuk tanpa tolakan Jongin. Mungkin Jongin lelah jika harus mengamuk kepada semua orang yang menemui Jihyun.

Kyungsoo yang amat dekat dengan Jongin, cukup mengerti akan sifat Jongin yang memang keras kepala dan ia sebagai teman terdekat Jongin hanya mampu membantu Jongin untuk membawakan makan atau pakaian-pakaian Jihyun setiapharinya. Hingga akhirnya Jongin tidak menolak siapapun untuk menemui Jihyun, asalkan tidak dengan Luhan. Ia masih enggan menatap Luhan.

Hari ini, Kyungsoo masuk ke kamar rawat Jihyun dengan membawa tas berisi baju untuk Jongin dan beberapa bahan kuliah yang tidak sempat Jongin hadiri selama dua hari ini, setidaknya Jongin masih harus melanjutkan kuliahnya, ia tidak mungkin membiarkan tugas akhirnya terbengkalai hanya karena Jihyun koma.

Dengan senyum di wajahnya, ia mendekat ke ranjang Jihyun dan berdiri disamping Jongin yang terduduk di kursi sebelah ranjang Jihyun.

“Sebaiknya kau pulang, cuci mukamu, ganti pakaianmu dan beristirahat sebentar. Aku akan menunggui Jihyun sampai nanti sore.” Kyungsoo menepuk bahu Jongin, mengelusnya perlahan mencoba menguatkan temannya yang tengah terpuruk itu.

Jongin menoleh lalu menggelengkan kepalanya. “Tidak, lagipula aku yang akan menunggunya sampai—“

“Ish, jangan keras kepala Kim Jongin! Jika kau sakit lalu siapa yang akan menunggui Jihyun? Kau tak mau Jihyun disini sendirian bukan?” Kyungsoo melotot lalu menarik tangan temannya itu untuk segera pulang. “Sana. Pulang. Cuci muka musammu itu dan kembali kesini saat kau merasa sudah lebih baik.” Usirnya halus, lalu buru-buru menduduki kursi yang sebelumnya Jongin duduki.

Jongin menatap Jihyun sebentar, menimbang kembali apa yang Kyungsoo katakan itu memang ada benarnya. “Baiklah. Aku akan kembali nanti sore.” karena tak mampu menolak, akhirnya Jongin menggangguk lemah.

Dia mengambil jaket dan handphone nya dimeja, lalu sekali lagi menatap Jihyun dan menghampiri gadis itu lalu mengecup puncak kepalanya amat dalam. “Aku pulang dulu sayang..” bisiknya ke arah Jihyun, lalu sekali lagi mengecup dahi itu amat dalam.

Kyungsoo yang melihat hanya tertegun. Ia merasa iri melihat cinta Jongin yang amat dalam untuk Jihyun. Ia tak pernah tahu bahwa Jongin memiliki perasaan setulus ini pada wanita, dia seolah berubah menjadi sosok dewasa dan bukan Jongin yang ia kenal seperti dulu. Karena seingatnya, Jongin tak pernah seserius ini, bahkan pada Hyunjo sekalipun.

**

Ini adalah hari ke-7, Jongin menghela napas berat ketika melihat kondisi Jihyun yang terbaring lemah di tempat tidur rumah sakit. Kepala gadis itu masih berbalut perban putih, bahkan sekarang luka-luka kecil di pipi Jihyun sudah hampir mengering tapi Jihyun belum juga sadarkan diri.

Perlahan Jongin mendekat, diraihnya jemari Jihyun yang kurus dan nampak begitu rapuh. Jongin mencium jari-jari itu satu persatu tanpa terlewat satupun lalu berikutnya ia mencium punggung tangan Jihyun yang benar-benar dingin. Mengusapnya lalu memberikan gelenyar hangat pada celah tangan itu.

Wajah Jihyun begitu tenang di tengah semua luka yang mendera tubuhnya. Hal itu tentu membuat Jongin semakin merana. Jika bisa, ia ingin menggantikan posisi Jihyun saat ini. Ia merasa bersalah karena meninggalkan Jihyun saat itu. Ia sedih karena tidak bisa berbuat apapun untuk menghapus penderitaan Jihyun sekarang. Ia marah mengingat betapa takdir membuat kehidupannya amat sulit di saat ia sudah mulai bahagia. Bukankah tuhan sudah mengambil ibu nya, lalu kenapa sekarang tuhan seolah kembali menghukumnya dengan membuat orang yang amat Jongin cintai kembali menderita? Bukankah Jongin tidak memiliki awal yang menyenangkan dengan Jihyun? Lalu kenapa ia juga harus berakhir dengan tak menyenangkan juga dengan Jihyun? Jongin ingat betapa senangnya ia saat melihat sebelah tempat tidurnya ada Jihyun dan ia ingat betul saat  menggoda gadis itu dengan malu-malu. Tapi kini, disaat Jongin sudah benar-benar mencintai Jihyun, hal-hal menyedihkan silih berganti menyerangnya.

Bahu Jongin berguncang. Air mata mulai membasahi pipinya. Tangannya menggenggam erat-erat tangan Jihyun dan menaruh wajahnya yang sudah basah dengan airmata disana.

Lidah Jongin terasa kelu. Ia ingin mengeluh, ingin berteriak pada Tuhan untuk mengembalikannya kembali ke masa lalu agar ia bisa memperbaiki semuanya, ingin memohon pada Jihyun untuk membuka mata dan memeluknya, tapi yang keluar dari bibirnya hanya isakan tertahan yang begitu pilu.

“Kumohon buka matamu, Jihyun.…”

**

Hari ke-10 sudah Jihyun koma. Tak ada tanda-tanda gadis itu akan siuman di waktu yang dekat mengingat kondisinya yang sempat kembali drop kemarin. Jongin mendesah frustasi ketika melihat Jihyun yang koma harus kembali dilarikan ke ruang IGD. Gadis itu harus bertahan. Setidaknya untuk hidupnya sendiri dan Jongin saat ini.

Hari demi hari terlewati, satu pertiga dari kegiatan Jongin setiap harinya adalah duduk menemani Jihyun. Ia menatap wajah Jihyun lama-lama, tak merasa bosan menatap mata terpejam itu setiapharinya. Malah, sebentar saja ia tak melihat wajah Jihyun rasanya pasokan oksigen di dalam tubuhnya hilang.

“Tugas kuliahmu sudah selesai?” tanya Kyungsoo dari arah sofa yang terdapat di ruang inap Jihyun. Pemuda bermata bulat itu kini tengah membulak balik isi majalah otomotif yang baru saja ia beli. “Prof Lee bisa membunuhmu kalau kau terus absen dalam tugas.” seru Kyungsoo kesal, ia selalu mengingatkan Jongin untuk tidak melupakan jenjang kuliahnya yang sudah masuk tahap akhir, tapi Jongin selalu mengabikannya.

“Semalam aku mengerjakannya, lembaran-lembaran itu aku simpan di laci paling bawah.” Jongin menunujuk laci yang ia maksud dengan dagunya. “Kau bisa membawanya besok.” Ujarnya pelan lalu kembali menatap ke arah Jihyun.

Kyungsoo hanya menganguk kecil di tempatnya, setelahnya ia menutup majalah otomotifnya itu lalu menatap punggung Jongin sebentar. Kembali menimbang perkataan yang akan ia lontarkan. “Jongin—em—apa kau benar-benar tidak mengijinkan Luhan untuk menemui Jihyun? Dia selalu menunggunya di luar.” Ujarnya pelan. Tak bermaksud apapun, ia tidak sedang membela Luhan sekarang. Hanya saja ia merasa kasian melihat Luhan yang juga sama cemasnya seperti Jongin tapi tak pernah diijinkan masuk oleh Jongin.

“Aku masih enggan… tapi jika waktunya tiba aku akan membiarkan Luhan masuk.” Jongin berujar dingin. Moodnya selalu buruk setiapkali membahas Luhan. Entah, otaknya seakan terkontaminasi bahwa Luhan amat jahat dimatanya.

“Mmm.. begitu.” Kyungsoo menghembuskan nafas nya kasar lalu mengambil tas dan jaketnya. “Kalau begitu aku pulang dulu. Mungkin besok aku akan datang setelah mata kuliah Prof. Lee selesai.” Kyungsoo berpamitan.

Jongin hanya menganguk dan membiarkan teman dekatnya untuk pulang setelah seharian ini menemaninya di rumah sakit. Kyungsoo memang sangat baik, dia begitu menyanyangi Jongin lebih dari siapapun. Dan faktor utama lainnya adalah karena Kyungsoo selalu mengerti tentang perasaan Jongin.

Dia memang sahabat yang amat baik.

**

Hari ke 15. Kini diam-diam Luhan berkunjung ke rumah sakit, Ia menenteng plastik berisi makanan untuk Jongin, dan juga sebuah buket bunga mawar untuk Jihyun.

Seperti biasa ia melakukannya dengan sembunyi-sembunyi.

Luhan sedikit mengendap lalu membuka pintu ruang inap Jihyun pelan, dilihatnya ruangan itu sepi dan hanya ada Kyungsoo yang duduk di kursi yang biasa Jongin duduki. Seperti dugaannya, Jongin pasti pergi ke kampusnya pagi ini. Ternyata informasi yang Kyungsoo berikan benar.

“Do Kyungsoo.” Luhan berujar pelan lalu menghampiri temannya itu. “Maaf aku terlambat.” ujarnya lalu menaruh buket bunga yang ia bawa kedalam pas bunga yang terletak di samping tempat tidur Jihyun. Setelahnya ia menyimpan kresek berisi makanan di meja lainnya. Ia tahu Jongin pasti akan memakannya.

Kyungsoo tersenyum. “Tidak apa-apa, Lu.” Kyungsoo menepuk-nepuk pundak Luhan. “Seharusnya Jongin tahu bahwa kau yang selalu membantunya juga.”

“Itu tidak penting bagiku.” Luhan tersenyum lalu berdiri di samping ranjang Jihyun, ia menatap wajah gadis itu intens. “Mungkin Jongin masih mengira jika aku yang menabrak Jihyun.”

“Sabarlah. Jongin memang keras kepala. Dia selalu melakukan apapun seenak jidatnya.” Kyungsoo kembali tesenyum.

Ya, setelah tahu Jongin tidak mengijinkan Luhan untuk menemui Jihyun akhirnya Kyungsoo memutuskan untuk mempertemukan Luhan dan Jihyun secara diam-diam tanpa sepengetahuan Jongin. Seperti saat ini, ketika Jongin pergi kuliah, diam-diam Kyungsoo menelpon Luhan, memberitahu pria keturunan china itu untuk menengok Jihyun di rumah sakit.

Luhan yang mengerti dengan segera datang ke rumah sakit, dan ia terus menerus mengenda-endap setiap kali masuk ke ruang inap Jihyun. Ia hanya takut Jongin akan melihatnya dan mengusirnya lagi seperti waktu terakhir kali ia bertemu.

“Apa pelaku tabrak lari nya sudah di temukan?” Luhan membuka suara, pelan tapi masih bisa terdengar oleh Kyungsoo.

“Kudengar polisi sudah menemukan beberapa saksi mata. Tapi untuk pelakunya masih belum di temukan. Kupikir Jongin masih enggan menceritakan kejadian malam itu pada polisi. Mungkin dia masih trauma.”

Luhan menganguk. “Aku berharap pelakunya benar-benar di temukan. Dan siapapun dia, ku harap dia bisa merasakan apa yang tengah Jihyun rasakan juga.”

Telinga Hyunjo rasanya panas sekali, Sejak pertama kali ia kembali memasuki ruangan tempatnya bekerja hari ini.

Bayangkan saja, sejak kedatangannya pagi ini, orang-orang langsung menatapnya sinis dan sibuk bergosip kesana-kemari, sembari menatap ke arahnya. Hyunjo tidak akan ambil pusing kalau saja yang mereka bicarakan itu orang lain. Tapi sayangnya, gadis itu mendengar sendiri salah satu dari mereka menyebut-nyebut namanya dengan jelas bahkan tanpa insial. Dan bodohnya tidak ada nama Hyunjo lain di kantor itu. Hanya dirinya. Satu-satunya.

Hyunjo yang tidak tahu-menahu soal apapun lebih memilih untuk menghampiri meja Koo Junhoe rekan kantornya yang bisa di bilang cukup dekat dengannya, dan bertanya pada pemuda berambut coklat itu. “Apa yang terjadi? Kenapa mereka semua menatapku dengan pandangan menyebalkan seperti itu?”

Junhoe sedikit menarik pundak Hyunjo agar sejajar dengannya, pemuda berusia 22 tahunan itu berbisik di telinga Hyunjo sunbae nya. Ia menceritakan apa yang orang-orang itu gosipkan pada Hyunjo. ia menceritakannya tanpa ada satupun yang terlewatkan.

Hyunjo menggeleng tak percaya mendengar cerita Junhoe tentang apa yang terjadi selama satu bulan ia cuti. Bayangkan saja, ternyata semua orang-orang satu kantornya bergosip bahwa Hyunjo sudah overdosis dan kehilangan akal sehatnya akibat putus dengan Jongin. Dia frustasi hingga harus hangover di meja bar setiap malam. Andai saja Hyunjo bisa membuat conference pers untuk membantah semua itu maka ia akan melakukannya saat ini juga.

Walau kenyataannya itu memang benar-benar terjadi padanya tapi harga diri Hyunjo sebagai pemegang jabatan seorang manajer design editing di perusahaan itu terasa di injak-injak. Hyunjo ingin sekali menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi hingga ia selalu hangover setiap malam tapi  jika ia menceritakannya, orang-orang bodoh itu pasti berpikir kalau dirinya jahat. Ayolah, ia tidak ingin terlihat bersalah pada siapapun.

Jadi gadis itu pun berusaha menulikan telinganya, dan bersikap seolah tak ambil pusing, ia membiarkan orang-orang berceloteh sesuka mereka.

Dan ia tak peduli.

**

Ini adalah hari ke-28. Jihyun merasakan dirinya seperti terbang tanpa beban kali ini. Tapi matanya terasa amat berat untuk dibuka. Bahkan tangannya sulit untuk di gerakkan dan bibirnya terkantup rapat seolah di lem. Hanya telinganya yang masih berfungsi untuk mendengar.

Tubuhnya masih terasa nyeri untuk di gerakan, tapi Jihyun masih bisa merasakan genggaman hangat di tangannya, menciumi punggung tangannya dengan lembut.

“Sampai kapan kau akan terus tertidur seperti ini…” samar-samar Jihyun mendegar bisikan itu. Bisikan yang sangat ia hafal suara nya.

“Apa kau tak merindukanku?” ia bisa meyakini bahwa suara itu adalah… Kim Jongin

Bisikan suara Jongin terdengar begitu…terluka. Membuat Jihyun merasa sesak di dadanya tapi ia tak bisa berbuat apa-apa, hanya mampu mendengar.

“Rasanya aku ingin mati melihatmu seperti ini..” suara Jongin terdengar begitu serak seperti ia tengah menahan tangisnya.

Detik berikutnya, Jihyun merasakan bibir hangat Jongin mendarat di kedua pipinya lalu di kedua matanya, tepat saat bibir Jongin mendarat di dahinya. Jihyun merasakan bibir Jongin bergetar di sana. Apa Jongin… akan menangis. Sebelum Jihyun berhasil menerka. Ia merasakan basah di matanya. Bukan dari air matanya. Tapi itu tetesan air mata… Jongin.

Dada Jihyun bergemuruh dan terasa sesak sekaligus hatinya terasa hangat. Sel syaraf otaknya bekerja dengan cepat membangun kesadaran penuh. Ia harus bangun, demi… Jongin… ia harus berjuang, dengan sekuat tenaga Jihyun menggerakan bola matanya, memaksakan cahaya masuk kedalam retinanya.

“Yoon Jihyun.. kau sudah sadar?” bisik Jongin terkejut saat melihat mata Jihyun tiba-tiba perlahan terbuka. “Kau mendengarku?” suara Jongin terdengar lebih serak dan tidak salah lagi, ia memang menangis.

“Kim Jong-in…” ujar Jihyun lemah lalu melepaskan selang bantu pernapasan di hidungnya. Jemari lemah Jihyun mencoba menyentuh lembut pipi Jongin, membelainya penuh sayang dan mengusap sisa airmata di pipinya menggunakan ibu jari.

Kini Jongin semakin menangis. Demi Jihyun yang masih terbaring di ranjang itu, pria seperti Jongin—Yang terlihat begitu egois dan tidak peduli, sempurna, tegas, berbahaya dan sangat pemaksa untuk semua keinginan yang ingin di capainya. Sekarang terlihat begitu rapuh. Tidak berdaya.

Jihyun bisa merasakan sentuhan hangat dan lembab di bibirnya. Jongin mencium tepat di bibirnya. Selain perasaan bahagia, seperti saat Jongin menciumnya. Ia merasakan, bibir Jongin masih bergetar. Jihyun menahan sesak di dadanya, mendiamkan bibirnya di tekan lembut oleh Jongin. Jihyun merasakan setetes, dua tetes dan tiga tetes air mata Jongin menetes di pipinya.

Terdiam cukup lama, dan tangannya masih dalam genggaman Jongin. Jihyun ingin merengkuh tubuh Jongin. Tiba-tiba ia merasakan wajah Jongin menyeruak di lekukan lehernya, memeluknya dengan deru tangis yang terdengar begitu menyayat hatinya. Pria ini menangis. Hingga Jihyun bisa merasakan pundaknya basah oleh air mata. Begitu hebatkah, menangisnya Kim Jongin? Jihyun bahkan tidak pernah mendengar tangisan semacam ini, sebelumnya. Bahkan untuk seorang Kim Jongin, ini terdengar sangat mustahil.

Tapi, tangisan ini begitu nyata. Kim Jongin menangis untukmu, Jihyun…

Tangisan menyiratkan perasaan kehilangan yang begitu mendalam. Perasaan kasih sayang yang Jongin pendam selama ini. Perasaan frustasi dan rasa bersalah yang begitu besar… Jongin seperti sudah benar-benar ditinggalkan oleh Jihyun.

Belum reda tangisan Jongin, Jihyun mendengar bisikan Jongin di sela-sela isak tangis pria itu, tepat di telinganya.

“Bangun, dan dengarkan aku bicara. Ku mohon…”

Jihyun kembali berusaha membuka matanya dan menggerakkan tangannya untuk mengusap punggung Jongin. Walau terasa berat, ia harus bisa… harus mendengar apa kata Jongin. Setidaknya, walau itu akan membuatnya kecewa. Ia ingin Jongin juga mendengar bahwa ia mencintai pria itu. Tidak peduli pria itu masih menerimanya atau… tidak.

Saat Jihyun akan menggerakkan tangannya, Ia mendengar sesuatu—bisikan lembut dan begitu tulus yang membuatnya ingin hidup selamanya, bersama Jongin.

“Aku mencintaimu, Yoon Jihyun…”

Jihyun menahan air mata di pelupuk matanya dan beberapa sudah menetes melalui sudut matanya—bahkan Jongin tidak tahu. Gadis itu kembali menggerakkan tangannya menyentuh punggung Jongin perlahan, karena Jongin—masih menyembunyikan wajahnya di lekukan lehernya. Jihyun mengusapnya perlahan, membuat Jongin seketika tersenyum dan memeluknya lebih erat lagi.

“Jangan menangis. Kau jelek saat menangis.” cicit Jihyun lemah dan suaranya terdengar begitu serak dan berat.

Jongin sadar dengan matanya yang masih basah, seketika ia menggerakkan tangannya untuk mengusap mata dan pipinya yang basah akibat tangisnya yang pecah karena ia merasa putus asa Jihyun akan meninggalkannya..

“Apa peduliku. Sekalipun aku menjadi jelek kau akan tetap menjadi istriku.” gumam Jongin pelan dengan suara seraknya, dan ia sedikit terkikik lalu menarik wajahnya dari leher Jihyun.

Jihyun hanya tersenyum lalu menatap wajah Jongin dengan tatapan sendu. Ia begitu merindukan wajah itu, wajah yang biasa menemaninya setiap hari.

“Terimakasih karena kau telah sadar.” Jongin tersenyum lalu menarik tangan Jihyun ke bibirnya. Mengecupnya berulang-kali dengan penuh perasaan.

“Sekarang aku—aku yang ingin bicara padamu,”

Jongin menggeleng, “Aku akan panggilkan Dokter lebih dulu,” tapi Jihyun buru-buru mencegahnya.

