Original Story by Lee-jungjung
Main cast: Kim Jongin, Jung Soojung, Oh Sehun|
Other cast: Xi Luhan, Byun Baekhyun, Kim Hyeyeon, etc|
Chaptered| Romance, Angst| G
CHAPTER 34 : NOT FOR ANYONE
.
.
.
Jung Taewoo, ayah dari Jung Soojung ini tak pernah menyangka mendapat kunjungan langsung dari ketua WG Group –Kim Jonghwan. Mungkin Jung Taewoo akan merasa tersanjung saat perusahaan sebesar WG Group menawarkan kerja sama dengan perusahaannya, tetapi jika yang menjadi ketua perusahaan itu adalah ayah dari Kim Jongin, apa masih bisa? Ingat, Jung Taewoo masih belum sepenuhnya merestui hubungan putrinya dengan lelaki itu. Terlebih selepas skandal yang melibatkan mereka.
“Apakah ada maksud lain di balik pertemuan bisnis ini?” tanya Jung Taewoo selepas bertemu deng Kim Jonghwan –ayah Jongin. Dia ingat sekali pesan yang disampaikan sekeretarisnya tadi. Bahwa Kim Jonghwan ingin ada pertemuan yang bersifat pribadi dengan Jung Taewoo. Jadi, sudah dapat dipastikan pertemuan bisnis ini hanya kedok untuk pertemuan pribadi lain yang mencurigakan.
“Anda ternyata lebih peka dari yang saya kira,” Kim Jonghwan tersenyum menanggapi sang lawan bicara. “Yah, pertemuan ini juga dimaksudkan untuk pembicaraan lainnya. Mengenai putra-putri kita, misalnya?”
Jung Taewoo mendengus kesal. Entah mengapa ada sesuatu yang membuat harga dirinya jatuh setelah mendengar pernyataan Kim Jonghwan. Tidak ada nada menghina memang. Tetapi, seolah Jung Taewoo akan segera luluh melepaskan sang putri hanya untuk keuntungan financial. “Apa anda baru saja ingin membeli putriku untuk putra anda?”
Kim Jonghwan tampak mengerutkan kening. Merasa tidak nyaman dengan istilah yang digunakan Jung Taewoo. “Saya tidak pernah ingin membelinya. Saya hanya sekadar meminta putri anda untuk anak saya. Saya yakin anda menolak jika saya menyebutkan tujuan utama ini. Jadi, saya menggunakan pertemuan bisnis sebagai alasan.”
“Dan lagi, saya ini profesional, tuan Jung. Jika perusahaan anda tidak memenuhi kriteria yang kami cari sebagai rekan kerja, maka pertemuan bisnis ini tidak akan dilanjutkan. Meski anda menerima pinangan putra saya untuk putri anda,” terangnya panjang lebar.
Jung Taewoo sungguh meresapi apa yang disampaikan oleh ayahnya Kim Jongin. Tidak menyangka saja jika lelaki paruh baya itu tulus meminang Soojung untuk putranya. “Mengapa anda melakukan itu semua, tuan Kim? Setelah skandal yang terjadi, juga setelah mengetahui latar belakang putriku?”
Kim Jonghwan tersenyum. Saatnya menyadarkan ayah dari Jung Soojung ini. “Ini demi putraku. Dan demi cintanya. Karena saya yakin hanya dengan Soojung, Jongin akan mendapatkan kebahagiaannya. Tidakkah anda berpikir demikian juga untuk putri anda?”
O0O
Sedari tadi, Soojung tidak berani mengangkat wajahnya. Hanya sesekali dia mencuri pandang ke arah Jongin. Memastikan ekspresi lelaki yang dicintainya itu. Tidak luput jua mencuri ke arah sang ayah. Dia benar-benar tidak mengerti dengan apa yang sekarang terjadi. Bagaimana bisa dirinya dan Jongin dipertemukan kembali dalam sebuah jamuan makan malam?
“Jadi, kau yang bernama Soojung?” suara nyonya Kim memecah keheningan yang melingkupi mereka.
“Benar, bibi,” jawab Soojung pelan dan sedikit ragu.
