Quantcast
Channel: kim-jongin « WordPress.com Tag Feed
Viewing all articles
Browse latest Browse all 621

[Freelance] The One Person Is You (Chapter 1)

$
0
0

cover

The One Person Is You

 

Tittle                           : The One Person Is You (Chapter 1)

 

Author                       : Dancinglee_710117

 

Main Cast                 :

  • Park Chanyeol (EXO)
  • Lee Hyojin (OC)
  • Kang Rae Mi (OC)

 

Other Cast                :

  • Jung Yong Hwa (C.N.BLUE)
  • Bang Yongguk (B.A.P)
  • Choi Jun Hong / Zelo (B.A.P)
  • Kim Himchan (B.A.P)
  • Oh Sehun (EXO)
  • Kim Jong In / Kai (EXO)
  • And other you can find in the story

 

Genre                        : Romance, Marriage Life, Comedy (a little bit), and other

 

Rating                        : T

 

Length                       : Chapter

Disclaimer                : fanfict ini real buatan otak saya sendiri, terinspirasi dari beberapa drama korea seperti The Heirs dan Naughty Kiss namun mempunyai jalan cerita yang berbeda. EXO milik SM, member milik orang tua dan Tuhan, OC milik saya. Jangan berani-berani jadi PLAGIATOR!. Bisa baca fanfict buatan saya yang lain di www.berlindaxoxoexo.wordpress.com atau https://www.facebook.com/lee.naesarang/notes

 

 

~Happy Reading~

 

 

“LEE HYOJIN!.”

 

‘Byur’

 

Gadis yang namanya di teriakan itu bangun dengan tergesa. Sebagian tubuhnya basah berkat guyuran air dari wanita paruh baya yang kini berkacak pinggang dan menatap Hyojin tajam.

 

“Haaah hah hah… bibi! Apa yang kau lakukan?!.” Tanya Hyojin dengan nafas tersengal. Efek dari rasa terkejut dan ada beberapa air yang masuk ke mulut dan hidungnya.

 

“Apa yang aku lakukan?. SEHARUSNYA AKU YANG BERTANYA!. Apa yang kau lakukan di rumah ini?!. Sudah kubilang kau tidak boleh tinggal lagi disini!.” Omel wanita itu. Ember yang tadinya terisi penuh air untuk menyiram Hyojin dia lempar kesembarang arah. Hampir saja mengenai kaki gadis itu.

 

“Ayolah!, aku kan sudah bilang akan bayar sisa dua bulannya minggu depan.”

 

“Tidak bisa!, cepat keluar dari sini!.”

 

Wanita itu menarik Hyojin keluar dari rumah, ketika sampai di luar dia mendorong Hyojin hingga terjatuh. Gadis itu berdecak sebal sembari berdiri, lalu membersihkan debu yang menempel di bajunya. Dia balik berkacak pinggang dan membusungkan dada seolah menantang wanita yang dia panggil ‘bibi’ itu.

 

“Bibi! Bisa tidak kau memperlakukanku dengan baik?. Kejam sekali kau sudah menyiramku dan sekarang mengusirku dengan tidak terhormat!.” Protes Hyojin.

 

“Ck! Kau sendiri bagaimana?. Sudah dua bulan tidak membayar uang sewa!, kau mau tinggal cuma-cuma?!.”

 

Hyojin berdecak lalu memalingkan wajah, “Dasar bibi cerewet! Perawan tua!.” Gumamnya.

 

“APA KAU BILANG?!.”

 

Ternyata wanita itu sedikit-sedikit mendengar perkataan Hyojin yang menyindir barusan. Hyojin kaget, dia pura-pura tidak mengatakan apapun lantas memasang senyum manis yang di paksakan.

 

“Bibi, kumohon… sekali ini saja! Berikan aku kesempatan!. Aku janji akan melunasi uang sewanya!.”

 

“Yak Lee Hyojin! Ini bukan rumah keluargamu yang bisa seenaknya kau tinggali!. Sudah, aku berikan kau dua jam untuk membereskan barang-barang!.”

 

Kemudian wanita itu pergi, meninggalkan Hyojin yang frustasi. Gadis itu tidak tahu harus tinggal dimana setelah ini. Dia sedang tidak memiliki cukup uang untuk menyewa tempat tinggal lain. Jangan anggap dia gadis miskin atau terlantar. Lee Hyojin adalah cucu dari pemilik perusahaan dagang terkenal, Jaeguk corporation. Namun karena suatu alasan dia tidak mau untuk menjadi ahli waris atau sekedar menjadi keluarga bangsawan itu.