“Jihyun—“ Jongin terdiam melihat mata Jihyun yang memerah… Jihyun mengeluarkan air mata ke pipinya yang pucat. “Jihyun apa? Aku panggilkan Dokter, biar mereka tahu—“

“Aku juga mencintaimu dan aku benar-benar takut kau meninggalkanku juga…” bisik Jihyun lemah dengan suara beratnya. Jihyun menatap Jongin dalam-dalam dengan pandangan matanya yang mengabut oleh air mata.

“Jihyun… Jangan bicara—“

“Aku tak tahu bahwa aku sudah mencintaimu begitu dalam. Aku hanya takut perasaanku akan semakin mengahancurkanmu. Dan saat aku mencoba membohongi perasaanku sendiri, hatiku terasa mati.  Tapi, sekarang hatiku begitu senang hanya karena kau disini. Terimakasih.” bisiknya lagi, dengan suara yang frustasi dan air mata masih mengalir deras ke pipinya.

Jongin menangkup wajah Jihyun dengan kedua tangannya. Memejamkan matanya, ia berbisik pada Jihyun. “Kau sadar aku sudah sangat bahagia. Aku bahagia. Kau harus tahu itu.”

Jihyun tersenyum, dan ia kembali meneteskan airmatanya. “Kuharap kita akan terus bahagia, bersama anak kita kelak.”

Seketika air muka Jongin berubah. Ia menatap Jihyun ragu. “—Jihyun, Anak kita…..” potong Jongin frustasi.

Senyuman di wajah Jihyun pudar saat tiba-tiba Jongin menyebutkan tentang anaknya. Jihyun menatap Jongin cemas sekaligus gugup, oh apa yang terjadi? Kenapa tatapan Jongin begitu dalam… Apa yang terjadi?

“Jongin apa bayinya? Bayinya—Bayinya kenapa Kim Jongin.” Jihyun gugup lalu menarik narik tangan Jongin tak sabaran.

Jongin semakin frustasi dan ia kembali meneteskan airmatanya lalu menatap Jihyun sendu. “Maafkan aku—Kau—keguguran—“

**

Sudah satu minggu berlalu sejak Jihyun bangun dari komanya,  Hari itu juga ia begitu sedih saat tahu bahwa dirinya keguguran dan kesehatan Jihyun tiba-tiba kembali drop. Ia menangis seharian penuh. Mengamuk hingga perawat terpaksa memberinya obat penenang. Esok harinya semua makanan yang masuk ke perut Jihyun termuntahkan. Stress karena kehilangan anaknya membuat tubuhnya kesulitan mencerna makanan. Hal itu berlangsung hingga berhari-hari, membuat kondisi tubuhnya semakin lemah saja.

Setiap harinya Jihyun habiskan dengan mendekam di dalam kamar rawat inapnya. Berdiam diri, menangis, atau menjerit sendiri. Ia masih belum bisa menerima kalo calon anaknya harus mati tragis karena kecelakaan itu. Dia juga selalu menyalahkan dirinya sendiri atas apa yang terjadi.

Jongin tidak ingin Jihyun terus mengamuk, itu membuatnya merasa semakin bersedih melihatnya, akhirnya Jongin memutuskan untuk memberi Jihyun obat penenang setiap harinya, itu demi kesehatan Jihyun juga, karena jika Jihyun mengamuk maka otomatis akan menyulitkan dokter untuk mengecek kondisinya setiap hari. Bukan hanya Jihyun yang bersedih tapi Jongin juga ikut bersedih. Ia tahu bagaimana rasanya kehilangan dan itu amat menyakitkan.

Malam ini, Jongin masuk ke kamar rawat Jihyun dengan membawa nampan yang penuh berisi makanan, juga obat. Dengan senyum di wajahnya, ia mendekat ke ranjang Jihyun dan duduk di kursi yang biasa ia duduki disana.

“Ini makan malammu, sayang.” Pemuda itu tersenyum manis. “Dokter mengijinkanmu untuk pulang besok.”

Jihyun tersenyum tipis. “Em, baguslah.”

Jongin membalas senyuman Jihyun “Kau harus kuat, masih ada aku disini.”

Jihyun mengangguk. “Em.”

Jongin mengangkat mangkuk bubur yang ia bawa itu, kemudian melirik Jihyun. “Kalau begitu kau harus makan sekarang.”

Ditanggapi Jihyun dengan anggukan.

Jongin mulai menyuapkan bubur jatah makan malam Jihyun. Sedikit demi sedikit. “Ini adalah sebuah kecelakaan, kau tak perlu menyalahkan dirimu seperti ini.” ujar Jongin dengan raut wajah sedih. Namun raut itu tidak bertahan lama, karena kemudian pemuda itu menggantinya dengan senyuman hangat. “Tuhan pasti punya cara lain agar kita lebih bahagia.”

Jongin meletakkan tangannya di atas tangan Jihyun dan menggenggamnya erat, seakan memberikan gadis itu kekuatan. “Kau harus cepat sembuh.”

**

Setelah pulang dari rumah sakit, Jihyun masih tetap diam membisu. Dia hanya terduduk didalam kamar dan menatap kosong pemandangan di hadapannya. Jihyun begitu lemah hingga harus terduduk di atas kursi roda.

Perban di atas kepalanya kini sudah boleh di buka, dan rambutnya yang panjang terpaksa harus di gunting karena terlalu menutupi bagian kepala Jihyun, kini rambut gadis itu hanya sebahu. Tapi dia masih terlihat cantik dengan wajah pucat sekalipun.

Jongin yang melihat itu setiapharinya merasa semakin sedih, dia tak pernah bisa tertawa lagi kala melihat Jihyun yang ternyata lebih terpuruk darinya. Pemuda itu hanya terus menemani Jihyun setiap menitnya. Memandang gadis itu atau sekedar mengajaknya mengobrol seperti biasa—tapi Jihyun tak pernah menanggapinya.

Jihyun selalu menolak untuk beristirahat, makan, dan juga berbicara bahkan pada Jongin pun ia hanya berkata seperlunya. Yang ia lakukan sepanjang hari hanya duduk diam di atas kursi rodanya, melamun seperti biasanya.

Selama masa-masa itu, yang bisa Jongin lakukan hanya memantau keadaan Jihyun. Menemaninya dan terus menyemangati Jihyun walau ia tahu bahwa ia juga sama terpuruknya.

**

Ini adalah hari ke-7 setelah Jihyun pulang dari rumah sakit, sedikit-demi-sedikit kini keadaan Jihyun menjadi semakin membaik, dia tak menggunakan kursi roda lagi atau meminum obat-obatan seperti waktu itu. Dan rasa depresinya juga mulai sembuh karena bisa dilihat kalau Jihyun sudah hampir kembali melakukan aktivitasnya seperti dulu. Memasak, mencuci, dan membersikan rumah. Walau terkadang ia masih suka melamun di sela-sela waktu tertentu.

Jongin yang melihat perubahan itu ikut senang, dan malam ini ia menenteng plastik yang berisi makanan untuk Jihyun, dan juga beberapa vitamin, seperti biasa. Namun yang berbeda malam ini adalah ia juga membawa sebuket mawar untuk Jihyun.

Setelah menyimpan plastik berisi makanannya dan bunganya di meja, dengan segera Jongin berjalan ke arah kamar untuk mencari Jihyun, karena nampaknya dia memang tengah berada disana. Jongin memutar knop pintu perlahan, dengan langkah pelan ia memasuki kamar.

Jongin memandang ke ranjang yang kosong. “Kemana dia?” Batinnya. Tapi, jawabannya segera terpampang nyata di depannya.  Adalah Yoon Jihyun yang tengah berdiri membelakanginya di dekat ballkon. Gadis itu berdiri di balkon kamar, membiarkan cahaya bulan menerpanya dan itu membuat Jihyun nampak semakin cantik. Perlahan Jongin menghampiri, lalu melilitkan tangannya di pinggang Jihyun. Sontak itu membuat Jihyun terkejut.

“Apa yang kau lakukan disini?” suara Jongin membuyarkan pikiran-pikiran Jihyun dan membuat gadis itu menoleh dan menatap Jongin sedikit sendu.

“Kau sudah pulang.” Ujar Jihyun pelan, “Maaf aku tidak mendengarmu.” Ia mencoba tersenyum, dan Jongin bisa meyakini kalo Jihyun tengah kembali melamun.

Pemuda itu semakin menarik Jihyun dan merapatkan tubuhnya. Jongin memeluk istrinya dari belakang, bersama-sama di balkon kamarnya memandangi gelap malam dan pemandangan kota Seoul di malam hari. Jongin merasakan hal yang sama, ia juga sedih saat harus kehilangan anaknya, sama seperti Jihyun—ia juga sering melamun akhir-akhir ini, tapi ia selalu berusaha agar terlihat kuat di hadapan Jihyun. Ada Jihyun di sisinya dan itu cukup untuk memulihkan semua luka hatinya.

Mereka diam cukup lama, dan nampaknya Jihyun mulai merasa risih juga gugup karena di peluk seperti ini oleh Jongin. “A-aku mau tidur.” Gadis itu tak tahan dengan kebisuan itu, dan memutuskan untuk tidur. Jelas itu sebuah kebohongan, untuk menutupi rasa gugupnya. Tapi buru-buru tangan Jongin merengkuhnya lebih erat, tak membiarkan gadis itu pergi dari pelukannya.

“Kenapa kau masih sering melamun seperti tadi?” Jongin berbicara tepat di telinga gadis itu sebelum meletakkan dagunya di bahu Jihyun, memejamkan mata dan merasakan hembusan angin sepoi-sepoi yang membelai rambut Jihyun.

“Jongin…aku…”

“Aku tahu bahwa kehilangan seorang anak memang bukan hal yang mudah tapi—“

“Bukan. Bukan tentang itu.” Potong Jihyun lalu menatap wajah Jongin dari samping.

“Lalu?”

“Aku berpikir tentang siapa pelakunya. Orang yang sudah membuat calon anakku mati. Kenapa ia melakukan itu padaku.”

Seketika hening. Jongin terdiam setelah mendengar apa yang Jihyun katakan. Ia terdiam dan menatap kosong pandangan di hadapannya. Entah, seolah ada sesuatu yang mengganjal saat Jihyun bertanya hal itu.

Dan Jongin punya jawaban nya. Hanya saja, ia masih ragu.

“Kenapa kau berpikir seperti itu?.” Jongin berbicara dengan nada datarnya. Sekalipun, ia sudah tahu bahwa Jihyun pasti akan memikirkan hal ini pada akhirnya. Tapi ia seolah tengah menyembunyikan sesuatu.

“Aku hanya penasaran.” Jihyun melepaskan pelukan Jongin lalu berbalik menatap Jongin dengan kedua manik matanya. “Kenapa orang yang menabraku itu seolah ingin aku mati. aku jelas-jelas melihat jalanan kosong dan tiba-tiba mobil itu datang dari arah yang tak aku ketahui lalu menabrak tubuhku. Jelas sekali jika orang itu memang sengaja melakukannya.”

Jongin yang semakin gugup hanya terdiam. Dia sama sekali  tak bergerak dan hanya menatap Jihyun dengan manik mata hitamnya.

“Apa kau tahu sesuatu?”

Buru-buru Jongin menggeleng lalu kembali menarik tangan Jihyun dan memeluknya amat erat. “Aku akan mencari pelakunya, untukmu.” Jongin membuka suara kali ini lalu  mengecup pelan bibir Jihyun, menyembunyikan rasa gugupnya sekarang.

“Temukan dia, kumohon.” cicit Jihyun saat tautan Jongin terlepas.

“Asalkan kau tak bersedih lagi, berjanjilah.” ujar Jongin datar.

“Aku janji.” Jihyun tersenyum lalu menyembunyikan wajahnya di balik dada Jongin.

Dan Jongin. Ia hanya tersenyum miris di balik pundak Jihyun. Entah apa yang harus ia perbuat sekarang.

**

Jongin mendongak menatap langit, pagi ini. Hembusan napas panjang keluar dari sela bibirnya. Dia menyilangkan kakinya sembari bersandar pada sandaran kursi yang ada di taman belakang apartemennya.

Perasaannya tak menentu sekarang. Dia bahkan meninggalkan Jihyun sendirian di apartemen pagi ini. Ingin rasanya ia kembali masuk kedalam apartemennya lalu kembali bertemu dengan Jihyun, tapi pikirannya tak pernah bisa tenang barang sebentar saja, ingatan-ingatan tentang kejadian malam itu kembali berkelabat dalam otak kecilnya. Membuatnya gelisah setiap ia melihat Jihyun disisinya. Seolah ia dihantui oleh perasaan-perasaan bersalah pada Jihyun.

Terlintas kembali di benak Jongin insiden satu bulan yang lalu ketika dia melihat Jihyun di tabrak oleh sebuah mobil. Awalnya Jongin tak terlalu memperhatikan dengan jelas mobil yang menabrak Jihyun itu, tapi jika di ingat kembali Jongin rasanya amat hapal dengan plat mobil itu—yang tak sengaja ia lihat sebelum akhirnya menolong Jihyun.

Itu sebuah mobil Audi. Ya, Audi berwarna pink yang ia ketahui hanya satu orang yang memiliki mobil itu di Korea—itu milik Hyunjo. Dan ia tak mungkin salah karena mobil itu adalah hadiah dari ayah Jongin untuk Hyunjo dulu.

Setelah sekian lama memikirkan tentang hal itu barulah Jongin sadar bahwa memang bukan Luhan yang tega melakukan hal itu, tapi oranglain.

Oranglain yang mencintainya sampai ia berubah menjadi monster hanya karenanya.

Jongin tak tahu apa dugaannya benar atau tidak tapi yang jelas polisi masih mencari keberadaan penabrak itu hingga sekarang. Walau Jongin melihat semuanya secara jelas tapi mulutnya seakan tertutup untuk memberikan kesaksian kepada polisi, bukan karena ia tak ingin jika pelakunya di tangkap atau apa—tapi ia takut kalo pelakunya itu benar-benar Hyunjo. Dan jika itu benar-benar Hyunjo, maka Jongin akan mengutuk dirinya sendiri.

Setelah mereka putus tiga bulan yang lalu, Jongin tak pernah menemui Hyunjo lagi. Ia menutup diri setiapkali Hyunjo menelponnya atau mengajaknya bertemu. Bukan tanpa alasan Jongin melakukan itu, ia hanya ingin menghargai perasaan Jihyun istrinya. Ia hanya ingin Jihyun bahagia—tanpa ada bayang-bayang kesalahannya pada Hyunjo. Perasaan lega menghampiri Jongin saat itu, karena ia tak perlu menutup-nutupi apapun lagi dari semua orang. Ia hanya menikmati perannya sebagai seorang suami untuk Jihyun selama satu bulan terakhir sebelum kejadian itu tiba. Sampai akhirnya Jihyun kembali mengungkit-ngungkit tentang Hyunjo  beberapa hari sebelum ia kecelakaan. Rasa curiga Jongin semakin menjadi, dan satu persatu fakta ia temukan. Ia juga baru mengerti alasan kenapa Jihyun meminta Jongin kembali pada Hyunjo saat itu.

Ah, seandainya Jongin tahu maka ia ingin mencegah semua ini terjadi, seandainya Jihyun menceritakan apa yang terjadi, pasti calon anak mereka tak akan hilang sekarang. Dan kata seandainya yang harus selalu berujung pada penyesalan.

Jongin memang melihat perubahan yang aneh pada Jihyun waktu itu. Jujur ia khawatir, tapi ketika melihat Jihyun kembali tersenyum, perasaan khawatir, Jihyun akan meninggalkannya musnah dan rasa lega lebih mendominasi perasaan Jongin.

Entahlah. Jongin tidak membenci Hyunjo atau Luhan sekarang, dia bukanlah tipe pendendam. Tapi jauh di lubuk hatinya, Jongin tidak terima jika Hyunjo benar-benar melakukan hal kejam itu hanya karenanya.  Ia butuh kepastian untuk semua ini.

Jongin menatap jam digital di tangannya. Tanpa berpikir duakali, Jongin meninggalkan taman belakang apartemen pagi itu. ia bergegas berlari ke arah bassment parkir untuk mengambil mobilnya. Pemuda itu pergi dari kawasan Apartemennya dengan perasaaan yang masih tak menentu.

Cho Kyuhyun mengakhiri rapatnya dengan lebih cepat, membuat para karyawan bersorak gembira. Karena artinya, jam makan siang mereka akan jadi lebih panjang.

Kesempatan ini digunakan oleh Hyunjo untuk pergi makan siang di cafetaria kantor yang masih sepi. Entah ia malas jika harus menghabiskan waktu makan siangnya di jam biasa dan membuatnya kembali merasa risih dengan celotehan-celotehan tak bermutu dari orang-orang itu.

Ia merasa lelah terus dibayangi rasa bersalah dan takut. Sekarang Hyunjo tengah berusaha memfokuskan dirinya untuk melupakan semua itu. Kejadian-kejadian buruk yang menimpanya belakangan ini.

Ketika sedang asyik memakan spaghetti nya dengan tiba-tiba nada dering ponselnya berbunyi. Hyunjo mengeryit saat membaca nama yang tertera di layar smartphone-nya.

“Kim Jongin?”

Tidak jauh dari kantor tempat Hyunjo bekerja, ada sebuah kedai coffee yang dulu sering menjadi tempat faforite Hyunjo saat menemui Jongin dan sekarang pun masih sama. Ia suka design kedai coffee itu yang minimalis dan sepi dari lalu lalang orang-orang karena letak kedai nya yang cukup terpojok dari jalanan. Hyunjo memesan sebuah latte creamy kesukaannya. Sambil menunggu, Hyunjo memesan satu buah minuman lagi untuk Jongin. Ia sengaja memesankan sebuah coffee faforite Jongin.

Tak berselang lama kepala Hyunjo terangkat saat mendengar langkah kaki mendekat. Ia tersenyum separuh saat tahu siapa yang berdiri di hadapannya sekarang.  Dia, Kim Jongin yang datang dengan balutan sebuah kemeja kusut dan celana jeans lusuh.

Oppa, kau sudah datang?”

Jongin tak langsung menjawab. Ia menarik sebuah kursi di depan Hyunjo lalu mendudukan dirinya disana. Wajah Jongin nampak keruh dan jelas tidak ramah. Mata pria itu berkilat tajam.

Hyunjo tahu ada yang tidak beres, karena itu ia hanya menunduk melihat muka tajam Jongin yang amat menyeramkan. Wajah menyeramkan itu seolah kembali menampar Hyunjo tentang kejadian saat ia di Jepang bersama Jongin.

“Kau senang melihatku seperti ini sekarang?” tanya Jongin dingin.

Hyunjo memicingkan matanya. “Apa?”

“Kau berhasil menghancurkanku dan Jihyun. Kau bahkan membunuh calon anak ku.” Jongin tersenyum sinis lalu menggebrak mejanya cukup keras dan membuat Hyunjo gugup setengah mati hingga harus memejamkan matanya dan meremas jarijarinya sendiri yang gemetaran.

“Apa maksudmu?” Hyunjo berusaha menyembunyikan kegugupannya. Ia mencoba meremas roknya sendiri menggunakan tangannya hingga kebas.

“Aku tahu kau yang menabrak Jihyun satu bulan yang lalu !” Jongin menatap tajam Hyunjo, mengintimidasi gadis itu dengan matanya sendiri. Tapi tatapan tajam itu melunak saat melihat wajah Hyunjo yang seakan ingin menangis. Sungguh Jongin tak tega. dan kali ini wajah Jongin berubah dengan guratan kesedihan. “Kenapa kau harus melakukan itu?” ia berbicara pelan.

Hyunjo mendongkakan kepalanya. Kaget karena Jongin tahu apa yang ia lakukan sebulan yang lalu.  Kenapa Jongin bisa tahu? “Apa maksudmu aku sama sekali tak mengerti.” Ia menyangkal. Berpura-pura tak mengerti.

BERHENTI BERBOHONG!! KARENA AKU MELIHAT MOBILMU DISANA.” teriak Jongin kembali kesal melihat kepura-puraan Hyunjo.

Akhirnya, Hyunjo tersenyum meleceh lalu menghembuskan napas yang memberati dadanya dan ia menghapus airmata yang sempat membendung. “Yayaya!! Aku yang menabraknya!!!” ujarnya enteng seolah ia barusaja mengatakan tentang apa warna faforitenya.

Apa?” Jongin memaku di tempatnya dengan airmuka yang benar-benar penuh gores kesedihan.