“Cantik sekali. Pantas Jongin sangat menyukaimu,” tutur nyonya Kim kemudian.
“Eomma!”
“Eiuuuh, kau malu, Jong? Jangan sok manja jika di depan kekasihmu,” suara Hyeyeon tampak menginterupsi. Membuat Jongin semakin merasa kesal.
“Tapi, Soojung…,” tuan Kim tiba-tiba bersuara. “Kenapa kau menyukai putraku? Dia itu bodoh, menyebalkan, malas, playboy, hitam, jelek, ….”
“Appa, kau menghinaku,” sela Jongin segera. ” Dan lagi aku ini tidak jelek. Kulitku juga tidak hitam. Hanya sedikit lebih gelap.”
“Sama saja, bodoh.” Hyeyeon menimpali.
“Beda.”
“Sama.”
“Beda.”
“Ehhheem.”
Dehaman tuan Jung membuat Hyeyeon dan Jongin terdiam segera. Mereka menunduk dalam dan menantikan sesuatu yang mungkin ingin disampaikan oleh tuan Jung.
“Aku tidak pernah mempermasalahkan Jongin hitam atau apalah namanya itu,” kata tuan Jung. “Yang penting dia menyayangi putriku dan bersedia bertanggungjawab untuk menjaga Soojung.”
Jongin terkesiap. Tunggu dulu. Apa maksud perkataan tuan Jung? Apakah artinya ….
“Kim Jongin, bersedia menjaga dan menyayangi Soojungku selamanya?”
O0O
“Apa yang kau pikirkan, hum?”
Jongin menggeleng. Telapak tangannya semakin menggenggam erat telapak tangan Soojung. Mengaitkan jemari keduanya, tak berniat melepaskannya sama sekali.
“Ini terasa seperti mimpi, kan Jong?” suara Soojung kembali mengalun. “Kita bersama sekarang. Dan hebatnya kini direstui. Sungguh jika ini mimpi aku tidak ingin terbangun.”
Jongin tersenyum. Dibelainya pipi Soojung menggunakan sebelah tangannya yang bebas. Secara cepat kemudian lelaki itu meraup bibir gadisnya. Membuat Soojung mengerjap dengan wajah memerah.
“Ciuman itu masih terasa seperti mimpi?”
Soojung mengangguk.
Cup.
Jongin kembali mengecup bibir Soojung. “Masih seperti mimpi?”
Soojung tersenyum dan kembali mengangguk.
Cup.
Jongin kembali mendaratkan bibirnya ke bibir Soojung. Kini dalam waktu yang lebil lama. Menekan bibir Soojung penuh kelembutan. Melumatnya dengan kehati-hatian. Membelai celah hati Soojung hingga awang-awang.
“Bukan mimpi lagi, kan?”
Soojung kini mengangguk. Gadis itu lantas mendekap tubuh Jongin. Meyakinkan diri sendiri jika Jongin kini akan selalu berada di sisinya.
“Aku mencintaimu,” ujar Soojung.
“Aku juga.”
“Berjanjilah untuk tidak akan melepaskan dan meninggalkanku.”
Dekapan Jongin mengendur. Kini dia menatap lekat manik kecokelatan favoritnya. “Aku berjanji. Kim Jongin tidak akan pernah berpisah dari Jung Soojung,” katanya lantas kembali mempersempit jarak antara dirinya dan Soojung. Menautkan kembali bibir keduanya.
Soojung memejamkan mata. Merasakan segenap perasaan yang dicurahkan Jongin kepadanya. Dalam hati dia berdoa, semoga kebersamaan ini tidak akan berakhir.
O0O
Oh Sehun, pemuda berkulit putih itu berjalan di sepanjang koridor sekolah penuh percaya diri. Pemuda itu tak mempedulikan gunjingan yang ditujukan kepadanya. Pun semua pandangan penuh belas kasihan itu. Sehun berdecak kesal. Apakah dia terlihat begitu menyedihkan?
“Oh Sehun!”
