Quantcast
Channel: kim-jongin « WordPress.com Tag Feed
Viewing all articles
Browse latest Browse all 621

[FF] Not The Same - Chapter 1

$
0
0

cover-not-the-same

Title                       : Not The Same

Author                  : NandaFM

Rate                       : PG

Main Cast            : Im Yoona | Kim Jong In

NOT THE SAME (Chapter 1)

Dengan rambut yang diikat kuda aku menjadi terlihat lebih segar. Dengan rambut yang dikepang aku kelihatan lebih manis. Atau sebaiknya kubuat ikal saja?

 

Tidak. Aku tidak ingin terlihat berlebihan. Membuatku makin mencolok.

 

Kupandangi terus bayanganku di depan cermin dengan sedikit kesal.

 

Biasa. Penampilan seperti apa yang sekiranya membuatku terlihat biasa tanpa terlihat menonjol bila dibandingkan dengan yang lain? Ha! Pikirku dengan tawa kecil. Tidak ada yang pernah biasa dalam hidupku.

 

Hanya dengan rambut yang diurai saja bisa menarik komentar pedas dari anak-anak di sekolahku. Ingin menampilkan kesan polos, kata mereka.

 

Ya! Im Yoon Ah! Kau masih belum siap?” Kepala kakakku yang menyembul di pintu kamar membuatku tersentak.

 

“Sebentar lagi, Unnie. Beri aku waktu lima menit saja, ya? Aku pasti nanti sudah siap.”

 

“Sebentar lagi bis yang ke sekolahmu akan datang, tahu?”

“Ah, aku bingung sebaiknya rambutku kuapakan Unnie.”

 

“Sudah sana cepat berangkat. Bagaimana rambutmu itu tidak penting kalau sampai Ibu tahu kau harus kena hukum lagi karena terlambat.”

 

Ini sangat penting bila kau tahu bagaimana anak-anak di sekolah memperlakukanku, batinku. “Baik, baik. Aku berangkat sekarang!” jawabku cepat.

 

Aku hanya berharap semoga nanti di sekolah aku tidak mendengar hal-hal konyol semacam ‘Aku yakin dia mengurai rambutnya seperti itu agar menambah efek dramatis saat tertiup angin.’ Yah, semoga.

***

Aku duduk di tangga sekolah dengan sebuah notebook di pangkuanku, menggambar. Kutambahkan beberapa coretan agar menimbulkan kesan seperti bayangan, dan kemudian menebalkan luarannya dengan spidol. Dengan headset yang terpasang, aku mendengarkan lagu ‘On The Road To Vacation’. Penyanyinya, Lee Seung Gi, adalah idolaku. Seseorang yang bisa menyentuh perasaan orang lain dengan lagu yang dibawakannya, sekaligus mampu membuatku terbawa emosi melalui karakter yang ia perankan dalam dramanya.

 

“Menunggu jemputan?” terdengar suara tak asing milik sahabatku mendekat.

 

“Hmm, hari ini Ibuku sudah meminta ijin pada bosnya agar pulang lebih awal.”

 

“Merayakan ulangtahunmu?” kini ia mengambil tempat di sampingku dan melepaskan kedua headset-ku. Pertanyaannya membuatku hanya memutar mata kesal. “Oh ayolah, walaupun aku tidak mengucapkan ‘selamat ulangtahun’ padamu, aku tentu tidak akan lupa.”

 

Perkataannya barusan mampu menghentikan kegiatanku dan menatap langsung pria menjengkelkan di sampingku, “Terimakasih karena sudah mengingatnya dan tidak memberi ucapan apapun.”

 

“Aku kan sudah berjanji tidak akan bicara lagi padamu sebelum kau memberi jawaban atas pertanyaanku kemarin.”

 

Oh, jangan topik ini lagi. “Dan lihat, saat ini kau yang mengajakku berbicara lagi, sekarang, shoo shoo, pergi sana. Aku sedang malas berdebat denganmu, Kim Jong In”

 

“Apakah sesulit itu untuk memberiku jawaban ‘ya’ atau ‘tidak’? Ini sangat sederhana –“

 

“’Sederhana’?” sergahku. “Menjadi sahabatmu saja sudah mampu membuat semua gadis di sekolah ini menggosipkan ku yang macam-macam. Ini tidak sesederhana itu. Kalaupun aku juga menyukaimu dan menjawab ‘iya’, mereka mungkin akan menguburku hidup-hidup.”

 

“Jadi kau menyukaiku juga, kan?” tanyanya setelah terdiam cukup lama.

 

Suara mesin mobil yang sudah tua cukup untuk mengalihkan perhatian nya, dan aku tidak perlu mendongak untuk mengetahui bahwa Ibuku sudah sampai. Kututup notebook­-ku, menjejalkannya ke dalam tas pinggangku, dan beranjak pergi. Aku dapat melihat beberapa bingkisan kado di kursi bagian belakang. Teman-teman ibuku memang tidak pernah lupa memberiku kado saat aku berulang tahun, menganggapku seperti anak mereka sendiri.