“Kau benar. Aku yang menabrak Jihyun, aku yang mencoba membunuh istri kesayanganmu itu.. aku…” Napas Hyunjo tiba-tiba tercekat. Dan ia baru sadar bahwa tadi Jongin menyebutkan bahwa ia juga yang membunuh calon anaknya. Apa itu artinya saat itu Jihyun tengah hamil? “…yang membunuh calon anakmu …” Mata Hyunjo terpejam. Seolah ada sebilah pisau yang merajam hatinya, rasanya sakit sekali. Kenapa ia bisa menjadi sejahat itu? Bahkan ia juga melukai seorang malaikat kecil tak berdosa.

Jika ia tak mabuk mungkin kakinya tak akan menginjak pedal gas itu lalu menghantam tubuh Jihyun. Jika saja saat itu Jihyun tak berdiri disana bersama Jongin mungkin ia tidak akan melakukannya. Tidak membunuh siapapun. Bayang-bayang kebersamaan Jongin dan Jihyun kembali terbersit dalam benak Hyunjo sekarang. membuat gadis itu kembali tersenyum licik lalu menatap Jongin yang sudah menunduk. “Kau adalah alasan kenapa aku seperti ini.” tandas Hyunjo.

Cuaca yang dingin kini sukses membekukan tubuh Jongin, mengirimkan tangan tak kasat mata untuk meremas dadanya keras. Jongin merasakan oksigen di sekitarnya hilang. Menyesakkan dadanya. “Kenapa aku?”

“Karena kau satu-satunya pria yang aku cintai. Dan gadis manapun akan melakukan hal yang sama jika mereka berada di posisiku sekarang—”

“Tidak. Kau bukan orang sejahat itu. Kim Hyunjo!” potong Jongin.

“Kalian yang membuatku menjadi jahat, kalian menusukku dari belakang dengan diam-diam menikah. Lalu mencampakanku seperti sampah tak berarti. Apa dosaku hingga kalian dengan sejahat itu melukaiku…” Hyunjo lagi-lagi meremas ujung roknya kuat-kuat. Dadanya dipenuhi rasa sakit yang semakin meluap. “Bahkan aku tak pernah melakukan apapun pada kalian, aku selalu memercayai kalian berdua dalam hidupku selama ini.”

Jongin hanya ternganga. Tubuhnya entah kenapa terasa dingin dan kebas.

“Dan betapa menyedihkannya aku karena kau juga menipuku selama ini.”

Ya, tentu Jongin tahu semua itu. Bahkan ia sendiri bingung dengan apa yang harus ia katakan sekarang. Semua masalah ini bersumber darinya. Ia yang membuat kehidupan Hyunjo dan Jihyun hancur.

Dan mungkin ini juga hukuman untuknya yang selalu mempermainkan wanita.

“Jika kau pikir aku akan baik-baik saja maka jawabannya salah.” Hyunjo menghela napas panjang. “Karena aku tidak akan pernah baik-baik saja -”

“-Hyunjo!-”

“-Semakin kau mencintai Jihyun maka aku akan semakin membencinya, aku tak peduli.” Hyunjo memancingkan matanya tajam. “Bahkan, aku bisa membunuh Jihyun saat ini juga jika aku mau.” Ia tersenyum sinis. “Aku tak takut jika aku harus di penjara, karena itu artinya kau, aku dan Jihyun akan sama-sama menderita?”

Jantung Jongin terasa ngilu membayangkan kemungkinan itu. Kenyataan bahwa Jihyun akan semakin menderita di dekatnya dengan kebencian Hyunjo padanya. ini bagai sebuah pukulan keras bagi Jongin. Membuatnya terjepit dalam situasi yang amat buruk.

Ia tak mungkin membiarkan rasa egonya kembali melukai Jihyun. Maka tidak ada pilihan lain selain membiarkannya Jihyun bahagia tanpanya.

“Setidaknya beri aku waktu agar Jihyun membenciku. Agar semuanya bisa kembali seperti dulu. Seperti apa yang kau mau. Dan kita akan sama-sama hancur tapi tidak dengan Jihyun.” Jongin meneteskan airmatanya lalu menatap Hyunjo geram. “Sekali saja kau melukainya. Akan ku pastikan kau lebih terluka darinya. Kim Hyunjo.” Bayangan wajah Jihyun berkelebat di benak Jongin. Senyum Jihyun, wajah malu-malunya, wajah kesalnya lalu wajah sedihnya. Ia akan merekam semua itu sebaik mungkin, karena hari ini ia rasa pengorbanannya untuk kebahagian Jihyun akan dimulai.

“Tolong, berhenti melukainya. Hidupnya sudah terlalu berat selama ini dan satu-satunya permohonan maaf yang bisa aku lakukan adalah melepasnya untuk bahagia bersama oranglain.”

To be continue….

tumblr_mxa4i8tjjb1r3xllho1_500tumblr_mxa4q7muRT1s22rbbo1_r1_500tumblr_mxa4q7muRT1s22rbbo2_r1_500

Annyeong kesayangan-kesayangan kuhhh :* ada yang kangen sama Lyo??? //ga ada// *pulang—nangis pojokan* okeh dear, maafin Lyo yang kabur tanpa kabar, tanpa cerita, tanpa pemberitahuan dan tanpa oleh-oleh juga TT-TT/hukss//
Lyo menghilang cukup lama ternyata Xd maafkan ya dear, lyo sibuk praktikum u,u hingga lupa menyapa ff ini yang sudah terlalu lama terbengkalai kurang di belai Xd setelah nangis-nangis di chapter sebelumnya kini chapter ini juga sama U,U masih nangis-nangisan tema nya haha Xd tapi janjinya deh, chapternya gak lama lagi bakal ending u,u dan lyo akan update ff ini seminggu sekali sebagai permohonan maaf udah kabur tanpa kabar :D tapi untuk ff LMLYD akan lyo hentikan dulu jadwal publisnya :( mungkin kalo daydream udah tamat baru dilanjut lagi :) maafkan ya dear ^^
Last, makasih yang masih setia nungguin ff ini dan buat yang gak setia, boleh di read back haha Xd Lyo tunggu like & komentarnya dear u,u byeee~~ sampai berjumpa next week dengan daydream #11 b yang lebih menantang :D

 

//bayangin abang jojong kisseu-kisseu jadi sad kan//

Loves of Pain [7] TEASER

$
0
0

lop1

 

Loves of Pain [7] TEASER

Author: ayslv

Character:  – Park Hyera
                       – Park Chanyeol
                       – Oh Sehun
                       – Kim Jongin

Category: Angst, Romance, PG-17, Chapter/Series

Personal blog: https://silpianipark.wordpress.com/


___

Chanyeol tidak tahu bahwa mimpi akan seburuk ini, maka Chanyeol memilih untuk tidak tidur selamanya. Kemudian pria itu sadar bahwa ini bukanlah mimpi, kenyataan menampar nya begitu keras. Seakan tuhan tidak mengizinkan dirinya untuk tinggal lebih lama lagi bersama gadis yang ia cintai. Kini Hyera terkulai lemah di atas ranjang rawat dengan beberapa dokter yang mengelilinginya.

___

Sehun memejamkan mata dan mengepalkan tangannya kuat-kuat. Jika membunuh adalah hal legal di negaranya, maka Sehun akan dengan senang hati melakukannya. Atau jika bukan karena ia terlalu mencintai Hyera, sudah pasti Sehun sendiri yang akan membuat Chanyeol kehilangan napas nya.

___

Suara decapan dari aktivitas yang sedang mereka lakukan memenuhi kamar hotel yang luas ini. Jongin semakin menghimpit tubuh wanita itu ke dinding. Mencium bibir merah nya seakan ia tidak akan pernah merasakan bagaimana rasanya mencium wanita lagi. Erangan dan desahan lolos tanpa pria itu minta.

___

“A-aku ingin bertemu dengannya. S-Sehun, Chanyeol d-di mana?”

___

Coming Soon…


WEDDING DRESS—CHAPTER 3A

$
0
0

wedding dress

Kaihwa♪2015

Main Cast :

  1. Kim Jong In [EXO]
  2. Michelle Lee [OC]

Other Cast :

  1. Park Chanyeol [EXO]
  2. Kim Mingyu [17]
  3. Lee Hong Ki [FT. Island]
  4. Son Naeun [Apink]

Genre : Angst, Fluff, Marriage Life, Romance

Length : Chaptered

Rating : PG13

PREVIOUS :

Cast Intro | 1ST | 2ND

review previous

 

“Apa acara kencanmu buruk?” Perjelasnya sekali lagi, Michelle menunduk kemudian menyunggingkan senyum paksa.

“Mana mungkin oppa, tadi kami menghabiskan waktu bersama dengan baik kok. Aku hanya pulang terlalu cepat karena ingin berjalan-jalan kesini.” Ujarnya pelan membuat Hong Ki tanpa diberitahu menaruh rasa curiga. Michelle tidak terlihat baik-baik saja, walau sebagai kakak angkat dia begitu tahu setelah mengenal selama 2 tahun in.

Kakak angkat? Michelle tak tahu, dari hati yang paling dalam Hong Ki ingin saja mengatakan yang sejujurnya. Dari hati terdalamnya.

SORRY FOR TYPO

-Chapter 3A-

“Sampai jumpa, haksaeng.

Ne!” sapa semuanya menjelang Song saem melangkah menjauhi kelas dengan tergesa-gesa, Michelle menghela nafas dan menarik tas selempangnya sembari menuruni tangga kecil dari tempat duduknya. Kelas sudah berakhir dan sekarang dia harus keruangan seni karena memiliki urusan dengan Naeun. Huft, membicarakannya saja malas.

BRUK!

Cukup membuat semua mata tertuju termasuk gadis satu ini, Kim Mingyu yang jatuh karena tali sepatunya sendiri. Tanpa sadar tiba-tiba si Mingyu yang berusaha bangun dia sempat memberi senyum kecil pada Michelle, tubuhnya menegang tatkala Mingyu mendekat dengan seribu langkah cepat. Terdengar beberapa orang sempat mencibir dan tertawa kecil.

“Hai.” Mingyu menyapa sembari menyamakan langkah. Mereka berjalan beriringan menuju lorong seni. Michelle senantiasa menunduk sambil berjalan agak cepat.

“Kenapa terburu-buru sekali? Ada urusan penting dengan siapa?” tanyanya berurutan, Michelle terperangah dan berhenti dengan otaknya yang tiba-tiba blank saja melihat Mingyu tersenyum cukup lebar. Mata lelaki itu menyipit bingung sambil menelisik penampilan Michelle, ‘anak ini cukup aneh beberapa hari terakhir,’ pikir lelaki itu dalam hati.

Mata Michelle bergerak gelisah, ohh dia cukup sebentar sudah sadar, “Aku ada urusan dengan Naeun, sebentar saja.” Ujarnya jelas. Mingyu mengangguk-angguk saja.

“Kebetulan aku juga mau kencan dengan Naeun.” cukup tahu, Michelle kembali patah hati. Dia menarik nafas menahan air mata.

“Kau mau ikut, Michelle-a? Sekalian nanti sepulangnya kau bantu aku mencari hadiah untuk Naeun, dia akan berulang tahun besok!” tawarnya dengan mata berbinar, Michelle tersenyum kecut untuk membalasnya.

‘lagipula siapa kau Michelle Lee? Jangan bermimpi untuk mendapatkannya,’ rutuknya dalam hati, mengabaikan Mingyu yang sepertinya begitu senang membicarakan mengenai surprise yang akan dibuatnya di tanggal ulang tahun kekasihnya yang baru menjalin kasih dengannya dari 2 bulan lalu.

Butuh waktu beberapa saat sampai mereka sampai di ruang seni, Michelle yang pertama kali membuka pintu dan melihat Naeun sedang menari, dia menoleh kesamping kanan, disana tampak Mingyu yang tersenyum cerah melihat Naeun yang menggerakkan tubuhnya dengan indah, jangan lupakan lekuk tubuhnya yang terlihat begitu sempurna.

Cantik, talented, tinggi dan kaya.

Primadona di kampus yang membuat semua lelaki disana menjadi makhluk hausnya—fans setianya. Michelle mengetuk pintu pelan untuk memanggil dia yang terlihat begitu konsen melakukan tariannya, Naeun menoleh dengan senyum cerah. Perlu digaris bawahi jika Naeun sebenarnya cukup baik dan ramah tapi karena terlalu mencintai Mingyu dia memanggil dengan sebutan yang tak pantas untuk seorang Son Naeun.

Tiba-tiba Naeun menarik Michelle kedalam pelukan, “Mwoya… kau terlihat hug-able Michelle-a.. aku suka sekali memelukmu..” Michelle tersenyum kecil mendengar tuturan Naeun, dilihatnya Mingyu tertawa sembari menyahut, “Kau tidak ingin memelukku, chagi-ya?”

Michelle lepas dari pelukan Naeun kemudian menjalankan aktingnya, “Apa kalian tidak bosan selalu berlovey dovey didepan matakuu? Huft, aku sedih tahu?”

Hahahahahaha.. Mianhaee.” Jawabnya bersamaan, Naeun terlihat berpikir sejenak.

“Kemarin ada seorang lelaki tampan yang menarikmu dari rumah? Siapa diaa?? Beritahu aku!” Tiba-tiba Naeun menarik topik yang sangat Michelle benci, Kim Jong In si hitam tua itu. Dia bahkan tertawa dalam hati karena lucu, sejak kapan dia memberi julukan si hitam tua? Haha.

“Hanya anak dari teman ibuku.” Jawabnya.

Tiba-tiba Naeun dan Mingyu berwajah cerah, “Teman kencan buta ya? Uwaaaa…. ajak dia untuk double date dengan kita, Michelle-a!!”

“Hanya teman, aku bersungguh-sungguh!!”

“Hahahahhahaha.. baiklah.”

“Ngomong-ngomong untuk apa kau mengajakku untuk mengobrol, Naeun-ah? Aku masih memiliki urusan untuk menjaga toko ibuku.” Ucapnya setengah jengkel.

Naeun tertawa sambil menatap wajah Mingyu dan kemudian berbalik dan mengambil sebuah kertas berupa kartu undangan dan mengarahkannya kepada Michelle. Michelle terlihat bingung pertamanya tapi kemudian dia mengerti dan mengambil kartu itu dan membacanya perlahan. Menatap Naeun dengan tanda tanya.

“Pesta ulang tahunmu?” Naeun mengeratkan tautan tangannya dengan Mingyu dan mengangguk dengan begitu gembira. “Eumm! Jangan lupa bawakan hadiah untukku ya!”

“Oke, itu sajakan? HUFT.. Akhirnya Aku dapat sampai tepat waktu ke toko.” Ucapnya. Naeun terlihat cemberut.

“Baiklah, baiklah.. pergi saja sana! Pokoknya datang yaa..??!”

“Tentu saja, sampai jumpa,”

“Sampai jumpa!” Sapa mereka kemudian sibuk dengan urusannya. Michelle berjalan dengan langkah lemah dan  hilang dibalik pintu.

 

***

MICHELLE

Jam sudah menunjukkan pukul 4 sore waktu Korea, aku mengintip-ngintip dari pagar tinggi sebuah rumah berdesain modern, aku melirik malas kearah kertas ditanganku lagi. Pasti tidak salah, ini dipagarnya tertulis nomor 173 rumah Kim Jong In itu. Huft. Aku menggertakkan gigiku kasar kemudian cemberut, ini memang begitu menyebalkan sekali dan benar-benar gila! Aku akan masuk kesana untuk mengantarkan baju ini? Ahhh… tidak ada cara lain. Mudah-mudahan hari ini dia akan pulang lebih lama, iyaa!! Dia seorang Dokter, pasti akan pulang lama.

Ayo Michelle Lee. Kau pasti bisa!

Chogiyo, anda siapa?”

Mataku bergulir mencari asal suara, disana terlihat seorang wanita paruh baya berusia sekitar sepadan dengan ibuku. Aku membungkuk hormat dari pagar yang membatasi kami. Dia langsung membalas senyumanku. Senyumannya mengingatkanku pada seseorang.

“Ahh… Michelle-kan? Michelle Lee?”

Ye, ajumeoni.. Annyeong haseyo!” Aku tersenyum kikuk sambil membungkuk lagi. Mati aku! Pasti dia ibunya Kim Jong In, tidak salah lagi karena senyumannya familiar.

Kulihat dia semakin berjalan semangat sambil membuka pintu pagar rumahnya dan menarikku kedalam. Aku semakin kebingungan, bagaimana ini? Aku cuma ingin mengembalikan hadiah putranya kemarin kemudian pergi karena aku sudah berjanji balik cepat dengan ibuku. Kudengar dia terus berceloteh bahagia sambil membawaku kedalam.

Bibirku semakin terperangah melihat isi rumahnya, megah sekali, lebih dari yang kulihat dari luar. Kim Ajumeoni—aku tidak tahu menyebutnya apalagi kecuali dari marga anaknya itu—menyuruhku untuk duduk dan disitu lah aku mendongakkan kepalaku kesekitar melihat-lihat lekuk-lekuk rumahnya sembari menunggunya yang entah kemana. Mataku langsung terfokus dengan sebuah papan kecil bertuliskan ‘BOY ZONE’ yang melekat di pintu sebuah kamar, tidak salah lagi itu pasti kamarnya si hitam tua itu, dia itu sebenarnya sudah berusia 25 tahun atau masih 5 tahun sih?

“Silahkan diminum, nak.” Aku terkejut dan lantas berucap, “Tidak usah terlalu repot-repot, ajumeoni. Aku kesini hanya ingin mengantar ini untuk Jong In s—ahh oppa..” ucapku penuh penyesalan, ‘oppa?’ kata ini cukup membuat bibirku kegelian.

Dia melirik sebentar kearah paper bag-ku kemudian berujar. “Ajumeoni hampir lupa, hari ini ajumeoni harus menemani kakak Jong In untuk fitting baju pengantinnya, kau bisa menaruh itu ke kamar Jong In, nak—kau pasti tahu dimana kamarnya—. Ajumeoni akan berganti pakaian sebentar ya!”

“Tapi ajumeoni ini—“ Aku menghela nafas, Kim Ajumeoni larinya kencang sekali, aku berdiri dan melangkahkan kaki ini menaiki tangga rumahnya dengan langkah lemas.

BOYZONE

CLEK

“Anak ini sudah dewasa atau masih 5 tahun, sih ?”

HUMPT—“ Aku menutup mulutku tak percaya, Kim Jong In sedang tertidur di ranjang berukuran king sized-nya dengan pulas. Hampir saja aku berteriak terkejut karena melihatnya tertidur telentang, jangan lupakan tubuhnya topples dengan hanya berbalut boxer spongebob tanpa selimut. Wajahnya tampak polos dan lucu, ehh? Apa yang kau pikirkan Michelle Lee!

Aku menggeleng-geleng mencoba untuk menghilangkan pikiran tentang dada bidang yang kotak-kotaknya itu sangat sexy, euhh!

Aku melempar asal paper bag kearah lantai kemudian menutup pintu kamarnya pelan-pelan. Kusandarkan punggungku didepan pintunya dengan keringat yang tiba-tiba banjir.

“Pikiranku kenapa bisa seperti ini sih? Ayolah Michelle, kau itu tidak boleh menyukainya! Kim Mingyu lebih tampan dan sexy dari dia! DAN…..Mingyu juga lebih muda dari dia! ANDWAEEEE!!” ujarku berteriak pelan-pelan sambil menepuk dada, meyakinkan diri jika Mingyu yang terbaik dihatiku.

“Michelle-ah?” Aku menoleh pelan dan menemukan Kim Ajumeoni datang dengan wajah bingungnya. Kemudian tatapan bingung itu berubah menjadi senyuman menggoda sembari matanya melirik-lirik nakal kearah pintu kamar itu. Ahh orang tua ini maunya apa sih?

“Apa gerangan yang membuat pipimu semerah itu, Michelle? Apa Jong In yang tertidur sangat pulas membuatmu berpikiran yang aneh-aneh?” godanya, aku menunduk dengan senyum malu. Pasti pipiku memerah seperti kepiting rebus, malunya aku!

“Oh iya.. Nak, ajumeoni akan pergi untuk fitting baju pengantin kakak Jong In, kau harus ikut ya?”

Nde? Tapi ajumeoni aku harus kembali ke toko—“

“Ayolah ikut saja! Masalah ibumu itu ajumeoni yang akan mengurusnya,”

Mati aku! Ternyata keluarga Kim semenyebalkan ini! Kenapa ibu bisa berteman dengan ibunya Kim Jong In yang menyebalkan ini? Seenak jidat menarik seorang wanita lajang yang butuh kebebasan ini?