Baekhyun berlari menghampiri temannya itu. Sama seperti yang lain, tatapan yang Baekhyun layangkan tampak menyiratkan rasa simpati yang begitu besar kepada seorang Oh Sehun. Semua karena pemuda itu baru saja kehilangan sang calon tunangan –Jung Soojung. Mirisnya, Sehun tidak hanya mendapat penolakan, tetapi juga sang tunangan direbut oleh sang sahabat –Kim Jongin.
Ahh, tidak layak juga disebut merebut. Karena sejak awal Sehun sendirilah yang menyerahkan Soojung-nya kepada Jongin.
“Kau ke mana saja? Kenapa berhari-hari tidak berangkat, huh?”
Sehun hanya tersenyum menanggapi pertanyaan Baekhyun. “Aku hanya sedang bosan ke sekolah.”
Baekhyun berdecak kesal. “Jangan sok. Aku tahu kalau kau depresi karena masalah Soo…. ahh, maafkan aku.” Baekhyun tampak menyesal karena kembali menyebut Soojung di hadapan Sehun.
“Jangan sungkan, Byun Baek. Aku baik-baik saja. Sungguh.”
.
.
.
“Sehun?”
Sehun terkesiap saat mendengar suara lembut Soojung. Suara itu amat dirindukannya. Begitupun sosok sang gadis. Ingin rasanya Sehun membawa Soojung ke dalam dekapannya sesaat setelah melihat gadisnya itu. Tetapi urung dilakukannya karena ada sosok lain yang berdiri di sisinya. Sosok kekasih Soojung, Kim Jongin.
“Kau baik-baik saja? Kudengar dari Luhan kau mengurung diri di kamar beberapa hari ini,” ada nada kekhawatiran dalam suara Soojung. Dan Sehun menyukai itu.
“Tentu, aku hanya sedikit tidak enak badan.”
Soojung menatap Sehun dengan rasa iba. Ada sekelumit rasa berasalah menghampiri Soojung. Tetapi, tak banyak yang bisa gadis itu lakukan. Sekarang sudah tidak ada lagi ruang untuk Sehun di hatinya. Tidak mungkin baginya untuk menerima Sehun.
“Kudengar, paman Jung sudah merestui kalian. Selamat, yah,” ujar Sehun tiba-tiba. Membuat Soojung hanya mampu menunduk. Semakin tidak enak hati.
“Terima kasih,” balas Jongin. “Semoga kau segera menemukan kebahagianmu yang lain.”
Sehun mengangkat kedua sudut bibirnya. “Tentu. Aku pasti menemukan kebahagianku.”
“Baiklah, kami permisi lebih dahulu,” pamit Jongin sembari menarik Soojung untuk berjalan mengikutinya.
Ketika melewati Sehun, Jongin berhenti sejenak. Itu semua karena Sehun menahan bahu Jongin. Menahannya untuk bejalan lebih jauh. “Jaga Soojung dengan baik, Kim Jongin,” pesannya.
Jongin hanya tersenyum. “Tentu, percayakan saja dia kepadaku. Aku akan selalu menjaganya,” tuturnya sebelum kembali melangkah meninggalkan Sehun bersama Baekhyun.
.
.
.
“Oh, aku tidak menyangka semua akan baik-baik saja,” celetuk Baekhyun sesaat setelah Jongin dan Soojung meninggalkan mereka. “Kau baik sekali, Oh Sehun. Menerima kekalahanmu dengan lapang dada.”
Sehun terkekeh mendengar perkataan Baekhyun. “Aku? Baik?” Sehun menggeleng pelan. “Aku tidak sebaik itu, Byun Baek.”
Baekhyun mengerjap pelan. Entah salah atau tidak, tetapi dirinya menangkap aura aneh menguar dalam diri Sehun. Dan semua didukung ucapannya barusan. Ucapan yang sarat akan makna. Makna yang membuat Sehun bergidik ngeri karenanya.
O0O
“Jadi, kapan pertunangannya dilangsungkan?” tanya Luhan saat dirinya bertemu dengan Soojung di salah satu cafe langganan mereka.