 

Kubuka pintu di bagian penumpang, dan terdengar sebuah lagu lama dari boygroup Shinee. Selera musik Ibuku memang berbeda bila dibandingkan dengan wanita seusianya.

 

“Kau tidak ikut Jongin-ah?” tanya Ibuku. Baru kusadari bahwa Kim Jong In kini berada tepat di sisiku. Sejak kapan ia ada di sini?

 

“Tidak Bi, aku masih ada urusan lain, terimakasih.”

 

Gwaenchana.” Kututup pintu mobil, memindahkan tas milik ibuku ke kursi bagian belakang, dan menepuk pelan lengan Ibuku. “Kaja, eomma.”

 

“Nanti aku akan mengajak Yoona untuk makan malam merayakan ulangtahunnya, Bi. Apa bisa?” tanya Jong In cepat saat Ibu mulai menghidupkan mesin mobil. Bukannya dia sudah tahu kalau nanti keluargaku akan ada acara? Pikirku.

 

Aku tertawa kecil. “Maaf Jong In-ah, tapi nanti aku sudah ada janji untuk makan malam dengan keluargaku.”

 

“Ah, tapi, kau bisa bergabung dengan kami, Jong In-ah, untuk makan malam nanti, kalau kau mau. Dengan begitu kita sama-sama akan merayakan ulangtahun Yoona.” Tawar Ibuku.

 

“Tapi nanti malam itu acara untuk keluarga, Eomma!”

 

“Jangan kasar begitu Yoona-ah” setelah menepuk pelan lenganku, Ibuku beralih ke arah Jong In yang tersenyum lebar. “Bagaimana?”

 

“Tentu saja aku mau, Bi. Kalau begitu aku permisi dulu, Bi.” Dengan senyum lebarnya ia mencubit pelan pipiku dan berkata, “Sampai nanti malam, Babe.”

 

Aku hanya menganga dibuatnya.

 

“Apa barusan dia memanggilmu ‘Babe’, sayang?” goda Ibuku.

 

“Ah sudahlah Eomma.” Elakku dengan muka memerah.

***

Ternyata menjadi kekasih seorang Kim Jong In tidaklah terlalu buruk. Meskipun banyak bisikan tidak enak yang selalu kudengar, setidaknya tidak ada satupun kejadian yang menurutku membahayakan. Lagipula gosip miring itu pun pasti akan kudengar entah itu aku memiliki hubungan dengan Kim Jong In ataupun tidak.

 

“Benar tidak apa-apa? Kau tidak perlu memaksakan kalau memang tidak ada waktu,” ujar Jong In.

 

“Tentu saja. Lagipula hari ini adalah hari yang sangat penting bagi Ji Eun Unnie. Kau tau sendiri kan kalau Ji Eun Unnie itu sudah kuanggap seperti kakakku sendiri.”

 

“Tapi tanggal pementasan-mu sudah dekat Yoona-ah. Aku rasa saat ini berlatih adalah hal utama bagimu. Aku bisa bilang pada Ji Eun Noona kalau kau sedang sibuk.”

 

“Benarkah itu, Yoona? Kalau begitu bukankah sebaiknya kau berlatih saja?” tanya Bibi Go Eun , Ibu Kim Jong In, yang tiba-tiba muncul dari dapur.

 

“Tidak apa-apa Bi. Tidak usah khawatir. Aku sudah mendapat izin dari pelatih untuk libur hari ini. Lagipula perayaan ulang tahun Ji Eun Unnie kan tidak setiap hari, Bi.” Jawabku.

 

“Baiklah kalau begitu.” Bibi Ji Eun memberi isyarat padaku untuk mengikutinya sebelum ia kembali ke dapur, “Biar Jong In saja yang mengurus dekorasinya, kita, para perempuan, mengurus urusan dapur saja.”

***

Masih dapat kudengar suara tepuk tangan yang meriah meski aku sudah berada di backstage. Latihan selama berbulan-bulan, dan makian dari pelatih Park rupanya membuahkan hasil. Bahkan anak-anak sekolah yang biasanya mengolokku hanya bisa terdiam sambil memandang iri sambil lalu.

 

“Wow, pertunjukan tadi sangat … –aku sampai tidak tahu harus berkomentar apa.” Kalimat Jongin membuatku berbalik ke arahnya. Para keluarga dan kerabat dekat dari para pemeran pementasan tadi kini mulai memasuki area backstage.

 

“Aku bahkan tadi benar-benar merasa kesal kepadamu, tapi juga merasa kasihan secara bersamaan. Kau memang aktris yang hebat.” sambung Bibi Go Eun yang tersenyum tak kalah lebarnya dari sang anak.

 

“Kau…. sempurna.” ucap ibuku dengan matanya yang menatap penuh rasa bangga kepadaku. “Seandainya Yoora ada di sini, dia pasti tidak akan mengolokmu lagi saat kau sedang berlatih hahaha.” sambung Ibuku sambil merengkuhku ke dalam pelukannya.