Shit!

 

*

*

*

AUTHOR

KRING! KRING!

Yeoboseyo..

“Jong In-ah, kau baru pulang berperang dengan keadaan sekarat?”

Rasa kantuk Jong In yang biasanya adalah salah satu gangguan untuk pekerjaannya langsung hilang begitu saja mendengar Chanyeol bertanya dengan pertanyaan yang sungguh konyol. Bibirnya mendesis macam ular karena kesal setengah mati, pantaslah pria itu masih perlu tak dipertimbangkan oleh mantan kekasihnya, telinga besar kebanggaan keluarga Park itu sungguh punya kelainan. Masalahnya Kim Jong In masih baru bangun karena telfon darinya, lagipula dia baru terbangun satu menit sebelum menjawab telepon ya.. pantaslah kalau nyawanya masih diambang-ambang.

“Hehehehehehe, kau ada waktu Jong In-ah? Aku masih ada jadwal operasi 15 menit lagi, bisakah kau pergi ke butik disamping cafe biasa kita datangi?” tanya Chanyeol diseberang sana,

“Hari ini kan kau sedang kosong, tidak ada jadwal, jadi… bisakan?”

Jong In berpikir sesaat kemudian berujar, “Bisa, hyung, memangnya kau ingin membeli apa? Untuk Yoora noona, atau untuk siapa ini? Disana kan kebanyakan untuk fitting baju pengantin, kau tidak berencana untuk menikah dalam waktu dekat kan, hyung?” tanya Jong In beruntun karena penasaran.

Jong In dengar Park Chanyeol sedang tertawa cukup keras, “Kali ini untukku, Jong In-ah, hanya untuk acara keluarga, lagipula kalau untuk seorang wanita lebih baik aku menyuruh kakakku daripada denganmu.” Ejeknya,

“Aku akan menyusul, okay?

“Tenanglah, hyung, tapikan kau punya banyak tuxedo, kenapa beli yang baru hanya untuk sekedar acara keluarga biasa?” Jong In mendengus pelan,

“Dasar anak nakal! Kau lebih baik cepat pergi kesana, dan satu lagi, ukurannya jangan diperbesar darimu karena sekarang ukuranku sama denganmu.”

“Kau yakin? Baiklah terserahmu, jangan marah kalau aku akan memilih warnanya sesukaku!”

“Terserahmu Kim Jong In-_- Aku tidak peduli “

Pria berusia 25 tahun itu menarik jam tangannya yang tergeletak dinakasnya, sekarang sudah pukul 4.30 sore. Dia buru-buru bangkit dan menarik kemeja kotak-kotak biru kehitaman yang tersangkut rapi dikursi meja kerjanya. Mengancingkan kancingnya satu persatu sambil mengambil kunci mobilnya.

CREK!

Dahi Jong In berkerut melihat sebuah paper bag yang tanpa sadar ia pijak, laki-laki itu menariknya dan menemukan sejumlah pakaian wanita? “Ahhh… jadi wanita tak tau terima kasih itu datang juga? Cih.. “

apa?!” dia tiba-tiba memekik sambil menyilangkan tangannya di dadanya.

“Tadi…. dia kesini? Andwaee andwaeee?! Pasti ibu yang melemparnya, mana berani dia ma-m-masuk ke kamar seorang laki-laki, pasti?!” Tidak mau tau kelanjutannya, laki-laki itu berjalan cepat menuruni tangga dan beranjak menyelesaikan misinya membantu Park Chanyeol.

 

***

Tidak cara lain lagi selain menuruti keinginan ibu Jong In, Michelle sungguh pasrah dengan nasibnya setelah ini. Belum selesai masalah dia yang dibawa paksa kesebuah butik yang khusus-nya untuk fitting baju pengantin, Kim Ajumeoni sudah memaksanya untuk menggantikan kakak Jong In yang terjebak di kemacetan, nasibnya hari ini sungguh sial dan aneh. Michelle masih celingak-celinguk memperhatikan Kim ajumeoni yang sibuk berbicara dengan perancang busana disana tentang gaun pengantinnya, perancang itupun juga sudah menunjukkan tuxedo putih yang begitu terkesan maskulin untuk calon kakak ipar Jong In. Michelle bangkit mendekati kedua hal itu dan menatapnya takjub.

Dilihatnya sambil merabanya sepelan mungkin, ‘gaun ini sungguh cantik’ pikirnya diiringi senyuman takjub. Diam-diam sambil menunggu si perancang yang permisi ke kamar kecil, Kim ajumeoni menilik Michelle yang terlihat menyukai gaun pengantin tersebut sekaligus ikut gembira. Dia melangkah mendekati Michelle sambil bergumam mencoba memanggil gadis itu. Michelle  menoleh dengan senyum.

“Kau menyukainya, Michelle-ah?” Gadis itu melirik Kim Ajumeoni dan gaunnya gantian dengan senyuman. Michelle mengangguk riang.

“Iya, ajumeoni, gaunnya sangat cantik, eonni pasti sangat menyukainya.”

CKLEK

Kau?!” sahut Jong In dan Michelle bersamaan sambil menunjuk satu sama lain, Kim ajumeoni terkejut melihat keterkejutan keduanya. Ibu Kim itu menepuk jidatnya sendiri karena Chanyeol salah waktu menyuruh Jong In untuk datang. Dia buru-buru menarik Jong In ke sudut ruangan, hingga membuat Michelle merasa dibodohi disitu. Michelle mencoba menepis pikiran negatif dengan melihati gaun pengantin itu lagi. Jong In bingung bukan main saat ibu memintanya untuk berbicara.

“Apa yang kau lakukan, Kim Jong In? Kenapa kau berada disini?” tanya Kim ajumeoni,

“Tadi Chanyeol hyung memintaku untuk mencari tuxedo untuknya, lagipula eomma kenapa kesini bersamanya?” Mata Jong In menunjuk kearah Michelle yang masih memandang ke gaun pengantin itu.

“Itu.. Eomma akan menyuruh Michelle untuk mencoba gaun untuk pernikahan kalian nanti,”

“APA?!” teriak Jong In, dia sempat mencuri pandang kearah Michelle yang terkejut akan teriakannya, sorot mata elang Jong In membulat, “Eomma apa yang kau lakukan? Mengapa ini ter—terlalu mendadak?”

“Ikuti saja apa yang eomma lakukan, jangan mencoba untuk kabur atau membantah.”

Rahang Jong In mengeras seketika, Dia membuang muka sembari meninggalkan eomma-nya dan berdiri disamping Michelle. Ibu Kim tersenyum menang mendekati mereka. Pintu kembali terbuka menunjukkan jika seseorang baru datang. Jika Ibu Kim dan Jong In sama-sama mendengus kesal, maka terjadi yang aneh antara Chanyeol dan Michelle sempat termangu dan menegang. Beberapa saat kemudian Chanyeol melihat Jong In yang lesu melihat tuxedo putih disamping gaun pengantin, Chanyeol tidak mengerti kenapa tiba-tiba dadanya terlihat sesak melihat wanita itu.

“Baiklah, Michelle, sekarang bisa kau membantu ajumeoni? Ukuran tubuhmu dan kakak Jong In kebetulan sama, jadi.. cobalah.” Michelle terkejut, “Ne?

Ibu Kim melihat Jong In yang kemudian mengejek Michelle yang keheranan, ‘sepertinya ada love-hate relationship diantara mereka hihihi’ pikir Ibu Kim, “Ya! Tidak usah mengejek kau Kim Jong In, kau harus mencoba tuxedo calon kakak iparmu juga,”

Ne?!” sahut Jong In-Michelle bersamaan sambil memandang satu sama lain,

“Bagaimana bisa—“

“Ya, jangan mengikutiku!”

Michelle rasanya ingin menjatuhkan diri dari tebing super tinggi ke jurang tak berujung agar dia bisa menahan malu. Sudah 3 kalimat tapi semuanya bisa bersamaan dengan si hitam tua satu itu. Tak lain dari Michelle, Jong In juga ingin tenggelam dan tak pernah terlahir saat mereka bersahut dengan kalimat yang sama dan itu 3 kali! Bayangkan!

“Jangan sok-sok-an berlagak hanya kalian yang ditakdirkan berjodoh, kalian harus menggantikan Jinyoung dan Luhan, okay?” lagak ibu Kim,

Michelle dan Jong In bersumpah, jika dia bukan ibu Kim yang dihormati sebagai teman ibunya—bagi Michelle—dan ibu kandungnya—bagi Jong In—mungkin mereka akan menenggelamkan orang tua itu saat ini juga. Jong In mendengus sambil berpikir, ‘jika jinyoung dan luhan bukan keluargaku, aku sudah menyumpahi orang-orang itu, sudah menikah saja menyusahkan!!’ teriak dalam hati.

Sejak bertemu dengan Kim Jong In, kenapa hidup Michelle sesial ini????

Hidup oh hidup..

…to be continued OR END….

SORRY FOR TYPO

 

[Ficlet] Dear, My Damn Luck

$
0
0

Dear, My Damn Luck.

From prompt #4 Bones.

***

Kris ingin saja menghancurkan Jongin, kalau bisa sampai ke tulang-tulangnya.

.

Pagi itu, mood Jong In benar-benar hancur.

Biasanya, kalau sedang begini, tidak ada yang berani melakukan apapun terhadapnya. Dia akan ngomel-ngomel dan berteriak-teriak sana-sini.

Jadi ringkasnya, itu semua dimulai ketika pagi hari ketika Jong In bangun, mama dan papanya sudah pergi. Katanya bekerja. Padahal hari itu Jong In ingat sekali, bahkan ia melingkari kalendernya kalau mereka sudah ada janji bakal pergi akuarium raksasa bersama-sama. Itu membuatnya bersungut-sungut, sambil nangis. Dikit. Jong In, kan, jagoan.

Jadi, Kris juga ikut-ikutan bete harus menjadi baby sitter untuk bocah yang sama-sama betenya.

“Besok akuarium itu masih ada. Ayolah. Hari ini mereka harus rapat mendadak. Harga saham perusahan menurun drastis. Nanti mama papamu bangkrut, kamu sendiri yang kena getahnya.” Kata Kris. Wajahnya tidak menunjukkan aura bersahabat, dan bukan merupakan wajah yang paling tepat untuk jadi pengurus anak dibawah lima tahun.

Jong In adalah kesialan terparahnya.

Muka Jong In makin kucel. Kris ingin tertawa, banyak yang bilang kalau bocah itu menawan dan bakal jadi tampan kalau sudah besar, andai orang-orang itu melihat tampang Jong In kali ini. “Kau sudah bilang itu jutaan kali. Dan aku tidak peduli! Aku kan maunya hari ini. Aku sudah nunggu lama, tau.”

Kris memijat pelipisnya. Dia tahu disini dia yang sinting. Ia jelaskan sedetil apapunlah kondisi perusaan kedua orang tuanya, Jong In tak akan bisa mengerti.

Tau-tau Jong In menangis dan melemparinya bantal. Mengancam Kris agar dia segera menelpon orang tua Jong In untuk pulang. Tapi Kris menolak. Ia tidak mungkin melakukan itu.

Kris memutuskan tidak mengurus Jong In dan mengambil buku matematikanya. Tadi pagi ia dikirim mamanya kemari, untuk menjaga Jong In katanya. Jong In tidak pernah suka ditemani baby sitter betulan. Apalagi dengan mood-nya yang betul-betul parah pagi itu. Kris yang jadi korban. Ia jadi baby sitter mendadak. Jadi-jadian. Padahal besok ia ujian. Setelah menaruh Kris di depan pintu neraka, orang tuanya kabur bersama orang tua Jong In untuk rapat direksi dadakan yang sibuk mereka bicarakan sejak di mobil. Banyak yang bilang hidup itu tidak adil, dan rasanya Kris setuju berat atas pernyataan yang satu itu.

Lama-lama Jong In diam juga. Kris membiarkannya bermain di ruang tengah dengan muka ketekuk. Asalkan Jong In tidak membakar rumah, ia akan membiarkannya.

“Siapa itu?”

“Apaan?” kata Kris. Kemudian ia menyadari Jong In menunjuk wallpaper ponselnya.

“Pacar, ya?” kata Jong In, dilihat dari ekspresi wajahnya, anak itu mulai berpikiran macam-macam. Jong In sudah tidak terlihat bete lagi, tapi Kris justru sebaliknya. Ia menatap Jong In kesal. Mana kecil-kecil sudah tahu cara mengejek lawan dengan senyum ganjil, “Oh. Nanti aku bilang ke paman Wu kalau kau pacaran. Aku ingat kau diomel-omel paman dulu gara-gara itu. Kau harusnya belajar dengan rajin, Hyung.” Kata Jongin dengan muka sok bijak, diakhiri dengan decakan tiga kali.

Ya Tuhan, Kris ingin melempar Jong In ke laut.

“Dan kau masih TK. Tau apa kau. Awas kau kalau masalah ini sampai bocor ke….”

Jong In merebut ponselnya dan membawanya lari.

“Hei, Kim Jong In, awas kau! Kembali!”

Jong In kabur keluar rumah. Bersamaan dengan berhentinya sebuah mercedes di depan mereka. Jong In lompat-lompat kegirangan sembari mengejar pamannya dan melaporkan tindakan kakaknya seolah melaporkan kriminalitas jahat.

Kepala Kris mendadak sakit.

Tamat sudah riwayatnya.

Kris bersumpah, ia akan berurusan dengan Jong In nanti. Bocah nakal yang satu itu.

***

Wah, apa-apaan gue bikin beginian? -_- betewe dulu juga pernah, nih judulnya Hero. Anggep aja bocah Jong In yang di sana sama dengan yang di sini. Wkwkwk. Dan iya, ini agak nggak nyambung sama ‘bones’. Dikit e kok. Wkwkk.

Stockholm Syndrome #4

$
0
0
Title: Stockholm Syndrome | Author: reniilubis | Cast: Bae Suzy, Kim Myungsoo, Hoya (Lee Howon), Kim

Unfair | Chaptered

$
0
0

1

| Author: Jo Liyeol | Tittle: Unfair | Light: Chaptered (words: 2,053) | Ratting: 16+ (for multiple languages) | Main Cast: Kim Jongin, Do Kyungsoo | Other: Park Chanyeol, Byun Baekhyun, Oh Sehun, Huang Zi Tao | Genre: Drama, Romance, Family, School-life, Friend-ship, little bit hurt |

.

.

Jo Liyeol’s present

©2016


Fanfic in here :

[Chapter 1 : Heart Attack ]
FF.N –> Here

[Chapter 2 : Black Pearl ]
FF.N –> Here

[Chapter 3 : What If … ]
FF.N –> Here

Visit also : FF Boyfriend

.

.

Ppyong! Saranghae Bbuing! ^^v

NOT BAD

$
0
0

42

| Title: Not Bad | Cast: Do Kyungsoo, Kim Jongin
EXO-K member | Genre:  Drama, Romance, Supernatural |Rating: Teenager | Lenght: Ficlet |

.

.

Jo Liyeol’s present

©2016


[Story in here]

.

.

Ppyong! Saranghae Bbuing! ^^v

Unfair | Chaptered

$
0
0

1

| Author: Jo Liyeol | Tittle: Unfair | Light: Chaptered (words: 2,053) | Ratting: 16+ (for multiple languages) | Main Cast: Kim Jongin, Do Kyungsoo | Other: Park Chanyeol, Byun Baekhyun, Oh Sehun, Huang Zi Tao | Genre: Drama, Romance, Family, School-life, Friend-ship, little bit hurt |

.

.

Jo Liyeol’s present

©2016


Fanfic in here :

[Chapter 1 : Heart Attack ]
FF.N –> Here

[Chapter 2 : Black Pearl ]
FF.N –> Here

[Chapter 3 : What If … ]
FF.N –> Here

Visit also : FF Boyfriend

.

.

Ppyong! Saranghae Bbuing! ^^v

NOT BAD | Ficlet

$
0
0

42

| Title: Not Bad | Cast: Do Kyungsoo, Kim Jongin
EXO-K member | Genre:  Drama, Romance, Supernatural |Rating: Teenager | Lenght: Ficlet |

.

.

Jo Liyeol’s present

©2016


[Story in here]

.

.

Ppyong! Saranghae Bbuing! ^^v


FOR YOU | Drabble

$
0
0

45

Jo Liyeol’s present

©2016

.

For You

.

Casts:  Kim Jongin (EXO), Lee Mijoo (Lovelyz)

Genre: Romance

Length: Drabble

Rate: Teenager

Warning! : Typo, BL, OCC, AU

Disclaimer : Tokoh milik Tuhan, orang tua dan Agensi mereka. Tapi plot, OC, dan alur cerita real milik Liyeol! =3=

.

.

Not Summary

.

.

PROHIBITED COPAS, DON’T BE PLAGIAT, DON’T BE SILENT!

EXO FF! DLDR! RnR!


 

Jam telah menunjukan pukul 16.45 KST sekarang, tempat ini (sekolah) tampak telah sepi, hanya ada beberapa siswa dan guru yang masih terlihat berlalu lalang di koridor -mereka belum pulang.

Yaa … mungkin karena masih ada suatu hal yang harus mereka urus sekarang –entahlah

Seluruh ruang kelas terlihat benar-benar telah kosong, terlihat sepi dan tak berpenghuni.

Namun berbanding terbalik halnya dengan kelas satu ini, kalau bisa dibilang ini bukanlah ruang kelas. Karena ini adalah sebuah kesenian -ruang musik lebih tepatnya.

Berbanding dengan kelas lain yang terlihat sepi tak berpenghuni, kelas ini malah terlihat ramai -tidak juga. Yaa … setidaknya ada seseorang di dalam sana.

Semakin kau mendekarti ruangan itu akan semakin terdengar petikan senar gitar yang dipadu suara merdu bah malaikat.

Seorang siswi tengah bernyanyi di dalam sana. Duduk sembari memetikan senar gitar yang berada di pangkuannya.

 

 

“… Nunmuri nal geot gatdeon sunganedo …”

“Di saat aku ingin menangis …”

 

“Nareul kkok ana jul geora mitdeon na …”

“Aku tahu kau akan datang dan memelukku …”

 

“Ije naega geudae soneul jabajulgeyo …”

” Sekarang aku akan menjadi orang yang memegang tanganmu …”

 

“Nal barabomyeo useobwa …”

“Tataplah aku dan tersenyumlah …”

 

“Ireohge himeul naeyo geudael jikyeojulgeyo naege sojunghan geudaeege …”

“Tetap tegakkan kepalamu aku akan ada di sana untukmu kasihku …”

 

“Eonjena himdeul ttaemyeon geudae naege gidae …”

“Saat sesuatu menjadi sulit, kau bisa bersandar padaku …”

 

“Uri dulmanui kkumeul kkwoyo …”

“Mari kita berbagi impian …”

 

“Sojunghan i nae mam modu …”

“Semua cinta yang hebat ini akan kubawa …”

 

“Na geudaeege …-“

“Kubawa untukmu …”

 

 

Nyanyian siswi itu terhenti saat tiba-tiba seseorang menepuk bahunya, membuat ia menoleh.

“Oh! Jongin-ah!” serunya diiringi senyum mengembang di wajah cantiknya.

Chagi, kau masih menungguku?” tanya siswa yang diketahui bernama Jongin tadi sembari mengelus lembut puncak kepala siswi yang tengah duduk di hadapannya.

Siswi itu menggangguk lalu berdengung meng iya-kan, “Eumm ….”

Jongin berjongkok, duduk dengan kedua lutut yang berada di bawah, membuat tingginya lebih rendah dari siswi itu, ia mendongak menatap lekat sosok seorang wanita yang sudah hampir dua setengah tahun ini mengisi hatinya.

“Suaramu semakin indah setiap harinya, Mijoo-ah,” ujar Jongin dengan senyuman hangat yang hanya ia tujukan kepada seorang wanita, yaa… senyuman hangat yang hanya ia berikan pada siswi hadapannya ini.

“Ah! Jongin kau berkeringat banyak seka- Ya! Apa kau benar-benar membuat tubuhmu lelah saat bermain sepak bola tadi?” omel Mijoo tak mempedulikan pernyataan siswa dihadapannya.

“Aku tidak apa-apa, Sayang,” jawab Jongin kambali mengusak kelaian panjang Mijoo, lembut.