Semua berkat Soojung yang tiba-tiba menghubunginya. Gadis itu mengatakan bahwa dirinya merindukan Luhan dan obrolan ringan mereka. Membuat keduanya kini bertemu layaknya sahabat karib, seperti dulu.
“Appa, ingin menundanya hingga kami lulus dari bangku sekolah menengah. Biar bagaimana juga pertunanganku yang sebelumnya gagal. Tidak baik jika melakukan pertunangan lainnya dalam waktu dekat,” jawab Soojung sembari menyesap jus mangga kesukaannya.
Luhan menganggukkan kepala mengerti. Dirasa keputusan ayah Soojung amat tepat. Tetapi, Luhan masih khawatir. Mengingat sang mantan tunangan Soojung, Oh Sehun tidak dalam kondisi yang baik.
Luhan sebenarnya mengkhawatirkan diri Sehun sejak acara pertunangan antara lelaki itu dan Soojung gagal. Sehun mengurung diri seharian penuh. Tidak menyentuh makanan yang di antarkan ke kamarnya dan juga tidak menampakkan diri sama sekali. Sempat Luhan memergoki pelayan mereka membawakan sebotol minuman keras ke kamar Sehun. Itu pesanan Sehun katanya. Hingga, Luhan menyimpulkan jika Sehun mengalami depresi berat pasca pertunangan yang berlangsung sebelum ini gagal.
“Luhan?”
“Oh?” Luhan mengerjap cepat. Dengan sedikit kaku dirinya mengulas senyum. “Maaf aku melamun tadi,” katanya kemudian.
Soojung menghela napas panjang. Jemarinya bergerak gelisah. Membuat pola melingkar di meja dan terkadang mengetukkannya di gelas.
“Ada yang mengganggu pikiranmu?”
Soojung mengigit bibirnya. Ragu untuk bertanya, tetapi rasa penasaran sudah menguasai dirinya. “Soal Sehun, apakah dia benar-benar baik-baik saja?”
Luhan terdiam sejenak. Pertanyaan Soojung sungguh menohok dirinya. Biar bagaimanapun Luhan sendiri mengakui jika Sehun berada dalam kondisi yang tidak baik-baik saja. Tetapi, Luhan juga tidak ingin Soojung terlampau khawatir, jadi dia memutuskan untuk tidak mengatakan kebenaran mengenai keadaan Sehun yang sesungguhnya.
“Luhan?” Suara Soojung kembali mengalun. “Kenapa tidak menjawab pertanyaanku?”
Luhan meraih jemari Soojung. Mengusapnya lembut, sekadar menyalurkan ketenangan. “Bukankah kau lihat sendiri kemarin. Dia berangkat ke sekolah dalam kondisi prima. Dan dia kelihatan baik-baik saja, bukan?”
Soojung mengangguk pelan. Dia akui itu. Sehun terlihat baik-baik saja menghadapi semuanya. Dia bahkan mengucapkan selamat atas hubungan Soojung dan Jongin yang baru saja direstui. Tetapi, tetap saja Soojung merasa tak nyaman. Ini bukan sekadar rasa bersalah karena tidak dapat menerima Sehun kembali. Bukan karena itu saja. Ada hal lain yang mengganggu Soojung. Membuatnya sedikit merasa was-was.
.
.
.
.
Soojung tengah kesulitan untuk meraih salah satu buku yang terletak di rak bagian atas. Gadis itu berjinjit, dan sesekali meloncat. Tetapi, tangannya tak kunjung mampu menyentuh buku incarannya barang sejengkalpun.
Grep.
Soojung mengerjap cepat. Ada sesuatu yang menyentuh jemarinya. Membuat gadis itu berjingkat kaget dan mundur secara otomatis. Alhasil, tubuhnya bersinggungan dengan seseorang yang entah kapan berada di belakangnya.
“Kau harusnya minta bantuan seseorang jika tidak mampu mengambilnya.”
“Sehun?”
Sehun tersenyum seraya memberikan buku yang sejak tadi ingin diraih Soojung. Membuat Soojung hanya mampu bergumam lirih mengucapkan terima kasih.
“Sehun, tunggu!”