 

Setelah beberapa saat kulepaskan pelukan Ibu dan mulai memandang satu persatu wajah di hadapanku. Kata bahagia seolah tidak mampu merangkum semua yang kurasakan saat itu. Mereka adalah keluargaku. “Tidak juga haha. Ini semua berkat kerja sama kelompok peran tadi yang membuat pertujukannya begitu apik.” jawabku mencoba merendah.

 

“Tapi tidak bisa dipungkiri kalau kau adalah bintang dari panggung tadi.” Tiba-tiba seorang perempuan berbalut setelan jas berjalan ke arahku. Matanya berbinar-binar tak ia coba sembunyikan sama sekali. Langkahnya sungguh ringan bahkan hampir terlihat seperti melompat-lompat kecil.

 

“Ah, pasti kalian terkejut. Perkenalkan aku adalah casting director dari Big Star Entertainment –BS– entertainment, Lee Su Bin.” rupanya dia cukup sadar akan pandangan menilai dari keluargaku yang terang-terangan.

 

Sedangkan aku sendiri masih mencoba mencerna ucapannya barusan. Dia adalah seorang casting director dari BS Entertainment. Sebuah agensi besar yang menanungi para pelaku industri hiburan di negeri ini. Apa yang dia lakukan di kota ini? Apa yang dia lakukan di backstage ini, di hadapanku? “Ada apa?”

 

“Aku tertarik denganmu.” Jawabnya singkat sambil menggenggam tanganku.

 

“Dia sudah mempunyai kekasih.” Sahut Jongin melepaskan genggaman tangan itu dan merangkul pundakku. Tidak memberiku kesempatan untuk bertanya agar Lee Su Bin menjelaskan pernyataannya barusan.

 

“Hahahahaha.” Tawa keras dari Lee Su Bin cukup menarik perhatian yang lain untuk menatap ke arahku. “Oh, dia lucu sekali. Siapa namanya? Dia pacarmu? Ahahaha.” Tanyanya ke arahku meski pandangannya terpaku ke Jongin yang memasang wajah datar.

 

Wajahku memerah menahan malu. Pertama, karena dia secara terang-terangan menyebutku kekasih Jongin di tengah ramainya backstage. Kedua, karena kepolosan Jongin yang entah terlihat lucu atau cukup memalukan.

 

“Aku ingin kau bergabung dengan BS Entertainment. Perihal pendidikan kau tidak perlu khawatir, kami sudah mempersiapkan semuanya. Soal bagaimana kehidupannya di sana nanti kau juga tidak usah khawatir, kami juga sudah memperkirakan dan mempersiapkan semuanya.” Jelasnya kembali memfokuskan pandangannya ke arahku. “Bintang sepertimu sayang sekali kalau harus terkubur di pedalaman seperti ini, di BS Entertainment kau bisa menunjukkan sinarmu dengan leluasa dan semua akan terkagum padamu. Kau adalah yang selama ini kami cari-cari.”

 

Aku hanya terpaku mendengarnya. Dia menginginkanku. Mereka menginginkanku. Aku adalah bintang yang selama ini banyak membuat temanku iri karena sinarku yang terlalu bersinar.

 

“Ini adalah kartu namaku kalau kau ingin tanya-tanya lebih lanjut.” Tangan kurusnya yang panjang menyerahkan kartu namanya yang menurutku cukup wah, untuk ukuran sebuah kartu nama. “Kalau begitu aku permisi dulu. Aku menunggumu Im Yoona. Bintang ku.”

 

Perawakannya yang kurus dan tinggi berlalu sambil sebelumnya melempar senyum hampir ke seluruh penjuru backstage yang rupanya mereka sama tercengangnya denganku.

 

To be Continued…

 

Hai-hai, aku balik lagi dengan ff ala kadarnya yang aku harap kalian semua pada suka. Ada yang nungguin nggak nih fanfict2 dari author yang masih amatir-an ini :D Kalo dari author sendiri sih, jujur kangen pingin nulis2 cerita lagi di sini. Apalah daya, UTS + Urusan lain bikin mood buat nulis jadi hilang sama sekali. Udah siap2 duduk anteng di depan laptop buat nulis, ujung-ujungnya nonton drama The K2 yang makin ke sini makin baper :D *sekalian promosi*

Anyway, jangan lupa like dan komentarnya ya guys!! Satu patah kata aja dari kalian, itu bakal jadi semangat buat ke depan-depannya. Mau kritik, mau saran, mau curhatan juga boleh kok :D

Dan maafkan juga untuk cover yang ancur abis. Lagi belajar, harap maklum wkwk

Dan maafkan lagi author yang terlalu banyak bacot ini :’)))

Untuk Chapter selanjutnya ditunggu yaaa.


Viewing all articles
Browse latest Browse all 621

Trending Articles