“Tidak apa-apa bagaimana? Lihat! Kau sampai-” pekikan Mijoo tertahan saat sesuatu yang lembut membungkam mulutnya. Tebal, penuh dan cukup untuk membuatnya mengerjap cepat -saat menyadari bibir kekasihnya lah yang kini telah membungkam bibirnya.

Jongin melepaskan tautan bibir mereka, menarik kepalanya (membuat wajahnya dan Mijoo menjauh lima senti namun gadis itu masih diam, mematung dangan mata yang seolah tak berkedip.

Hanya senyum simpul yang Jongin berikan pada kekasihnya saat ini. Detik berukutnya ia mulai bangkit, berdiri, mengambil gitar yang di pangkuan kekasihnya lalu meletakkannya asal, setelahnya ia berjalan ke arah belakang Mijoo.

“Ayo! Kita pulang, mentari sebentar lagi akan tenggelam!” seru Jongin seraya mendorong perlahan kirsi roda yang tengah diduduki Mijoo saat ini.

 

FIN


” Maaf untuk Typo, EYD yang terabaikan, dan penggunaan tanda baca yang salah.

Khilaf, semua manusia tidak ada yang sempurna. ”

-Jo Liyeol


Review Juseyooo!

Souhaiter: Prolog

$
0
0

Souhaiter

Souhaiter

Presented by awackywallflower

Casts: Byun Baekhyun, Kim Jongin, and OC(s)

Genre: Fantasy, Slice of Life, Friendship, Romance and Comedy


Claire berjalan dengan melompat-lompat kecil menuju Etoile Ministry. Bibirnya tak henti-hentinya bersenandung dari pagi, dengan senyum lebar yang mungkin bisa merobek pipinya.

Hari ini adalah hari pembagian berkas tugas keseratusnya. Permintaan terakhir yang harus ia kabulkan agar ia sah menjadi orang dewasa.

“Tidak sabar untuk jatuh ke bumi, Claire?” tanya komandan kelompoknya dengan mengulum senyum dari balik mejanya.

Ya, jatuh. Kalian tidak salah baca.

Claire adalah sebuah bintang, titik bersinar yang mungkin kalian lihat di malam hari. Turun ke bumi untuk mengabulkan keinginan manusia.

Tentu Claire tidak sendiri. Ia memiliki berjuta-juta teman yang lain, dibentuk menjadi beberapa kelompok yang berbeda. Setiap kelompok mempunyai satu komandan, bertugas menerima berkas dari ketua dewan untuk diberikan kepada para anggotanya juga memastikan bahwa anggotanya melakukan tugas dengan cepat, tepat, aman dan sesuai aturan yang berlaku di Etoile Ministry.

“Sangaaaaat tidak sabar!” Senyum masih bertengger manis di wajahnya. Ia menghempaskan bokongnya pada kursi yang berada di depan komandan kelompoknya. “Jadi, manusia beruntung mana yang kali ini akan aku kabulkan keinginannya?”

Sang komandan tersenyum lalu menjentikkan jarinya. Sebuah sinar keluar dari proyektor, sinarnya menerpa tembok ruangan dan memperlihatkan sebuah foto pria dengan senyum ceria, di sampingnya berjejer biodata dan riwayat hidup pria tersebut.

“Ini sih mudah!” Claire mencolek hidungnya sendiri dengan ujung ibu jarinya; menggampangkan. “Iya kan komandan?”

“Entahlah, Claire.” Senyum itu masih ada hanya rasanya tidak semenenangkan seperti yang sebelumnya. “Bukankah sudah pernah kuberitahu kalau tugas keseratus bukan tugas main-main. Jadi, sebaiknya jangan anggap enteng tugas kali ini.”

“Aku tidak pernah menganggap enteng setiap tugas kok, komandan. Lihat saja track-recordku dalam mengemban tugas, selalu cepat. Bahkan kurang dari seminggu.”

“Tentu aku tahu, Claire.” Sang komandan mengambil sebuah amplop besar yang kemudian ia berikan kepada Claire. “Berisi semua informasi tentangnya.” Komandan menunjuk foto yang masih terpampang di tembok dengan dagunya. “Good luck.

Claire berdiri dengan posisi hormat dan lengan kiri yang menjepit amplop. “Aye aye, sir!” Ujarnya dengan memamerkan gigi-giginya. “Kalau begitu aku pamit dulu ya komandan. Aku perlu membaca semua informasinya sebelum jatuh malam ini.”

Claire bergegas berlari menuju pintu, namun langkahnya tertahan ketika sang komandan menyerukan namanya. “Claire!”

Claire menahan tangannya yang sudah bersiap memutar kenop untuk berbalik menjawab panggilan komandan kelompoknya. “Ya?”

“Aku berharap bisa bertemu denganmu…” Sang komandan terdiam sejemang. “Bulan depan?”

Claire mengukir senyum. “Maksudmu minggu depan?” Claire terkikik. Tapi sang komandan tidak, Claire menyadari itu. “Kau kenapa? Sebegitu inginnya cepat-cepat bertemu denganku ya?”

Your safety is my responsibility, ok?” Sanggah sang komandan terhadap olok-olok Claire. “Berjanjilah kau akan menemuiku sesegera mungkin.”

I promise!” Claire menjawab mantap.

Take care, Claire.”

You too, Jongin.”

*

*

*

Sedangkan malam itu Baekhyun mengendap-endap ke halaman sebuah rumah. Ia berjalan berjinjit ke salah satu sisi rumah. Mengetuk beberapa kali jendela di hadapannya. Ia dapat melihat cahaya melalui ventilasi, menandakan bahwa orang yang berada di dalam kamar itu belum tidur.

Baekhyun mengetuk jendela itu beberapa kali lagi. “Casey!” Panggilnya dengan suara sekecil mungkin.

Beberapa menit kemudian jendela di hadapannya terbuka. Seorang gadis dengan rambut panjang sewarna bulu-bulu burung gagak itu melangkah keluar. “Baek, tolong bawa teleskopku dulu.”

Baekhyun menurut, ia juga membantu gadis yang bernama Casey itu keluar dari kamarnya. “Hati-hati, Cas.”

Casey terkekeh pelan. “Aku bisa sendiri, Baek. Kau jangan menganggapku seperti anak kecil yang keluar jendela saja harus dipegangi.”

“Bahkan aku akan mengenggam tanganmu sampai puncak bukit.”

“Ya, ya, bersikap overprotective lagi tuan Byun?”

“Apa salahnya overprotective dengan kekasih sendiri?” Jawabnya yang ditanggapi dengan tawa keduanya. “Ayo, aku tidak mau kekasihku melewatkan bintang-bintang yang sangat dikaguminya melebihi kagum terhadap kekasihnya sendiri.”

“Hei!” Casey memukul bahu Baekhyun pelan, berharap Baekhyun berhenti menggodanya.

Baekhyun suka menggoda Casey. Ia suka memandangi semburat merah jambu di kedua pipi tirus milik Casey, juga senyum yang merekah yang membuat Casey semakin nampak ayu. Tapi, bagian Baekhyun mengenggam tangan Casey sampai puncak bukit bukan hanya bagian dari godaan. Baekhyun benar-benar mengenggam tangan Casey. Erat. Seakan Casey adalah barang yang paling berharga yang ia miliki di dunia ini.

“Kenapa kau suka melihat bintang? Memangnya aku kurang tampan untuk dipandangi?”

“Baek… ” Ada sejengkal kekesalan pada nada yang dilontarkan Casey.

Baekhyun yang sadar akan hal itu mencoba mendinginkan suasana. Bertengkar dengan kekasihnya pada dini hari bukanlah pilihan yang tepat kan?

“Hei, maaf.” Ucapnya. Segaris senyum tercetak di bibir Casey membuat Baekhyun menarik sudut bibirnya. Senyum Casey memang tidak pernah gagal mencerahkan harinya. “Tapi aku serius bertanya. Kenapa kau suka melihat bintang? Bintang jauh sekali dari jangkauan kita, Casey. Kita hanya seperti melihat cahaya dari jarak yang tak terhingga saking kecilnya.”

Casey memutar pandang ke arah Baekhyun ketika mereka berhasil menjejakkan kaki pada tempat paling tinggi di bukit yang mereka daki. “Karena hanya memandang bintang yang membuatku bisa merasakan keindahan yang sama dengan yang kau lihat tanpa harus merasa berbeda, Baek.”

Baekhyun terdiam dengan kedua matanya yang melekat erat tepat pada manik Casey. “Sudah kubilang aku akan memberitahumu semua warna yang ada di dunia, Cas.” Ucapnya setelah terdiam cukup lama. Satu tangannya merapikan surai-surai yang tertiup angin, kemudian jemarinya menyentuh lembut pipi Casey.

Seharusnya akan terjadi adegan romantis setelahnya, kalau saja Casey tidak tiba-tiba berteriak penuh semangat.

“Baek, ada bintang jatuh!” Pekik Casey dengan menunjuk ke arah langit.

Baekhyun mengikuti arah yang ditunjuk oleh Casey, dan benar saja, Baekhyun tak tahu pasti berapa jumlahnya tapi banyak sekali bintang jatuh malam itu. Mungkin ribuan atau bahkan jutaan.

“Ucapkan sebuah permintaan, Baek!” Casey langsung mengatupkan kedua telapak tangannya di depan dada. Matanya berpendar-pendar penuh suka cita. Indah.

Setelah selesai dengan permintaannya Casey memutar pandangannya menghadap Baekhyun. Ia tersentak kaget ketika menemukan Baekhyun yang tengah memandanginya. “Kau tidak mengucapkan permintaanmu? Siapa tahu akan dikabulkan.”

Baekhyun menggeleng. “Aku tidak percaya yang seperti itu. Lagipula semua permintaanku sudah ada di hadapanku, jadi aku tak punya alasan untuk meminta lagi kepada bintang jatuh.”

Lagi-lagi semburat merah jambu itu menghiasi kedua pipinya. “Shut up, Baek!”

to be continued?

Author’s note:

  1. Setelah selesai sama series Kaleidoscope, tetiba aku kangen buat series lagi dong. Heu. Jadi aku bikin series Souhaiter ini.
  2. Silahkan kasih komentar kalau emang pengen aku post di sini setiap minggunya. Kalau nggak banyak yang minat sih bakal jadi draft pribadi aja tanpa aku post di mana-mana. Hehe.
  3. Entah kenapa kalau bikin series selalu ada Baekhyun sama Jongin. HAHAHAHAHA.
  4. Dalam 1×24 jam kalau nggak banyak yang tertarik, aku tarik dari peredaran ya.
  5. Ppyong~ <3

 

 

 

 

Last Train, Last Paper

$
0
0

Last Train, Last Paper
A nonsense fiction by Riruka

.tumblr_m5f9mlzbPR1ro9u9xo1_500

.

“Mereka bilang, saat kau mati nanti, beberapa bagian dari kisah hidupmu akan diputar seperti potongan film yang rusak. ”

***

Sesuatu mengganggu otakku. Tunggu. Berapa lama aku menunggu disini? Sudah berapa lama aku menghabiskan waktu dengan percuma? Mereka menatapku lagi. Stasiun masih penuh sesak dijejali manusia. Tapi aku belum memutuskan untuk pergi. Masih ada banyak pertanyaan yang menunggu diselesaikan, meski belum ada jawaban tepat yang bisa diberikan. Menulis kalimat pada lembaran kertas usang adalah pilihan akhirku. Setidaknya aku masih memiliki sesuatu yang bisa dilakukan.

Tapi kenapa tanganku bergetar? Ini bahkan terasa seperti bukan ‘diriku’.

 

***

 

“Kereta selanjutnya.”

Suara berat itu seolah berasal dari interkom sekolah atau semacamnya, berat, penekanan, tegas. Hanya saja kali ini terdengar sedingin balok es. Gadis mungil yang terduduk di sudut stasiun perlahan mendongakkan wajah. Hanya sedikit dari suara bising di tempat ini yang bisa merenggut atensinya. Dan mungkin, salah satunya adalah sebuah kereta yang berdecit terhenti dengan suara melengking. Asap mengepul dari cerobong, aromanya seperti besi yang dilelehkan. Sebuah kereta lama. Bahkan cukup lama hingga menyerupai barang bekas di dalam gudang rumah. Tapi itu adalah satu-satunya kereta yang beroperasi di tempat ini, jadi tak masalah.

Ketika benda tersebut membuka pintu, ratusan orang bergerombol teratur dihadapannya. Tak ada yang mendorong atau merebut satu sama lain. Tak ada yang berteriak mengaduh karena kaki mereka tak sengaja terinjak. Tak ada petugas keamanan yang bersiap menjaga setiap pintu masuk untuk memastikan keadaan. Segalanya terasa tenang dan teratur. Meski masih, beberapa orang lagi-lagi menatap padanya dengan satu alis terangkat heran. Sebagai balasan untuk itu, gadis penulis tersebut hanya memiringkan kepalanya sejenak. Mungkin salam, mungkin hanya pertanyaan dalam diam berupa, ‘Apa yang kau lihat?’.

Aku tahu. Tapi tidak untuk sekarang. Pikirnya. Ini masih belum selesai. Jadi mungkin kereta selanjutnya. Lagi. Menunggu, lagi. Sebentar lagi.

Dan dia pun kembali menulis sembari menelan suara riuh rendah yang menyeruak bercampur pening, diputar pelan ke dalam kotak kenangan yang telah berkarat.

Ibu—ah, tidak. menyebut ‘Ibu’ dalam keadaan seperti ini sama sekali bukan hal yang tepat. Mungkin, dunia. Ya, itu benar. Dia merasa harus meninggalkan sesuatu untuk dunia. Satu-satunya tempat yang tak terusik dengan eksistensi tipis satu manusia di sudut stasiun. Dengan begitu segalanya akan tetap berputar pada poros masing-masing. Dengan begitu tak akan pernah ada hal yang terlihat salah atau kurang. Toh dunia pasti tetap berputar tanpa melihat apapun di belakang sana. Pilihan yang tepat meski terdengar dingin. Yah, disini memang mulai terasa dingin. Tapi bukan itu masalahnya, itu malah poin utamanya. Padahal dulu semuanya terasa hangat. Sedikitnya begitu—jika memorinya masih benar.

“Kenapa tidak berkunjung ke beberapa tempat untuk sesaat, nak?”

Si gadis perlu dua detik untuk mencerna kalimat singkat itu. Ia memastikan lelaki ringkih di hadapannya tengah berbicara padanya sebelum ia membalas ragu, “Aku tidak bisa meninggalkan tempat ini.”

“Kau belum mencoba. Kupikir manusia selalu mencoba.”

“Tidak semuanya,” balas gadis itu kecut. “Ada beberapa mereka yang disebut ‘pengecut’. Mungkin ada banyak, lebih dari yang kau dan aku tahu.”

“Mereka bukan seperti itu. Hanya seseorang yang terlalu takut disakiti atau menyakiti,” lelaki itu mendudukkan diri disamping si gadis. Iris kelabunya menatap pada tanah kering yang gusar. “Pergilah, nak. Lebih baik melakukan sesuatu dan menyesal daripada tidak sama sekali.”

Si gadis melemparkan tatapan ragu sesaat meski akhirnya bangkit. Lelaki tua itu mengangguk sekali lagi sebagai jawaban. Setidaknya untuk kali ini resiko adalah hal terakhir yang perlu dipikirkan. Dia tak perlu menunggu kalimat selanjutnya. Bahkan malah merasa takut jika keputusan itu berubah. Harus bergegas lebih cepat, harus bergerak lebih cepat. Ia menyambar kertas dan pena sementara kaki telanjangnya berderap secepat mungkin. Tak ada waktu panjang lagi, segalanya bisa berakhir kapan saja.

“Kau marah padaku?” sosok pemuda itu berlari kecil menyeimbangi langkah gadis disampingnya, wajahnya mendekat dan ia berkata lagi, “Hei, aku bicara denganmu, Lilith!”

“Diamlah, Jongin! Dan ja-jauhkan wajahmu dariku!”

“Wow,” Kim Jongin tertawa kecil, “Wajahmu memerah kalau kau marah. Hidungmu juga bergerak kecil. Kau tahu itu, tidak?”

“Ap—ah, sudahlah,” gadis itu, Lilith, menarik nafas sebelum wajahnya berubah semakin merah. Lagipula apa itu tadi? Hidungnya bergerak kecil? Memangnya dia kelinci? Yang benar saja. Menghela nafas lagi, Lilith lalu berkata lebih terkendali, “Baiklah, aku tidak marah padamu. Jadi jangan bersikap menyebalkan lagi.”

Jongin tersenyum jenaka, meraih jemari gadis itu dan menggenggamnya erat, “Jadi ke rumah sakit? Check-up kesehatanmu?”

Lilith menyerah, mengerucutkan bibir, “Denganmu?”

“Denganku.”

Lilith, gadis itu, digenggam udara. Aneh memang, mengingat kali ini terasa lebih dingin dan beku. Bayangan itu, kehangatan itu, semua mengabur dan lenyap bagai debu. Sebagai penonton asing, kenangan malah terasa lebih menyakitkan. Tapi untuk saat ini, tak ada yang bisa dilakukan selain memutar tubuh dan membalikkan badan. Ia tidak berpikir banyak jika sekolah—tempat yang dikunjunginya kini—akan memunculkan hal lama seperti itu. Hal yang hampir mati terkubur bersama tawanya seolah dilemparkan mentah-mentah pada Lilith. Bahkan pemiliknya sendiri hampir lupa. Dan dalam hitungan menit kosong disana, ia nampak sempat menuliskan segaris kalimat dalam carik kertas usang itu; Kim Jongin harus hidup dengan lebih, lebih, dan lebih bahagia dari yang sebelumnya. Harus.

Ck, permintaan egois. Dia tersenyum tipis. Bayangan semu tentang ekspresi Kim Jongin yang mengerut jengkel menjadi hal menarik dalam caranya sendiri. Ia lalu berputar ringan, sepasang kaki gadis itu bergerak lambat menuju toilet sekolah. Dan tepat saat dirinya mendorong pintu terbuka, tempat itu berubah kembali. Kegelapan ditelan cahaya dalam kejap mata, bayangan lain kembali terpantul jelas tanpa masalah. Dua orang gadis itu, sahabatnya—tengah berdiri berdampingan di depan cermin yang terpasang disana. Lilith menunggu dalam diam.

“Han Lilith memang menyebalkan. Dia bersikap seolah tak peduli. Memangnya dia siapa? Tuan Putri?”

Salah satu gadis menatap pantulan dirinya di dalam cermin. Dioleskannya sebuah lip-gloss dengan wajah tak peduli sementara gadis lain disampingnya nampak berwajah datar, “Itu karena Jongin menyukainya. Besar kepala. Biarkan saja, selama kita bisa berteman dengannya demi berbicara dengan Jongin, maka kurasa itu tak begitu jadi masalah.”

“Aku ingin tahu kenapa Jongin menyukainya.”

“Err—mungkin karena kasihan? Dia cukup miskin, kau tahu?”

Kemudian hening. Keduanya lalu saling memandang. Itupun hanya sedetik sebelum mereka terkikik geli dan melangkah pergi begitu saja. Entah mengapa lelucon itu terasa paling menyenangkan di dalam hari-hari penuh tekanan di sekolah.

Well, mungkin tak semuanya bisa disebut sebagai ‘manusia’, setidaknya itu yang Lilith sempat pikir ketika ‘dirinya’ yang dulu muncul dari salah satu bilik toilet. Satu alis gadis tersebut terangkat dengan senyum kecut. Dirinya saat itu benar-benar memerah. Lengkap dengan air mata yang hampir tumpah dari kedua irisnya. Kini Lilith mengerti kenapa Jongin benci melihatnya menangis. Ia memang terlihat mengerikan dan buruk. ‘Seorang gadis akan nampak memukau saat menitikkan air mata’ jelas hanya sekedar omong kosong.

Menghela nafas panjang sembari berusaha keras untuk tak jatuh menangis lagi, jemari gadis itu lalu kembali menulis dengan rasa asing yang masih terasa sama; Sora, Naomi, terimakasih karena telah membuatku menjadi lebih kuat. Aku tidak menyesal bertemu kalian berdua—tidak sedikitpun.

“Oh,” Lilith menghela nafas, bergumam lebih pada dirinya sendiri tatkala gelap kembali menyongsong lambat, “Ck, naif sekali. Sudahlah.”