Soojung menghentikan langkah Sehun sebelum pemuda itu terlampau jauh meninggalkannya.
“Aku…,” katanya ragu. “Aku belum mengucapkan maaf dan berterima kasih kepadamu,” katanya sembari menatap Sehun yang berdiri membelakanginya.
“Maaf sekali lagi karena tidak bisa kembali menerimamu. Dan terima kasih karena telah melepaskanku untuk berbahagia bersama Jongin. Kau benar-benar lelaki yang baik, Oh Sehun.”
Sebelah sudut bibir Sehun terangkat. Tak lama kemudian dia berbalik. Kini menatap lekat manik kecokelatan indah milik Jung Soojung. “Maafmu aku terima, tetapi jangan berterimakasih. Aku tidak sebaik yang kau pikirkan, Soojung.”
Kening Soojung mengerut. Tampak tidak mampu memaknai apa yang dikatakan Sehun barusan.
Deg.
Napas Soojung tercekat saat perlahan Sehun mendekat ke arahnya. Membuat dirinya mampu menangkap seringaian aneh milik Sehun. Seringaian yang membuat bulu kuduknya berdiri.
“Jangan berharap banyak padaku, Soojung. Dan jaga dirimu baik-baik,” ucapnya pelan sembari mengusap pipi Soojung.
Membuat gadis itu terdiam mematung hingga Sehun meninggalkannya sendiri. Entah mengapa Soojung merasa takut. Takut tanpa sebab. Dan semua karena Oh Sehun.
.
.
.
.
.
.
.
“Soojung?”
Soojung meraih kesadarannya segera. Kini Luhan tengah mengernyit, heran dengan sikap diam Soojung. “Apa ada yang mengganggu pikiranmu?”
Soojung menggeleng, “Tidak ada,” jawabnya.
“Lalu, kenapa tanya soal Sehun?”
Soojung mengedikkan bahunya, “Hanya penasaran. Itu saja.”
Luhan menyilangkan lengan di depan dada. Mengamati Soojung lekat. Berusaha mencari tahu apa yang disembunyikan gadis itu darinya.
“Aku harus pergi. Jongin sudah menungguku,” pamit Soojung segera. Sengaja dilakukan gadis itu karena merasa terintimidasi oleh tatapan Luhan.
“Dah, Luhan!”
Luhan hanya mengangguk seraya melambaikan tangan. Pemuda itu menghela napas tak lama setelah sosok Soojung menghilang dari pandangannya. Tetapi, ketika beralih, pandangannya menangkap satu benda tergeletak di meja.
“Bukankah ini ponsel Soojung?”
Luhan tersenyum kecil. Mengingat betapa cerobohnya seorang Jung Soojung. Dari dulu hingga sekarang tidak berubah.
Dengan langkah cepat, Luhan menyusul Soojung. Berharap Soojung belum pergi terlalu jauh. Dan senyum Luhan mengembang ketika melihat sosok yang dicarinya. Gadis itu tengah menyebari jalan seorang diri sembari mengacak isi tas. Kelihatannya mencari satu benda yang Luhan temukan tadi, ponselnya.
Dengan langkah terburu, Luhan mengejar Soojung. Tetapi, langkahnya melambat perlahan. Kedua bola matanya melebar.
Sebuah mobil melaju kencang ke arah Soojung.
“Soojung, awas!”
Bruk.
O0O
Jongin berlarian di sepanjang koridor rumah sakit dengan raut cemas. Sesekali tubuhnya bersinggungan dengan orang-orang dari arah berlawanan. Membuat Jongin membungkuk pelan guna meminta maaf.
Dan rautnya berubah lega saat menemukan satu orang yang membuatnya nyaris terkena serangan jantung tadi.
“Soojung-a!”
Soojung yang tengah duduk meringkuk mendongakkan kepalanya. Kedua matanya yang memerah menatap Jongin lekat. Membuat hati Jongin mencelos dan itulah yang mendorong lelaki itu memeluk kekasihnya.
“Jongin…. Luhan…. hiks.”
Jongin mengusap pelan punggung Soojung. Berharap perlakuannya membuat Soojung sedikit lebih tenang.