Toh manusia memang begitu, bukan? Gadis itu lalu hampir melangkah lagi, mungkin menuju kantin atau taman sekolah—mungkin perpustakaan bagus juga. Tempat itu meninggalkan kenangan yang lumayan baik bagi Lilith. Tapi tunggu. Apa ini? Apa yang terjadi? Kenapa? Nafas Lilith hampir terasa beku saat kakiku tak dapat digerakkan. Tunggu, tunggu sebentar lagi. Jangan sekarang. Dia harus pergi ke suatu tempat sekali lagi. Lilith harus pulang. Lilith ingin pulang.

“Apa Ibu membenci Ayah? Ibu selalu mengatakan hal buruk tentangnya.”

Wanita itu menatap Lilith dengan pandangan kesal, “Kenapa kau bertanya seperti itu? Jangan bicara seperti Ayahmu. Pria itu hanya tahu cara meminta uang. Hanya tahu cara mendesak, tak dapat memikirkan solusi berharga sedikitpun. Apa dia buta? Padahal keadaan kita tak begitu baik! Bagaimana mungkin bisa diandalkan? Ibu menyesal pernah menikah dengannya.”

“Ibu menyesal?” Lilith mencengkeram ujung seragam sekolahnya, “Lupakan. Aku hanya bertanya.”

“Dimana adikmu? Panggil dia. Makan malam sudah siap.”

Gadis itu menghela nafas, melirik adiknya yang kini tengah melangkah menuruni tangga menuju mereka berdua, “Hentikan. Leo tak harus mendengar semua itu.”

“Tapi Ayahmu adalah laki-laki yang benar-benar buruk. Kau tahu itu—”

“Ibu!”

Lilith menatap Ibunya yang menatap jengkel. Ia memilih untuk tak mengatakan apapun lagi, segera memutar tubuh, dan melangkah masuk ke dalam kamar dengan tergesa. Pandangan Leo nampak tak mengerti. Tentu saja. Dia baru berusia enam tahun. Apa yang terjadi dengan kakak perempuannya? Kenapa Ibu nampak marah? Tapi itulah yang Lilith harapkan disini. Agar Leo tak mengerti. Agar Leo bertahan dengan pikiran naifnya. Namun ketika Lilith berusaha lebih keras, tubuh gadis itu malah merosot di balik pintu kamar dan jatuh terisak. Hanya perlahan, hanya dalam hening, satu deret kalimat diucapkannya berulang kali, “Aku benci kalian semua.”

Lilith terhenyak. Ia menatap sekeliling dengan bingung. Bukankah dia tadi baru saja berada di sekolah? Tapi kenapa bisa secepat ini? Tapi benar. Jika Lilith tidak salah ingat, hal semacam ini juga kerap kali terjadi. Disini, di rumahnya.

Gadis itu menghela nafas. Jika saja dirinya pada saat itu tahu apa yang akan terjadi, atau mungkin berusaha lebih keras, apakah itu bisa membuahkan sedikit hasil? Apakah ada hal yang berubah nantinya? Ah, sial. Kenapa harus menangis sekarang? Lilith mengutuk dalam diam. Ia lalu menyeka air mata yang jatuh lebih cepat berulang kali. Refleksi itu hanyalah bayangan, jadi keduanya mengisi kekosongan dengan isak yang beradu. Setelah semua ini, setelah apa yang terjadi, Lilith ingin tahu apakah salah satu dari mereka memang memiliki suatu perbedaan? Apa aku memang benar-benar sudah berubah?

“Mana mungkin, ya. Aku adalah kau—juga sebaliknya. Mana mungkin,” gumamnya lirih. Nyaris terdengar seperti mantra yang di dengungkan berulang kali.

Jadi sebagai hal sama yang telah ia lakukan, untuk Ibu dan Ayah, Aku harap kalian baik-baik saja sampai kapanpun. Terimakasih karena telah membuatku hidup di dunia ini. Terimakasih.

Dan tepat setelah coretan tangannya selesai, bayangan lain lagi-lagi kembali berganti secepat kilat. Lilith tertegun lambat.

“Leo, apa yang kau harapkan? Bulan depan adalah ulang tahunmu, bukan?”

Bocah cilik itu menatap Lilith dengan kening berkerut, “Mobil polisi mainan? Hampir seluruh teman-temanku memilikinya. Keren sekali!”

Lilith tersenyum, “Benarkah?”

“Err, tapi aku memiliki keinginan yang lebih tinggi lagi. Apa Tuhan akan mengabulkannya, noona?”

Kening Lilith berkerut penasaran, “Memangnya apa?”

“Tentang noona,” Leo memainkan jemarinya gelisah, “Aku ingin noona tetap ada disampingku selamanya. Aku pernah melihatmu meminum begitu banyak obat. Apa noona sedang sakit? A-Ayah juga pernah berbicara tentang rumah sakit dengan Ibu.”

Lilith memiringkan kepalanya sejenak. Ia berusaha keras mengulaskan sebuah senyum kecut, diusapnya kepala Leo dengan lembut, “Aku baik-baik saja, Leo. Noona sehat! Tapi lain kali, jangan melihatku diam-diam seperti itu, oke?”

Bocah lelaki itu nampak ragu sesaat meski pada akhirnya dia mengangguk patuh. Wajah bulat tersebut kembali berbinar malu tatkala berkata, “Tapi noona akan membelikanku hadiah, bukan? Nanti?”

“Tentu saja!” Lilith tergelak. “Noona juga memiliki akan berdoa hanya untukmu. Dan lagi, coba tebak, Leo! Jongin hyung juga akan memberikanmu hadiah, kau tahu?”

Lilith menarik nafasnya yang terasa tercekat di kerongkongan. Ia sendiri tersisa dalam hening di dalam ruangan yang kosong. Insiden berikutnya kemudian terjadi dengan begitu cepat. Pesta perayaan ulang tahun Leo, Ibu dan Ayah yang tersenyum, keadaan yang menengang, Jongin yang menciumnya di tengah malam, dan juga suara sirine ambulans yang memuakkan.

Rasa panik seketika menyeruak dengan begitu cepat. Seolah kehilangan arah, Lilith memacu langkahnya tanpa arah. Gadis itu berlari sekali lagi saat tangis Leo memecah udara, sebagian terasa hampa, sisanya menyakitkan. Dan segalanya terhenti lagi pada stasiun yang sesak dipenuhi orang. Gadis itu menggeleng lambat. Pikiran naif tentang ‘aku tak ingin pergi’ meluap tanpa kendali. Nafas Lilith tersengal hebat. Dadanya sesak. Air mata tumpah meruah. Jemarinya nampak berusaha mengambil kendali meski gagal. Kertas itu kini benar-benar kusut. Tak ada yang bisa diselesaikan.

“Aku ingin kembali.”

Lelaki tua itu menghela nafas, “Apa yang kau bicarakan? Keretamu telah datang.”

Lilith menatap nanar. “Aku tak ingin pergi. Ada hal yang harus—yang harus aku—tidak, aku tidak ingin pergi.”

“Tidak ada pilihan untuk kembali atau mengulang, nak,” pria itu menepuk bahu Lilith dingin. “Kau sendiri yang memilihnya.”

Pena itu lalu terjatuh, wajah Lilith menegang. Kepingan memori kembali menghantam secara acak. Suara sirine kembali bergaung. Darah di lantai, tubuhnya yang terasa dingin, wajah Ibu dan Ayah, bahkan Jongin yang berteriak panik. Segalanya terasa seolah menusuk dengan ujung pisau tepat pada kepala Lilith. Segalanya berjejalan masuk tanpa henti dan terus bergema. Kumohon tidak. Jangan seperti ini.

“Ini semua salahmu! Jika saja kau bisa berguna untuk keluarga!”

“Kau hanya menyalahkanku? Bagaimana dengan dirimu sendiri? Apa yang sudah kau lakukan?”

 

 

“………Kakak! Kakak!………..”

 

 

“Lilith. Kumohon jangan pergi.”

 

***

 

Sepasang tangan itu lalu menepuk bahuku di ujung tangis. Lelaki tua tersebut muncul menatap dengan wajah tak terbaca. Mungkin kasihan, mungkin yang lain. Namun ia mengatakan satu kalimat yang membuatku tersadar sepenuhnya, “Kau sudah selesai?”

Aku menatap tanpa ekspresi yang berarti. Berusaha mengendalikan diri seiring suara yang semakin memudar, aku menangguk. Benar, segalanya sudah terlambat. Aku tak tahu kenapa, namun senyumku terulas dengan air mata yang sialnya tak bisa berhenti mengalir, “Terimakasih.”

“Dokter! Dokter!”

Kini penaku telah berada di ujung kertas. Jadi kuhentikan tulisan ini dan beranjak menuju deretan mereka yang juga menunggu kereta. Kini tak ada lagi yang selanjutnya, kini tak ada lagi yang menatapku dengan mata ‘kenapa’. Kini tak ada lagi tangis di balik pintu. Aku akan menunggu di tempat yang lain. Jadi ini pasti akan menjadi yang terakhir kalinya. Lagipula memang benar. Aku yang memilihnya, kenapa harus menangis? Ini bukan giliranku yang menangis.

Toh pada akhirnya semua sama saja. Manusia tak bisa selamanya berpura-pura. Aku pun sama, tak ada bedanya. Aku tak bisa menunggu atau berlari lagi. Tak bisa berkilah atau berbohong lagi. Tak bisa mengatakan betapa aku mencintai Jongin dan begitu berterimakasih atas kenangan manis yang dia berikan. Tak bisa lagi memberikan hadiah untuk adikku. Di titik seperti ini, aku sudah tak bisa lagi. Aku hanya mengakhiri segalanya lebih cepat dari yang seharusnya. Sebenarnya, mungkin aku agak menyesal.

Jadi menghela nafas sekali lagi, kurasa itulah mengapa Dokter bergerak pergi dan menepuk bahu Ibu dengan wajah penuh penjelasan. Aku benci melihatnya. Benci melihat bagaimana wajah harapan Ibu dan Ayah runtuh menjadi kepingan. Benci melihat Jongin memasang wajah tersiksa seolah aku baru saja melakukan hal buruk padanya. Benci melihat adikku yang menangis lebih keras. Benci atas keadaan ini. Tapi apa boleh buat? Atas kebencian itu, maka kupalingkan pandanganku menatap rel yang terasa kosong. Namun suara Dokter masih saja bergema di dalam kepalaku.

“Dia tak bisa bertahan lagi, Nyonya. Maaf.”

Pekikan cerobong asap lalu terdengar dari jauh dan terasa getir. Udara penuh tekanan ini bercampur dengan suara tangis Ibu dan semuanya. Ah, aku benar-benar benci itu. Harusnya kuselipkan ‘selamat tinggal’ untuk yang terakhir kalinya. Harusnya.

 

Fin.

Isn't Love Story Chapter 2

$
0
0

FIX

Title: Isn’t Love Story – Met The Heirs

Writen By: Vartstory

Main Character:

Kim Jongin | Jung Jihyun | Park Hyunji | Oh Sehun

Supporting Character:

Yook Sungjae | Park Soo Young/ Joy | Yoon Hyena | Jackson Wang | Do Kyungsoo | Kang Ahra

Genre:

Romance | Friendship | School

Leght:

Chaptered

Teaser + Cast Introduction | Chapter 1

Hari ini Jihyun memulai harinya sebagai siswi Empire, memang terlalu cepat bahkan kemarin Jihyun sempat kaget saat kepala sekolah mengatakan jika hari ini Jihyun sudah bisa masuk sekolah sebagai siswi Empire. Jihyun pikir proses perpindahannya dari Gyeonggi akan berjalan lama tapi ternyata tidak, sepertinya itu semua karena staff guru di Empire bergerak gesit. Saat mengetahui Jihyun menerima beasiswanya, staff guru di Empire langsung menghubungi Gyeonggi dan mengurus perpindahannya dengan sigap.

Begitu masuk ke area sekolah, Jihyun menatap mobil-mobil mewah yang berjejer untuk mengantar siswa/i Empire. Belum lagi beberapa mobil mewah yang terparkir yang rata-rata di dominasi oleh brand ternama seperti Audi, Chevrolet, Porsche, Mercedez, McLaren. Lihatlah dari brand-brand mobil itu sudah terlihat jika semua yang bersekolah disini adalah anak-anak dari para orang tua yang mengeluarkan uang seperti mengeluarkan tissue yang tidak akan pernah habis.

Tunggu, bahkan sekarang ada sebuah mobil mewah yang sepertinya habis terlibat ‘kebut-kebutan’ di jalan, memasuki area sekolah. Seorang pria berkulit putih dengan rambut coklat dan berahang tegas keluar dari mobil dengan menenteng sebuah tas di salah satu pundaknya sambil menyunggingkan senyum kemenangannya ah Jihyun tahu sepertinya pria itu memenangkan ajang ‘kebut-kebutan’ yang baru saja terjadi. Dan selang beberapa menit tiba lagi sebuah mobil yang sepertinya terlibat ‘kebut-kebutan’ dengan pria tadi karena mobil itu juga memasuki area sekolah dengan kecepatan yang lumayan diluar batas normal yaitu 10km/jam saat memasuki area sekolah sama seperti mobil tadi. Seorang pria dengan kulit agak gelap dan berambut coklat gelap keluar dari mobil dan membanting pintu mobilnya. Jihyun ingat pria itu, dia yang kemarin menolong Jihyun dari petugas keamanan dan mengantarkan Jihyun sampai ke ruang kepala sekolah.

Ah Jihyun juga ingat kedua mobil itu. Dua mobil itu adalah mobil yang tempo hari Jihyun lihat diberita yang sedang menayangkan mobil-mobil sports edisi terbatas yang dijual dengan harga fantastis dan yang pastinya hanya ada satu di Korea. Mobil yang pertama sampai adalah W Motors Lykan Hypersport yang hanya di produksi sebanyak 7 unit, yang tersedia dengan harga $3,400,000 dan yang kedua adalah Lamborghini Reventon yang di produksi sebanyak 20 unit dengan harga $1,560,000.

Sekarang lupakan soal mobil-mobil mewah itu, karena saat ini pria yang kemarin menolong Jihyun sedang berjalan dengan cepat kearah pria berahang tegas yang pertama kali sampai dengan wajah yang sepertinya menahan amarah. Ah bukan sepertinya lagi tapi memang pria itu sedang menahan amarahnya karena setelahnya pria itu menarik bahu pria berahang tegas dengan kasar lalu memakinya.

“Kau gila hah? Lihat apa yang telah kau lakukan pada mobilku bodoh!!”

Jihyun paham sekarang, sepertinya pria berahang tegas itu telah membuat sesuatu pada mobil pria yang menolong Jihyun. Tapi Jihyun sama sekali tidak menemukan raut penyesalan dari pria berahang tegas itu, pria berahang tegas itu malah kini sedang tersenyum sinis.

“Mobilmu? Aku hanya sedikit menabrakkan mobilku dengan mobilmu. Ayolah Kai jangan berlebihan, aku hanya membuat mobilmu tergores sedikit.”

Mobilnya tergores rupanya.

Hei, jangan berpikir jika saat ini Jihyun sedang menguping. Jihyun sama sekali tidak berniat menguping, salahkan kedua pria itu yang berbicara dengan nada tinggi dan berdiri di tengah-tengah pintu masuk membuat lingkaran ‘penonton’ yang menghalangi Jihyun masuk ke dalam gedung sekolah.

“Jangan memasang ekspresi seperti itu. Aku hanya menggores mobilmu, bukan mengambil gadismu!”

Sepertinya pertengkaran mereka memanas karena kini pria yang kemarin menolong Jihyun melayangkan pukulannya kearah pria berahang tegas itu membuat Jihyun sedikit memekik.

“Kim Jongin, hentikan!!!”

Tapi tenang, sebelum tangan pria yang menolong Jihyun sampai di wajah pria berahang tegas itu, seorang gadis berlari kearah mereka dan memeluk pinggang pria yang menolong Jihyun. Entah kenapa Jihyun menarik nafas lega karenanya. Benar-benar seperti di drama yang sering di tonton Ahra, pikir Jihyun.

Tunggu sudah jam berapa ini, karena dua pria itu Jihyun lupa jika dia masih harus mengurus beberapa hal dengan guru bagian kesiswaan. Dan dengan tanpa dosa Jihyun menerobos lingkaran siswa/i yang sedang menonton pertengkaran kedua pria tadi. Dan tanpa Jihyun sadari, Jihyun sudah hampir sampai di lingkaran terdepan dan hampir menjadi tontonan tambahan karena dengan beraninya melewati lingkaran ‘setan’. Namun hal itu tidak terjadi karena seseorang mencekal tangan Jihyun.

“Sungjae!!” Ah rupanya Sungjae, sahabat Jihyun yang bersekolah di Empire. Sungjae menarik mundur Jihyun sebelum dia masuk ke lingkaran ‘setan’ dua orang pria itu.

“Apa yang kau lakukan disini?” Sungjae melepaskan cekalannya pada tangan Jihyun saat mereka berada di luar kerumunan ‘penonton’.

“Aku sekolah disini.” Sahut Jihyun polos, ah ya Jihyun lupa memberitahu Sungjae perihal beasiswa dan kepindahannya ke Empire. Padahal rencananya Jihyun ingin memberitahu Sungjae sehari setelah dirinya tempo hari datang ke Empire, namun sepertinya Jihyun lupa karena terlalu fokus memikirkan seragam sekolahnya.

“Kau? Disini? Bagaimana bisa? Bukankah kau bersekolah di Gyeonggi? Apa ada sesuatu yang kulewatkan? Dan kau tidak menceritakannya padaku?” Salahkan Jihyun yang lupa menceritakan perihal beasiswanya dan kepindahannya ke Empire kepada Sungjae yang berakibat Sungjae memberondongnya dengan pertanyaan-pertanyaan seperti seorang ibu-ibu yang sehabis memergoki anak perempuannya bercumbu dengan kekasihnya.

“Yaa bisakah kau bertanya satu persatu. Baiklah aku jelaskan, kau ingatkan beasiswa yang tempo hari aku ikuti?” Tanya Jihyun yang dibalas anggukan oleh Sungjae. “Aku mendapatkan beasiswa itu, dan yang seperti kau lihat.”

Sungjae melanjutkan ucapan Jihyun “Kau mendapatkan beasiswa di Empire. Tapi kenapa kau tidak memberitahukan kepadaku dari awal?”

Jihyun mengusap keningnya yang baru saja disentil oleh Sungjae, “Aku sebenarnya ingin memberi kejutan untukmu dan memberitahunya sehari setelah aku mengurus perpindahanku, tapi aku malah lupa memberitahumu.”

“Ya ya dan aku sungguh terkejut, kau berhasil nona Jung. Ah aku baru ingat, kemarin guruku meminta tolong padaku untuk membimbing murid baru, ternyata murid baru itu adalah kau.”

Jihyun tertawa menanggapi ucapan Sungjae, “Ah ya Sungjae, bisa kau antarkan aku untuk bertemu guru bidang kesiswaan?”

“Tentu, ayo ikut aku.” Sungjae menarik tangan Jihyun dan memutari lingkaran ‘penonton’ yang masih asik menonton pertengkaran dua pria tadi. Jihyun pikir pertengkaran mereka sudah usai ternyata belum.

Sungjae dan Jihyun masuk ke ruang guru dan bertemu guru bagian kesiswaan, guru itu memberi tahu kelas berapa yang akan Jihyun tempati dan tentunya guru itu juga membahas tentang seragam sekolah Jihyun.

Guru tersebut menatap tajam kearah Jihyun, kentara sekali jika dirinya tidak menyukai pelanggaran kecil yang Jihyun lakukan. “Kau masih memakai seragam lamamu? Bukankah kepala sekolah kemarin sudah menjelaskan perihal seragam sekolah kepadamu?”

“Ya kepala sekolah sudah menjelaskannya. Maafkan saya, saya kemarin tidak sempat mengunjungi butik.” Jihyun terpaksa berbohong, tidak mungkin kan jika dirinya mengatakan kalau uangnya tidak mencukupi untuk membeli sepaket seragam? Ya walaupun Jihyun bukanlah dari kalangan atas, setidaknya Jihyun masih mempunyai malu dan harga diri.

“Baiklah tapi besok kau sudah harus memakai seragam Empire. Dan Sungjae kebetulan kau ada disini, tolong kau bantu nona Jung untuk beradaptasi dengan lingkungan sekolah.”