“Luhan akan baik-baik saja, Soojung. Tenanglah.”
Soojung menggeleng pelan. Tidak. Luhan tidak akan baik-baik saja. Soojung melihat dengan jelas bagaimana tubuh Luhan terpental jauh selepas menyelamatkan Soojung dari terjangan mobil. Soojung juga melihat bagaimana Luhan kehilangan banyak darahnya. Dan itu tidak baik-baik saja.
Sungguh, jika terjadi sesuatu pada diri Luhan, Soojung tidak akan memafkan dirinya sendiri.
“Soojung?”
Oh Daehun dan kakek Oh terlihat mendekat ke arahnya. Raut keduanya menampakkan kekawatiran yang sama besarnya dengan Soojung.
“Bagaimana keadaan Luhan?” tanya Oh Daehun –ayah Sehun sekaligus paman Luhan.
“Dia sedang ditangani pihak medis,” jawab Soojung lemah.
Dirinya menangkap helaan putus asa dari Oh Daehun selaku paman Luhan. Pun juga menangkap kakek Oh tampak termenung memandangi pintu ruang tempat Luhan berjuang di antara hidup dan mati. Beliau terlihat khawatir. Soojung berani bertaruh, jika Luhan mengetahui kakeknya itu mengkhawatirkannya, dia pasti senang sekali.
.
.
.
Drrrrttt.
Dering ponsel milik Oh Daehun, mengganggu ketegangan yang berlangsung.
“Yah, saya ayah dari Oh Sehun. Ada apa?”
Soojung, Jongin dan kakek Oh berpaling menatap Oh Daehun. Kening ketiganya mengernyit saat melihat Oh Daehun membulatkan bola matanya.
“Apa?!”
Seruan itu cukup menjelaskan satu hal. Bukan hanya Luhan yang sedang bermasalah. Sehun pun juga demikian.
O0O
“Cucuku tidak mungkin sengaja melakukan tindak kriminal seperti itu!” seruan kakek Oh menggema di kantor polisi. Cukup membuat heboh karena sebelumnya pun dia berteriak memanggil nama Sehun.
“Kalian jangan asal tuduh. Aku bisa menuntut kalian semua!”
Seorang detektif kepolisian tampak sabar menghadapi kakek Oh. “Tapi, semua bukti mengarah kepadanya, tuan. Dia lah yang menabrak cucu anda yang lainnya.”
“Tidak. Sehun tidak mungkin melakukan itu! Tidak!”
.
.
.
.
.
Soojung mengeratkan genggaman tangangannya pada Jongin. Tubuh gadis itu bergetar. Dirinya tidak percaya saat mendengar bahwa Sehunlah pelaku tabrak lari yang mencelakai Luhan. Dan tadi, mobil itu hendak menabrak dirinya. Itu berarti target Sehun bukanlah Luhan, melainkan dirinya.
Tapi, mengapa?
“Jongin,” Soojung menelan ludahnya susah payah. “Aku ingin bicara dengan Sehun.”
“Tidak,” tolak Jongin segera. Apa yang telah dilakukan Sehun pada Soojung membuat Jongin menolak keinginan gadis itu. Jika tadi Sehun tidak berhasil mencelakai Soojung, maka mungkin yang kali ini berhasil. Jongin tidak akan membiarkan itu terjadi.
“Kumohon, ada yang harus kupastikan,” pinta Soojung dengan suara bergetar.
“Tidak, Soojung.”
“Kumohon, Jongin,” pintanya sekali lagi. “Aku berjanji akan menjaga diriku dengan baik. Sehun tidak akan kubiarkan untuk melukaiku barang sejengkal pun.”
Jongin menimbang sesaat. Dengan ragu akhirnya dirinya mengangguk. “Baiklah, tetapi aku akan menemanimu.”
O0O
Sehun meringkuk di ruang introgasi. Bibirnya terus bergerak menggumamkan kalimat yang tidak begitu jelas. Membuat polisi yang bertugas di sana berdecak kesal. Sejak tadi, hanya ini yang Sehun lakukan. Bahkan dia bungkam saat petugas kepolisian menanyainya.