“baik Guru Han, saya akan membantu Jihyun semampu saya.” Setelahnya Sungjae dan Jihyun keluar dari ruang guru, karena masih ada waktu Sungjae mengantar Jihyun untuk berkeliling. Jihyun cukup tercengang dengan fasilitas yang disediakan Empire, mulai dari auditorium kolam renang dan cafetaria. Bahkan taman sekolah yang saat ini Jihyun lihat terlihat sangat asri.

“Ji, selama 2 tahun kau bersekolah disini, usahakan jangan sampai kau terlalu terlihat mencolok.” Jihyun yang kini sedang duduk di area taman bersama Sungjae, menatap Sungjae dengan tatapan bingung.

“Kehidupan disini sangat keras, kalau kau terlihat mencolok hidupmu pasti tidak akan tenang. Aku berkata seperti ini karena aku khawatir kepadamu, baru hari pertama saja kau hampir masuk ke dalam lingkaran setan.”

“Lingkaran setan? Maksudmu?” Sungguh Jihyun tidak paham dengan arah pembicaraan Sungjae, semuanya terdengar samar.  Yang pertama Jihyun tidak boleh terlihat mencolok dan terakhir adalah Jihyun hampir masuk lingkaran setan. Apa lingkaran setan yang dimaksud Sungjae adalah lingkaran yang sering terdapat di film-film horror? Tidak mungkin kan lingkaran setan yang dimaksud Sungjae adalah permainan membentuk lingkaran untuk memanggil roh-roh orang yang sudah meninggal.

“Lingkaran yang tadi di dalamnya terdapat kedua pria yang sedang bertengkar, kau hampir masuk ke tengah-tengah mereka. Dan jika kau masuk, kau tidak akan tenang bersekolah disini.” Jihyun memang ingat jika saat dua orang pria yang tadi bertengkar, mereka berdua berdiri di tengah-tengah penonton. Tapi kenapa Sungjae harus mengatakan lingkaran setan? Apa jika dirinya masuk ke lingkaran tersebut akan ada hantu yang menggentayanginya?

“Kau bicara apa? Sungguh aku masih tidak paham apa maksud pembicaraanmu.” Jihyun masih belum paham benar dengan ucapan Sungjae yang dimatanya dan telinganya masih samar-samar. Bagaimana tidak, Sungjae menceritakan dengan kata-kata yang terdengar aneh. Jihyun yakin siapapun yang mendengar perkataan Sungjae pasti tidak akan mengerti, sama seperti dirinya.

“Dua pria yang bertengkar tadi, Kai sunbae dan Sehun sunbae. Dua pria yang harus kau hindari di sekolah ini. Mereka satu tingkat diatas kita, mereka berdua adalah pembuat onar terutama Oh Sehun sunbae dan teman-temannya. Jika kau sudah berurusan dengan seorang Oh Sehun, jangan harap kau bisa lepas darinya. Sebenarnya sifat Kai sunbae tidak separah Sehun sunbae,  hanya saja jika kau sudah berurusan dengan Kai sunbae otomatis kau juga akan berurusan dengan Sehun sunbae. Selain mereka kau juga harus menghindari Yoon Hyena, dia versi wanita dari Oh Sehun. Jika Oh Sehun tidak bisa melakukan kekerasan pada seorang wanita, Yoon Hyena akan senang hati melakukannya untuk Oh Sehun.”

Jihyun cukup tercengang mendengar penjelasan Sungjae, seburuk itukah tabiat seorang Oh Sehun dan Yoon Hyena? Tapi yang benar saja, kekerasan? Ini adalah lingkungan pendidikan, mana ada yang berani melakukan kekerasan. Dan guru mana yang membiarkan kekerasan merajalela di sekolahnya “Kekerasan? Kau jangan bercanda Sungjae, disini sekolah. Ada banyak guru disini.”

“Guru mana yang berani melarang siswa/i golongan satu?”

Golongan satu? Ya Tuhan apalagi ini, tadi lingkaran setan dan sekarang golongan satu. Sepertinya banyak hal di Empire yang akan mengejutkan Jihyun.

“Di sini siswa dibagi menjadi beberapa golongan sesuai dengan status kekayaan mereka. Di bagian siswa golongan satu atau bisa dibilang golongan chaebol ada Kai sunbae, Sehun sunbae dan juga salah satu teman mereka Jackson sunbae, mereka semua adalah pewaris dari semua kekayaan orang tua mereka yang rata-rata mempunyai lebih dari 5 sampai 10 cabang perusahaan, golongan kedua adalah pewaris dari saham orang tuanya Soo Young berada di golongan ini, golongan ketiga ada ahli waris kehormatan ya orang tua mereka adalah para petinggi di pemerintahan salah satunya ada ketua ekskul radio Do Kyungsoo ayahnya adalah seorang hakim agung Do Jae Moon dan ibunya adalah pengacara nomor satu di Korea yang selalu memenangkan setiap kasus yang dipegangnya, lalu ada siswa golongan keempat mereka adalah anak dari pemilik perusahaan kecil yang perusahannya rata-rata bergantung dengan perusahaan para chaebol, gadis yang tadi melerai Kai sunbae dan Sehun sunbae berada di posisi ini orang tuanya memiliki perusahaan fashion yang hampir setengah sahamnya dimiliki oleh orang tua Kai sunbae, yang terakhir adalah siswa golongan kelima atau mereka sering menyebutnya siswa kesejahteraan sosial, siswa golongan bawah dan siswa level rendah, mereka adalah siswa penerima beasiswa”

“Aku berada di golongan kelima, benar kan? Lalu bagaimana denganmu” Satu fakta yang cukup mencengangkan, bagaimana bisa di lingkungan pendidikan seperti ini ada penggolongan kekayaan, Jihyun pikir hal itu hanya ada di drama namun ternyata tidak.

“Aku berada di golongan yang sama denganmu.”

Sepertinya Jihyun agak tidak terima jika Sungjae ditempatkan digolongan kelima karena ekonomi keluarga Sungjae jelas jauh diatas keluarganya, “Kau golongan kelima? Bagaimana bisa?”

Sungjae terkekeh kecil saat mendengar ucapan Jihyun, “Aku sama sepertimu Ji, aku juga penerima beasiswa. Aku bersekolah disini atas bantuan Presdir Kim, ayah Kai sunbae yang juga atasan ayahku.”

“Apa selama ini kau mendapat perlakuan tidak menyenangkan?”

Sungjae menggeleng, “Untungnya tidak pernah, ini semua berkat Soo Young-ku. Kau tahu bukan bagaimana sifatnya? Dia bisa mengumpat habis-habisan kepada orang yang bersikap tidak menyenangkan kepadaku.” Jihyun tertawa dan mengiyakan ucapan Sungjae karena Jihyun cukup hafal dengan sifat pacar sahabatnya itu, bagaimana tidak setiap kali Jihyun bertemu dengan Sungjae dan Soo Young mengetahui hal itu, pasti Soo Young langsung cemburu dan marah-marah tidak jelas padanya dan juga Sungjae.

Karena bel pertanda masuk sekolah sudah berbunyi, Sungjae dan Jihyun menyudahkan pembicaraannya. Secara kebetulan Sungjae dan Jihyun berada di kelas yang sama, dan tentunya itu memudahkan Jihyun jika membutuhkan pertolongan Sungjae.

“Tadi kenapa kau berbohong?” Saat berjalan menuju kelas Sungjae teringat pembicaraan Jihyun dengan Guru Han tadi. Kalian pasti bingung darimana Sungjae tau kalau Jihyun berbohong. Sungjae sudah bersahabat dengan Jihyun dari kecil, Sungjae sudah tau semua kebiasaan Jihyun, baik-buruknya Jihyun begitu juga dengan Jihyun. Dan satu yang Sungjae tau, Jihyun akan mengusap tengkuknya saat dia sedang berbohong. Jadi sekarang percuma saja Jihyun mengelak karena saat ini Sungjae sedang menatapnya dengan intens.

“Uangku belum mencukupi untuk membeli seragam, kau tahu kan jika uang tabunganku ku serahkan kepada ibuku. Aku tidak mungkin memintanya hanya untuk membeli seragam. Karena sejak awal ibuku menentang kepindahanku ke Empire, jadi ini adalah tanggung jawabku karena aku yang memaksa ibuku untuk menyetujui beasiswa itu.”

Belum sempat Sungjae menanggapi ucapan Jihyun, seseorang yang meneriaki nama Sungjae lebih dulu menginterupsinya.

“YOOK SUNGJAE….!!!!” seorang gadis dengan headband di kepalanya berlari kearah Sungjae dan Jihyun, gadis yang tidak lain adalah Soo Young kekasih Sungjae. Soo Young terlihat terkejut melihat Jihyun berada di sekolahnya.

“Kau! Kenapa kau ada disini?” Soo Young langsung menarik Sungjae agar sedikit menjauh dari Jihyun. Asal kalian tahu, Soo Young sangat cemburu jika mengetahui Jihyun berada di dekat Sungjae. Bahkan walaupun mereka berjarak beberapa meterpun, Soo Young masih tetap cemburu. Mungkin kecemburuan Soo Young akan hilang jika Jihyun dan Sungjae berada di negara atau benua yang berbeda.

“Mulai sekarang Jihyun bersekolah disini bersama dengan kita Joy, dia mendapatkan beasiswa.” Ucap Sungjae sambil merangkul kekasihnya itu sedangkan Soo Young hanya ber-Oh ria. Kalian pasti bingung bukan kenapa Sungjae memanggil Soo Young dengan nama Joy? Itu semua akibat sindrom Inside Out, kalian tahu kan karakter Joy si pembuat perasaan bahagia? Sungjae menganggap jika karakter Soo Young mirip dengan Joy karena mereka sama-sama membuat perasaan bahagia, Joy membuat perasaan bahagia untuk Riley sedangkan Soo Young membuat perasaan bahagia untuk Sungjae. Dan satu lagi Soo Young pernah menggunakan gaya pewarnaan two tone pada rambutnya, sehingga dari tengah hingga ujung rambutnya berwarna hijau persis seperti Joy di Inside Out. Sebenarnya dari yang Jihyun tahu Soo Young hampir mewarnai seluruh rambutnya dengan warna hijau namun Sungjae melarangnya dan mengatakan jika Soo Young akan terlihat mirip seperti karakter Buttercup di  Powerpuff Girls.

“Kau bisa memakai uangku untuk membeli seragam sekolahmu. Dan jangan menolak.”

“Jihyun memakai uangmu? Untuk apa?” Soo Young memicingkan matanya dan menatap tajam kearah Sungjae dan Jihyun secara bergantian.

Sungjae mencoba memberi pengertian pada kekasihnya itu, “Jihyun harus membeli seragam sekolah, Joy.”

Namun belum sempat Sungjae menjelaskan Soo Young sudah terlebih dahulu menyanggah ucapan kekasihnya itu dan melepaskan rangkulan Sungjae padanya, “Yaa maksudmu kau ingin membelikannya seragam sekolah begitu?” Sungjae menganggukkan kepalanya sedangkan Jihyun hanya terdiam sambil menghela nafas, “Aku tidak setuju.” Soo Young kembali menggandeng Sungjae dan menatap Jihyun, “Kau tidak boleh memakai uang Sungjae-ku sepeserpun.”

Sungjae memandang kekasihnya yang terlihat sedang sangat cemburu, “Tidak ada cara lain Joy, Jika sampai besok Jihyun tidak memakai seragam Jihyun tidak akan bisa melanjutkan sekolahnya.”

“Biar aku yang membelikannya seragam.” Soo Young mengambil ponselnya yang berada di sakunya dan menelpon seseorang. “Pak Lee tolong sekarang kau pergi ke butik yang menjual seragam sekolahku, dan belikan satu paket seragam sekolah yang berukuran sama denganku. Kau tahu ukuranku kan? Dan setelah itu antarkan ke sekolah.”

Sungjae tersenyum geli melihat tingkah laku kekasihnya, inilah yang membuat Sungjae tergila-gila pada Soo Young. Memang Soo Young sedikit kekanakan, keras kepala dan pecemburu namun dibalik sikapnya sebenarnya Soo Young adalah gadis yang baik hati dan manis.

“Soo Young kau tidak perlu melakukannya.” Jihyun yang merasa tidak enak, memutuskan menolak bantuan Soo Young. Ya walaupun tidak bisa dikatakan bantuan, karena Soo Young melakukannya semata-mata karena tidak ingin Sungjae mengeluarkan uang untuk Jihyun.

Soo Young mengangkat sebelah tangannya ke pinggang, “Lalu aku harus melihat kekasihku membelikanmu seragam sekolah begitu?”

Jihyun merasa serba salah, jika menolak bantuan Soo Young, pasti Sungjae yang akan membelikannya seragam dan berakhir dengan kemurkaan Soo Young. “Aku juga tidak akan membiarkan Sungjae mengeluarkan uang sebanyak itu untukku.”

“Banyak? Ya Tuhan Jihyun, bahkan harga seragam sekolah tidak sampai dari setengah uang saku ku selama seminggu. Ah tapi tenang saja ini tidak gratis.” Soo Young menyunggingkan senyumnya, sebenarnya sudah lama Soo Young ingin melakukan hal ini, tenang Soo Young bukanlah tipe orang yang suka melakukan tindakan pembullyan. Yang dimaksud Soo Young tidak gratis adalah Soo Young berniat meminta foto masa kecil Sungjae pada Jihyun, karena Jihyun sudah berteman sejak kecil dengan Sungjae pasti mereka berdua mempunyai foto semasa kecil.

Mendengar Soo Young yang meminta imbalan kepada Jihyun membuat Sungjae menatap Soo Young dengan tatapan peringatan.

“Tenanglah aku tidak akan melakukan hal-hal aneh pada sahabatmu itu paling-paling imbalan yang aku minta berhubungan denganmu.” Soo Young mengerucutkan bibirnya karena sikap Sungjae yang lagi-lagi membuatnya cemburu. Karena tidak mau lagi diintimidasi oleh tatapan kekasihnya, Soo Young menarik lengan Sungjae untuk masuk ke kelas mereka. Ya Soo Young juga berada di kelas yang sama dengan Sungjae dan Jihyun.

“Gadisku sangat manis bukan?” Sungjae tersenyum dan berbisik pada Jihyun yang mengikutinya dari belakang. Inilah keanehan yang dimiliki Sungjae, Sungjae sangat senang saat Soo Young sedang cemburu seperti ini. Menurutnya wajah Soo Young terlihat lebih lucu dan manis saat seperti ini. Dan hal itulah yang membuat Sungjae sering menggoda Soo Young tentunya dengan Jihyun sebagai tumbalnya.

Saat kelas dimulai, Jihyun memperkenalkan dirinya di hadapan kelas-kelasnya. Beruntung siswa/i tidak terlalu memperdulikan kehadiran Jihyun sebagai siswi baru, jadi ada kemungkinan jika Jihyun akan hidup tentram selama beberapa tahun ke depan hingga kelulusan.

“Jihyun kau ingin ikut dengan ku ke kantin?” tawar Sungjae yang telah ‘ditinggal’ oleh Soo Young pergi ke kantin terlebih dulu bersama dengan teman-temannya.

“Kau duluan saja, nanti aku menyusul. Aku masih harus merapikan catatan yang tadi diberikan guru Lee. Oh ya Sungjae, aku pinjam buku catatanmu ya. Aku harus mengejar ketertinggalanku.”

Sungjae mengambil buku catatannya dan memberikannya kepada Jihyun, “Ini, kau bawa saja bukuku. Kalau begitu aku duluan ya, aku tunggu di kantin.” Jihyun menganggukkan kepalanya dan memfokuskan pada catatan yang diberikan Sungjae. Karena mata pelajaran yang diajar di sekolahnya yang lama sepertinya sudah tertinggal jauh dengan mata pelajaran yang diajarkan di Empire. Jika di sekolahnya yang lama satu mata pelajaran dihabiskan dalam dua pertemuan sedangkan di Empire satu mata pelajaran dihabiskan dalam satu pertemuan.

Setelah lima menit, Jihyun selesai merapikan catatannya dan bersiap menyusul Sungjae. Jujur saja, sebenarnya Jihyun ragu untuk makan di kantin sekolah karena sepertinya harga makanan disini tidaklah murah, hal itu bisa ditebak dari interior kantin yang lebih terlihat seperti restaurant bintang lima. Jihyun kemudian mengeluarkan uang yang berada di sakunya lalu menghitung kira-kira berapa won dia akan menghabiskan uang sakunya, karena Jihyun masih harus mengeluarkan uang untuk perjalanan pulangnya.

“Yang ini untuk membayar bus saat nanti pulang, sisa 3000 won. Ini cukup atau tidak ya?” Jihyun menatap uang yang saat ini dipegangnya sambil berharap jika uang sakunya cukup untuk membeli makanan di kantin. Dan hal itu membuat Jihyun tidak menatap jalanan yang ada dihadapannya. Berjalan menunduk dan hanya memperhatikan uang yang ada di tangan, sudah pasti Jihyun akan menabrak sesuatu. Dan untungnya sesuatu yang ditabrak Jihyun itu bukanlah dinding, pot bunga atau semacamnya melainkan seorang pria.

 

Loves of Pain [7]

$
0
0

lop1

 

Loves of Pain [7]

Author: ayslv

Character:
                      – Park Hyera
                      – Park Chanyeol
                      – Oh Sehun
                      – Kim Jongin

Category: Angst, Romance, PG-17, Chapter/Series

Personal blog: https://silpianipark.wordpress.com/

___

 
Loves of Pain [6]

 
___

 

Chanyeol tidak tahu bahwa mimpi akan seburuk ini, maka Chanyeol memilih untuk tidak tidur selamanya. Kemudian pria itu sadar bahwa ini bukanlah mimpi, kenyataan menampar nya begitu keras. Seakan tuhan tidak mengizinkan dirinya untuk tinggal lebih lama lagi bersama gadis yang ia cintai. Kini Hyera terkulai lemah di atas ranjang rawat dengan beberapa dokter yang mengelilinginya.

Beberapa jam lalu saat semuanya masih dalam keadaan baik-baik saja. Chanyeol melihat tanpa ada keganjilan sedikit pun. Hyera-nya tersenyum cerah seperti mentari pagi saat itu dengan apron bunga-bunga yang melilit di tubuhnya dan spatula berada di tangan kanannya. Keinginan pria itu telah tercapai, mempunyai waktu berharga bersama Hyera dan calon bayi mereka.

Lalu satu dari banyak alasan, Chanyeol harus meninggalkan Hyera karena perusahaan membutuhkannya. Awalnya, Chanyeol meminta Jongin untuk mengurus dengan ia tetap memantau dari tempatnya saat ini. Tapi Hyera bersikeras mengatakan bahwa dirinya akan baik-baik saja dan menjaga bayi mereka dengan benar.

Chanyeol pergi setelah mereka berpelukan cukup lama sampai-sampai Hyera harus menepuk punggung Chanyeol karena pria itu tidak cepat melepaskan nya, sementara ponsel yang sejak tadi terus berdering seakan mengatakan bahwa waktu mereka telah habis. Hyera berdiri di teras, melambai dengan sebelah tangan berada di atas perut.

Chanyeol tidak pernah mengira bahwa senyumnya saat itu adalah yang terakhir yang ia lihat, sebelum Chanyeol menemukan Hyera dengan darah segar mengalir dari selangkangan nya saat ia kembali di waktu matahari hampir tenggelam. Wajah pucat Hyera dan matanya yang tertutup rapat membuat Chanyeol tidak dapat berpikir saat itu. Suaranya tertahan di kerongkongan dan napas nya tercekat, sementara tubuhnya terasa mati rasa. Chanyeol berusaha menggerakkan kakinya tapi yang ia lakukan hanya menyaksikan bagaimana lantai itu di penuhi dengan cairan berwarna merah.

“Hey bung, kau melupakan sesu —oh ya tuhan!” Jongin berseru dari belakang. Ia langsung berlari melewati tubuh Chanyeol begitu matanya menangkap pemandangan tidak mengenakan di depan sana. Melupakan dokumen-dokumen yang semula berada di tangannya, sahabat yang merangkap sebagai assistant Chanyeol itu dengan cepat menggendong tubuh lemah Hyera. Jika ia tidak sengaja dengan menyusul Chanyeol karena satu dokumen belum mendapat coretan dari tangan Chanyeol, maka Hyera dan bayi nya akan benar mati sia-sia karena Chanyeol membiarkannya tergeletak begitu saja.

“PARK CHANYEOL, SAMPAI KAPAN KAU AKAN BERDIRI DISANA HAH?!” Ia mengumpat karena Chanyeol masih berdiam diri seperti orang bodoh. Di sisi lain Jongin juga merasa gemas terhadap Chanyeol.