“Permisi.”
Bukan hanya petugas polisi yang berada di sana saja, Sehun ikut menoleh. Kedua matanya berbinar saat mengetahui siapa yang baru saja datang.
“Maaf, izinkan saya berbicara dengannya. Sebentar saja.”
Petugas polisi itu menatap seorang rekannya yang mengantar tamu untuk Oh Sehun. Menghela napas sebentar sebelum mengangguk mengijinkan. “Baiklah,” katanya.
“Soojung-a.”
Petugas polisi itu teekejut saat mendengar suara Sehun. Akhirnya setelah 1 jam mengintrogasi remaja ini, dirinya mau buka suara. Dan istimewanya menyebut nama gadis yang baru saja datang.
“Bolehkah kami ditinggalkan berdua saja?”
“Tidak,” bukan petugas polisi, melainkan Jongin yang tidak menyetujuinya. “Aku akan tetap di sini.”
“Jongin ku mohon.”
“Ti….”
“Baiklah, nona. Bujuk dia agar mau bicara,” kata petugas kepolisian itu menyetujui. Dirinya segera beranjak sembari menarik Jongin agar mengikutinya.
“Soojung, tidak. Hei, lepaskan aku!”
Brak.
Soojung menarik napas dalam saat pintu ruangan tertutup. Menyisakan Soojung berdua saja dengan Sehun.
“Soojung?”
Soojung berbalik. Menatap lekat Sehun yang terlihat menyedihkan. Surai kelam pemuda itu berantakan. Wajahnya pucat. Dan kedua matanya memerah. Soojung merasa iba dengan kondisi Sehun saat ini.
Soojung mengumpulkan segenap keberaniannya untuk melangkah mendekat. Perlahan gadis itu duduk di hadapan Sehun. Meraih telapak tangan pemuda itu dan menggenggamnya erat.
“Sehun, aku ingin bertanya sesuatu, boleh?”
Sehun menunduk dalam lantas mengangguk. Mengijinkan Soojung untuk bertanya apapun kepadanya.
“Kau yang menabrak Luhan?”
Sehun terkesiap. “Aku tidak sengaja melakukannya, Soojung. Sungguh. Aku tidak berniat melukai Luhan. Aku….” Sehun mengatupkan bibirnya segera. Sadar apa yang akan dia katakan. Sadar ingin mengakui jika targetnya adalah….
“Aku, bukan?”
Sehun mendongak. Kini tatapannya fokus pada satu titik. Manik kecokelatan milik Jung Soojung.
“Aku yang ingin kau celakai, bukan?”
“….”
“Kenapa?”
“….”
“Apa kau membenciku?”
Sehun menggeleng. “Tidak. Aku tidak membenci Soojung. Aku sangat mencintaimu.”
“Tapi, kenapa kau berniat melukaiku?”
Sehun mengatupkan bibirnya rapat. Tangannya beringsut. Melepaskan diri dari genggaman Soojung. “Tidak ada yang boleh memilikimu selain aku. Jika aku tidak memilikimu, yang lain juga tidak bisa memilikimu.”
Soojung terdiam. Tidak menyangka jika Sehun mengatakan hal semacam ini. “Itu bukan cinta. Jika itu cinta kau tidak akan melukaiku, Sehun.”
“Aku tidak peduli.” Sehun menatap Soojung tajam. “Aku hanya ingin memilikimu. Tidak dengan yang lain. Kebahagianku hanya ada padamu, Soojung.”
“Tapi, aku tidak bahagia bersama denganmu, Oh Sehun.”
“Kalau begitu kau tidak boleh bahagia dengan yang lain.”
Soojung mengepalkan kedua telapak tangannya. Oh Sehun yang dikenalnya sudah berubah. Lelaki yang di hadapannya bukan lagi Sehun yang pernah dia cintai sebelum ini.
“Kau bukan Sehun. Kau berubah,” Soojung mengatakannya dengan suara tercekat.
“Sehun yang kukenal tidak egois. Baik hati, dan memikirkan kebahagian orang lain. Tidak seperti ini.”
Sehun tertawa sinis. “Sehun yang dulu sudah mati. Kau sendiri yang mengubahku hingga seperti ini, Soojung.”
Deg.
Nyeri dirasakan Soojung. Benarkah demikian? Semua karena Soojung?
Soojung menelusurinya kembali. Jika dia melepaskan Sehun sejak awal, mungkin keadaannya tidak serumit ini. Jika Soojung menerima Sehun kembali, mungkin Sehun tidak senekat ini. Lelaki ini tidak akan mendekam di balik jeruji besi. Dan Luhan tidak akan teebaring di rumah sakit karena menyelamatkannya.
Sehun benar. Semua karena Soojung.
“Kau benar. Semua karena aku.”
Sehun tertegun mendengar penuturan Soojung.
“Aku yang menyebabkan semua ini terjadi. Kau senekat ini karena aku. Luhan terluka juga karena menyelamatkan diriku. Semua karena aku!”
“Soojung, bukan begi….”
“Kau benar, Sehun,” sela Soojung segera.
Gadis itu beranjak dari tempatnya dan menatap Sehun nanar.
“Maafkan aku, Sehun,” katanya. “Tenang saja aku tak akan lagi terlihat di hadapanmu. Kau tidak perlu lagi melihatku.”
Sehun merasakan luka hati Soojung. Ingin rasanya dia menahan Soojungnya untuk pergi,miminta maaf dan menyesali semua perbuatannya. Tetapi Sehun terlambat. Sekarang Oh Sehun benar-benar kehilangan Jung Soojung.
O0O
Kau sendiri yang mengubahku hingga seperti ini, Soojung.
Masih terekam jelas dalam memori Soojung bagaimana Sehun mengatakannya. Soojung mengembuskan napasnya perlahan. Rasanya sesak. Ruang paru-parunya terasa penuh. Ingin segera Soojung luapkan segalanya, tetapi belum sanggup.
Gadis itu berhenti melangkah saat melihat sosok terkasihnya di depan sana. Ingin rasanya Soojung berlari ke sana dan mendekap tubuh sang kekasih. Meluapkan segala perasaan yang menganjal. Menumpahkan segala kepedihan yang dirasakannya.
Tetapi, semua urung Soojung lakukan. Teelebih setelah Jongin terlihat tengah menerima telepon dari seseorang.
Deg.
Kini Jongin menatap dirinya dengan pandangan penuh penyesalan. Membuat perasaan tidak nyaman Soojung bertambah dalam. Firasat buruk menyergapnya tiba-tiba.
“Soojung?”
Soojung beringsut mundur saat Jongin mendekat ke arahnya.
“Siapa yang menelepon?”
“….”
“Kim Jongin!”
“….”
“Apa dari rumah sakit?”
Jongin menghela napas sebelum mengangguk. “Junmyeon baru saja meneleponku. Ini mengenai kondisi Luhan. Dia….”
“Dia baik-baik saja, bukan?”
“Soojung, dengarkan.”
“Tidak, aku tidak mau mendengar apapun jika itu suatu hal yang buruk.”
Jongin terdiam. Tidak lagi bersuara karena dirinya pun tidak tega untuk menyampaikan apa yang diketahuinya. Dirinya hanya mampu mendekat dan segera membawa Soojung dalam dekapannya.
“Katakan jika Luhan baik-baik saja, Jongin.”
“Soojung.”
“Jongin, kumohon. Katakan Luhan baik-baik saja.”
Jongin mengeratkab dekapannya. Membiarkan seluruh energinya tersalurkan untuk Soojung.
“Luhan sudah berada di tempat yang lebih baik, Soojung. Dan benar, dia sudah baik-baik saja sekarang.”
Soojung meremas erat baju yang Jongin kenakan. Membenamkan wajah di dada bidang sang kekasih. Dan mulai terisak pelan.
Dirinya kehilangan seorang lagi. Mengapa Tuhan begitu tega kepadanya?
.
.
.
Tbc
Maafkan karena alurnya jadi seperti ini. Ditunggu reviewnya 😊 terima kasih.