Dengan begitu Chanyeol tersadar.

Chanyeol berdiri dari lututnya saat melihat ayah dan ibunya berjalan tergesa-gesa di ujung lorong sana, beserta Sehun dengan tatapan tajam nya. Chanyeol merasakan lututnya bergetar dan seluruh tubuhnya sakit tidak karuan. Bukan karena ayahnya yang bisa saja menggantung dirinya hidup-hidup, atau karena tatapan laser Sehun yang seakan siap membunuhnya kapan saja. Lebih kepada perasaan takut akan kehilangan Hyera dan bayi mereka.

Seandainya ia mendengar kata-kata Jongin untuk menyuruh orang-orangnya berjaga di sekitaran pulau. Seandainya ia tidak menjadi pria bodoh dengan meninggalkan Hyera sendiri. Seandainya ia menyewa satu atau banyak asisten rumah tangga untuk menemani Hyera. Atau bahkan yang lebih menyakitkan adalah membiarkan Hyera tetap bersama Sehun, dengan begitu gadis itu akan aman karena sudah pasti Sehun akan menjaganya dengan baik. Begitu banyak kata seandainya tapi itu semua tidak cukup untuk mengulang waktu.

Satu tamparan mendarat tepat di pipi kanan Chanyeol sesaat setelah Jaemi(Chanyeol&Hyera’s mother) tiba di hadapannya dan Chanyeol tidak berkutik. Karena Chanyeol merasa bahwa ia berhak mendapat hukuman dari semua hukuman yang ada di dunia ini. Taewo(Chanyeol&Hyera’s father) sendiri sebenarnya tidak tahan untuk tidak menampar putranya atau berbagai macam pertanyaan berada di kepalanya, tapi pria setengah baya itu mencoba berpikir dengan kepala dingin. Taewo menarik istrinya menjauh sebelum hal-hal rumit menjadi semakin rumit.

Selanjutnya Sehun memberi isyarat supaya Chanyeol mengikutinya dan Chanyeol menurut, lantas mengekor di belakang Sehun. Taewo melihat punggung Chanyeol dan Sehun yang mulai menjauh selagi menepuk-nepuk pundak istrinya yang menangis tersedu-sedu.

**

Angin malam dan pekat langit menyambut Chanyeol dan Sehun. Sehun membawa Chanyeol menuju atap gedung rumah sakit ini. Mata mereka saling memancarkan aura tidak bersahabat dan semut di dinding pun tahu akan hal itu.

Chanyeol menjadi yang pertama memutuskan kontak. Pria itu memalingkan wajah dan tersenyum kecut, membuat Sehun semakin mengeraskan rahang nya. Terlihat sekali bahwa Sehun sedang menahan amarah, terbukti dengan kepalan pada kedua tangannya yang siap meluncur kapan saja pria itu inginkan.

Bugh!

Dan satu pukulan Sehun berikan hingga Chanyeol tersungkur ke lantai. Pria itu mengerang tertahan merasakan rahang nya seperti patah. Tidak ada niat untuk membela diri atau membalas, Chanyeol membiarkan Sehun mencengkeram kerah kemeja nya lalu pukulan lain bertubi-tubi menghampirinya.

Bugh!

“Sial!” Sehun mengumpat disela-sela aktivitasnya. “Jangan diam saja bodoh!”

Bugh!

Yang di pukul malah tertawa senang seakan tubuhnya tidak mempunyai rasa sakit atau memar-memar pada wajahnya tidak berpengaruh sama sekali, dan hal itu membuat Sehun semakin melayangkan tinjunya brutal. Kemudian bayangan Hyera melintas di kepala Sehun dan di satu waktu bogem nya tertahan di udara.

Sehun memejamkan mata dan mengepalkan tangannya kuat-kuat. Jika membunuh adalah hal legal di negaranya, maka Sehun akan dengan senang hati melakukannya. Atau jika bukan karena ia terlalu mencintai Hyera, sudah pasti Sehun sendiri yang akan membuat Chanyeol kehilangan napas nya.

“KENAPA BERHENTI HAH?!” Chanyeol mencengkeram kerah kemeja Sehun tidak kalah kuat dan mengguncang nya dengan kasar. Sementara Sehun kepayahan mengatur dirinya yang seperti kerasukan ingin membunuh Chanyeol detik itu juga. “Sialan kau!” Pria itu menghempaskan cengkeraman nya dan menyingkirkan tubuh Sehun yang semula berada di atasnya.

Dengan sisa tenaga yang ia miliki, Chanyeol bangkit setelah membuang ludah yang telah bercampur dengan cairan amis lalu mengusap bibirnya menggunakan punggung tangan. Kemudian melenggang pergi meninggalkan Sehun yang masih pada posisi nya; menatap kosong lantai dingin di bawah sana. Tapi belum sampai pintu, Sehun lebih dahulu mencuri atensi Chanyeol hingga pria itu kembali berbalik.

“Kau berjanji untuk menjaganya, tapi kau sendiri yang menempatkan nyawanya dalam bahaya. Tidakkah kau merasa bahwa kau sangat egois?”

Chanyeol terdiam. Tapi kilat di matanya seakan mengatakan; berhenti-bicara-atau-ku-bunuh-kau.

“Lepaskan dia. Biarkan aku yang menjaganya.” Sehun tidak gentar.

Chanyeol mendesis tajam. “Tidak semudah itu. Sebelum si pencabut nyawa datang, aku tidak akan melepaskannya.” Ucap Chanyeol dengan penuh penekanan.

“Kalau begitu bersiaplah. Karena aku akan membuatnya datang lebih cepat.”

Chanyeol tertawa sumbang. “Dapat bertaruh?”

**

Jongin melangkahkan kakinya ke sebuah Club elit di kawasan Gangnam. Image nya telah berganti menjadi pria sexy dengan ketampanannya yang melebihi kadar. Para wanita malam tidak bosan-bosannya melirik atau secara terang-terangan menggoda pria berkulit eksotis itu.

Sekedar hiburan dan melepas penat tapi Jongin tidak sepenuhnya melupakan tujuan awal ia datang kemari. Jongin harus memasang matanya dengan benar karena penerangan di sini tidak begitu membantu. Di tambah dentuman musik yang begitu memekakkan telinga. Pria itu sesekali menyesap minuman nya dengan gerakan yang dapat menaklukkan siapa pun yang melihatnya.

Tak terkecuali wanita yang berada di seberang. Duduk seduktif selagi mata lentik nya menatap Jongin penuh keintiman.

Jongin tersenyum miring.

**

Hyesun(Sehun’s father) beserta istri tidak dapat menutupi rasa khawatir mereka terhadap putranya. Sepasang suami istri itu baru tiba beberapa menit lalu dan terkejut begitu melihat keadaan putranya yang terluka parah; menurut versi mereka. Tapi pada kenyataannya, Sehun terluka parah.

Ada banyak lebam memenuhi wajah Sehun, tak jarang wanita setengah baya itu menemukan putranya sedang meringis seperti menahan sakit saat menekan perutnya. Bukan hanya putranya saja, Gaeun(Sehun’s mother) juga melihat Chanyeol yang sama menyedihkan nya seperti Sehun.

Sebenarnya apa yang telah terjadi? Kira-kira seperti itu yang ada di kepala Hyesun dan Gaeun.

Sementara Taewo beberapa kali membujuk Chanyeol dan Sehun supaya mengobati luka mereka terlebih dahulu yang langsung di setujui oleh semua orang yang ada di sana. Dan beberapa kali pula mereka mendapat penolakan dari kedua pria itu.

Tidak lama sampai suara pintu yang di buka mencuri semua perhatian. Chanyeol melompat dari duduk nya, begitu pun dengan Sehun, saat salah satu dokter muncul dari balik pintu.

“Suaminya?”

“Saya.” Itu Chanyeol dan Sehun.

Si dokter mengernyit. Menatap bingung keduanya.

“Saya suaminya.” —Sehun.

“Tapi saya ayah dari bayinya.” Yang ini Chanyeol.

“Ini dalam keadaan darurat. Mohon untuk tidak main-main.”

“Dia, dokter.” Jaemi menunjuk Sehun. “Dia suami dari putri saya.”

Chanyeol melirik ibunya. Tentu tidak ada alasan bagi wanita itu untuk memilih nya. Si dokter mengangguk lalu meminta Sehun supaya mengikutinya masuk ke dalam.

Taewo menepuk pundak Chanyeol, sedikit meremas nya pelan, seakan menyalurkan kekuatan pada putranya yang semakin terlihat kacau. Chanyeol kembali duduk dan mengusap wajahnya frustasi. Saat ini tidak ada hal yang lebih Chanyeol inginkan selain memeluk Hyera dan bayinya.

Di sisi lain pertanyaan-pertanyaan semakin berputar-putar di kepala Hyesun dan Gaeun. Seperti ungkapan Chanyeol beberapa waktu tadi. Ada sesuatu yang mereka tidak ketahui atau Sehun menutupi semuanya.

**

Suara decapan dari aktivitas yang sedang mereka lakukan memenuhi kamar hotel yang luas ini. Jongin semakin menghimpit tubuh wanita itu ke dinding. Mencium bibir merah nya seakan ia tidak akan pernah merasakan bagaimana rasanya mencium wanita lagi. Erangan dan desahan lolos tanpa pria itu minta.

Wanita yang Jongin temui di Club beberapa jam lalu tidak kalah agresif nya seperti lawan ‘main nya’, karena ia sendiri yang menginginkan Jongin.

Memang dasar jalang murahan.

Jongin sedikit menjauh lantas kaitan pun terputus, membuat si wanita merengek manja. Demi semua makhluk yang ada di planet, Jongin ingin muntah melihatnya. Wanita itu pikir ia akan terlihat lucu atau menarik di matanya? Hah, mimpi sajalah.

Jongin kemudian menyuruhnya menunggu sementara ia mengambil minuman. ‘Berpesta’ sebelum bercinta tentu lebih menyenangkan, bukan?

Pada saat Jongin kembali, wanita itu telah melepaskan semua pakaian minimnya yang hanya menyisakan pakaian dalam berwarna senada. Duduk dengan pose menggoda di atas ranjang. Memperlihatkan dada sintal nya dan juga bokong nya yang montok.

Jongin mengacungkan satu botol wine dengan dua gelas kristal yang ada di tangannya yang langsung di balas dengan senyum nakal dari si wanita. Ia berjalan menuju meja terdekat lalu menuangkan minuman itu ke masing-masing gelas.

Setelah selesai, Jongin berbalik menghampiri wanita yang kini sedang memainkan rambut bergelombang nya. Wanita itu meneguk habis wine yang di disodorkan Jongin setelah mereka melakukan cheers.

Posisi Jongin yang memunggungi si wanita, membuat ia tidak sadar bahwa Jongin telah mencampurkan sesuatu ke dalam minuman tersebut. Maka Jongin hanya menunggu atau bahkan menghitung dalam diam.

Satu.

Dua.

Tiga.

Dan. Ohow! Jongin bersorak.

Wanita itu limbung dan tidak sadarkan diri.

Jongin tersenyum mengejek. Kemudian meraih ponsel di saku celana nya setelah meletakkan gelas miliknya di atas meja nakas. Menekan angka 2 yang langsung menghubungkannya dengan seseorang.

Pria itu melangkahkan kakinya menuju kamar mandi. Berniat membersihkan bibirnya dari bekas wanita itu. Memori nya tentu tidak buruk. Bagaimana tadi ia berciuman begitu menggebu-gebu. Dan Jongin merasa mual. Menjijikkan.

Sayup-sayup suaranya terdengar.

“Yak, Park Chanyeol. Aku ingin gaji ku di bayar tiga kali lipat. Kau dengar? Aku menangkap nya.”

**

Keadaan begitu tegang dan semua perawat terlihat sibuk berlalu lalang saat tubuh Sehun telah masuk sepenuhnya ke dalam. Pria itu tidak bisa mengalihkan matanya dari tubuh rapuh Hyera. Sehun tahu jika gadis-nya sedang menahan sakit. Berjuang hidup untuk dirinya dan sang bayi.

Sehun berusaha menarik bibirnya ke atas; seakan memberi kekuatan pada Hyera yang kini membalas tatapan nya dengan mata sayu. Mati-matian Sehun menahan air matanya supaya tidak merembes keluar. Ia berbisik di tengah-tengah hati nya yang terasa pilu.

“Aku bersamamu. Semua akan baik-baik saja.” Sehun menggenggam tangan Hyera dan menciumnya lembut.

“C-Chanyeol?”

Seperti di himpit sesuatu. Sehun merasakan sesak di dadanya.

“A-aku ingin bertemu dengannya. S-Sehun, Chanyeol d-di mana?”

“…”

“S-Sehun, k-kau mendengar ku?”

“Chanyeol menunggu di luar. Dokter hanya mengizinkan ku.”

Hyera tersenyum dan mengangguk lemah. Dan hal itu semakin membuat Sehun merasakan lilitan di hatinya. Chanyeol telah memenuhi setiap ruang yang ada di hati Hyera dan ia sadar bahwa tidak ada tempat untuknya atau sekedar menyisakan sedikit saja untuknya.

“Tuan, mohon dengarkan dengan baik dan berpikir dengan benar,”

Kini Sehun beralih pada dokter yang baru tiba dengan map di tangannya.

“Kami tidak tahu bagaimana nyonya Hyera terjatuh sebelumnya atau sesuatu seperti benda keras menghantam perutnya…”

Sehun menahan napas selagi menunggu dokter melanjutkan kalimatnya.

“…Normalnya, hal ini tidak mudah terjadi pada usia kandungan yang telah melewati usia ke-28 minggu. Namun psikologis istri anda sangat memengaruhi dan juga kondisi kandungan nya yang lemah dan sangat rentan.”

Setelah ini aku akan benar-benar membunuhmu, Park Chanyeol.

“Hanya ada dua pilihan,”

Dokter cantik itu tampak ragu tapi Sehun menyuruhnya untuk tetap melanjutkan.

“Pertama, kami akan mengambil tindakan. Namun kemungkinan besar hanya salah satu yang bertahan. Dan kami tidak dapat menjamin, apakah ibunya atau bayinya,”

Seperti sebuah pedang yang dengan sengaja nya di hunuskan tepat di hati Sehun. Pria itu merasakan seluruh tubuhnya seperti kebas.

“Kedua, kami tidak akan mengambil tindakan. Namun kami tidak menjamin bahwa keduanya dapat bertahan.”

Ya tuhan. Pilihan macam apa itu? Kalau boleh, Sehun lebih memilih mati atau sama sekali tidak mendengar kalimat yang begitu menyakitinya.

“Dokter…” Sesuatu meluncur melewati pipinya.

Dalam keadaan seperti ini, Hyera masih sempat tersenyum dan mengangguk di antara matanya yang tertutup dan terbuka. Sehun melihat gerakan kecil pada bibir Hyera yang seperti menggumamkan sesuatu tapi Sehun tidak dapat membacanya dengan jelas karena kelopaknya telah mengabur.

“Tuan, apa pun yang keluar dari bibir anda. Kami berharap bahwa itu adalah keputusan yang bijak.”

Dalam hidupnya, baru kali ini Sehun merasa berat mengambil sebuah keputusan. Atau karena nyawa gadis yang ia cintai lah yang menjadi taruhan. Atau Sehun sedikit egois dengan berdoa bahwa Hyera-nya lah yang akan bertahan.

Sehun kemudian mengusap kasar air matanya. Mencium dahi Hyera dalam-dalam dan berbisik lirih di telinga Hyera. “Kau harus tahu bahwa aku mencintaimu. Bahkan jika bukan diriku yang menjadi alasan untukmu hidup. Berjanji lah untuk selamat. Kau dan bayimu.” Lalu menekan bibirnya di atas bibir Hyera.

Sehun kembali beralih pada dokter yang sedang menunggu keputusannya saat ini. Maka dengan satu tarikan napas, Sehun berucap dengan mantap.

“Tolong lakukan yang terbaik.”

**

Jangan memikirkan bagaimana Jongin dapat mengetahui dalang dari celakanya Hyera. Pria itu terlalu cerdas atau memang licik. Bahkan tidak sampai 24 jam, Jongin dengan mudahnya menemukan wanita itu. Jongin membawanya ke sebuah gudang minyak yang telah terbengkalai, tentunya jauh dari hiruk pikuk kota Seoul.

Dalam dosis yang Jongin berikan, harusnya wanita itu sudah membuka matanya 10 menit lalu. Tapi Jongin belum mendapat tanda-tanda bahwa wanita itu akan sadar. Jongin sedikit mengangkat wajahnya yang merunduk, sementara seluruh tubuhnya diikat dengan tali dan mulutnya dilapisi lakban.

Cantik sih tapi hatinya tidak lebih dari iblis.

Beberapa lama sampai pintu terbuka. Jongin menoleh, terkejut menemukan Chanyeol dengan wajahnya yang dipenuhi lebam keunguan serta darah kering terdapat di sudut bibirnya. Sedetik ekspresi Jongin kembali normal. Urusan laki-laki, dan ia mengerti.

“Bukankah dia wanita yang kau tolak beberapa bulan lalu?” Jongin bertanya sesaat setelah Chanyeol berada di sampingnya.

Chanyeol tidak menjawab. Tapi Jongin benar.

Namanya Laura Kim. Putri dari salah satu kolage nya. Chanyeol ingat bagaimana dahulu tuan Kim berusaha menjodohkan nya dengan putrinya itu. Jika cara halus tidak bekerja, maka Chanyeol sedikit menggunakan cara kasar untuk menolaknya pada saat itu.

“Apa yang akan kau lakukan padanya?”

Chanyeol membalas tatapan Jongin. Matanya berubah menjadi gelap dan senyumnya begitu mengerikan. Jongin bergidik. Apa pun itu, Jongin berdoa semoga tuhan mengampuni sahabatnya ini.

 
Tbc.

___

Aku mencoba mengabaikan semua rasa sakit yang aku rasakan saat ini. Yang tersulit adalah ketika aku berusaha menjaga diriku tetap berada pada kewarasan diantara rasa sakit yang semakin menjalar hingga ke tulang-tulang.

Dalam hitungan detik, aku akan bertarung dengan maut dan jubah-jubah malaikat telah terlihat.

Tolong selamatkan bayiku.

Semua dokter bersiap. Anestesi di suntikan sebagai tahapan awal. Perlahan-lahan rasa hangat menggantikan rasa dingin di seluruh tubuh.

Samar-samar aku melihat sosok nya berada di mataku sebelum kegelapan meregas habis kesadaran.

Park Chanyeol, aku mencintaimu.

 

 

Halo~
I’m back.
Masih adakah yang ingat dengan series ini? Atau sudah terkubur di dasar perut(?)? Menunggu atau bahkan merindukan series ini? Atau ada yang merindukan authornya? /dilemparswalowsehun-___-
Apa yah? Bingung mau ngomong apa. Sebenernya aku ada banyak cerita. Tapi takut kalian overdose(?) karena A/N ku kepanjangan. Lebih adil lagi kalau kalian yang banyak cerita. Yah? Yah? Yah? Yah?
Ungkapkan perasaan kalian setelah baca part 7 ini, tentunya di kolom komentar. Kasih jempol nya juga yaaa. Kalau ingin langsung atau chit-chat-chit-chat, boleh banget. Untuk part selanjutnya akan aku protect(maybe). Yang ingin lanjut baca cukup tulis salah satu kontak kalian yang bisa aku hubungi. Syaratnya mudah, minimal komentar di 3 part. Terserah mau part berapa aja. Pw akan aku bagikan sehari sebelum publish. cukup adil kan? :)
Oya, jadi kemarin itu email aku sempat kena hack sama orang yang enggak bertanggung jawab. ID BBM aku di colong sama itu orang. Jadi yang kemarin ada satu kontak dengan ku, jangan tersinggung ya kalau ada macam-macam atau aneh-aneh yang mengatas nama kan diriku. Itu bukan aku, okay?!
Bisa di invite ulang di sini [ 2ABEFE01 ].
Atau ada yang ingin minta pw? Bisa banget. Langsung email ke sini [ ayusilpiani96@gmail.com ].
Visit dan follow juga blog aku yang baru [ AYSLV ] karena blog lama sudah aku hapus.
Sekian dan terimakasih untuk dukungan kalian selama ini. Dan maaf kalau part ini mengecewakan atau tidak sesuai dengan harapan. Babay, see you on the next part <3

Regards,
Ayslv

Viewing all 621 articles
Browse latest View live