 

Dia yang telah kehilangan kedua orangtua dan adiknya -bukan karena meninggal- sejak usia sepuluh tahun, memutuskan untuk tinggal sendiri juga tidak berurusan dengan kakeknya. Untuk biaya sekolah dan hidup dia usahakan dengan bekerja paruh waktu. Beruntung pihak sekolahnya bisa diajak berkompromi dan memaklumi keadaan Hyojin. Yah, walau ada beberapa dari mereka yang tahu asal usul Hyojin -sesekali gadis itu mengungkapkannya untuk mendapat tunjangan biaya sekolah- tapi gadis itu tetap menjalani hidup sebagai gadis normal biasa.

 

Tidak bisa dikatakan normal juga sih. Jika di sekolah dia tak punya teman perempuan sama sekali sejak memasuki SMP, kelakuannya aneh dan di benci banyak orang, kasar, tidak sopan, juga jorok. Pokoknya sama sekali tak mencerminkan seorang gadis manis yang feminim. Tak banyak yang mengenalnya, hanya dua sahabat setia yang selalu bersama Hyojin. Sahabatnya dari SMP.

 

“Ah sial! Kini aku harus kemana lagi?!.”

 

Dia berfikir sejenak, kemudian mengangguk ragu. Dia punya solusi untuk sementara, tapi Hyojin agak sangsi untuk melaksanakannya.

 

*Hyojin POV*

 

Aku menarik koperku lebih cepat dari sebelumnya ketika hampir sampai di tempat tujuan. Sebuah rumah sederhana yang agak kumuh tapi menurutku cukup nyaman untuk dijadikan tempat tinggal sementaraku. Aku menghela nafas sejenak, mengumpulkan segenap keyakinan kemudian mengetuk pintu kayu yang nampak sangat rapuh itu. Tak lama pintu mulai terbuka, menimbulkan bunyi berisik yang membuatku ngilu, pintu reyot!. Dasar!, sampai kapan anak ini akan hidup lebih layak eoh?!.

 

“Eoh?, Hyojin?.”

 

Pria berkulit kecoklatan itu menatapku terkejut. Aku tersenyum sekilas dan melenggang masuk tanpa permisi. Huh! Biarlah, toh rumah kumuh ini tak ada penghuni lain selain Kim Jong In itu.

 

“Yak yak yak! tak sopan sekali kau!.”

 

Jong In menarik tanganku yang hendak memakan ramen di meja. Sialan bocah ini!, tidak bisa ya melihatku santai sedikit.

 

“Mau apa kau kemari?. Dengan koper dan tas sebesar itu?. Kau mau pindahan?.” Dia terus bertanya sambil menyuapkan ramen cup. Sial! Aku jadi lapar. Sejak kemarin aku belum makan apapun.

 

Aku mengambil paksa ramen Jong In dan memakannya rakus. Kulirik Jong In, dia hanya melongo dan terkejut dengan gaya makanku. Terserah! Yang jelas aku lapar!.

 

“Aku diusir.” Kataku singkat di sela-sela acara makanku. Jong In kembali memelototkan matanya, membuatku jenuh.

 

“LAGI?.”

 

Aku mengangguk pasrah. Dia pasti tahu sudah berapa kali aku diusir dari rumah kontrakan karena tak membayar sewa. Lebih parah lagi aku pernah menginap tanpa sepengetahuan pemilik rumah hingga aku diusir setelah dipukuli sebelumnya. Memang nasib malang, tapi aku tak mengeluh, ini sudah takdirku.

 

Jong In menghela nafas, “Aku ikut prihatin.” Dia menepuk bahuku pelan. “Aku tahu kau kemari bermaksud untuk menumpang.”

 

Aku mendelik kearahnya. Perkataan dan nada dalam ucapannya barusan kentara sekali kalau sedang menyindirku. Yah, biar kita sama-sama orang tak punya, aku ini lebih miskin dari Jong In. Tapi biar bagaimanapun, HARUSKAH DIA MENYINDIR SAMBIL MENYERINGAI SEPERTI TADI?. Dasar hitam!.

 

“Ya.” Balasku acuh. Tak mau berdebat lebih panjang.

 

“Tapi kenapa kau tidak mendatangi Sehun?. Rumahnya lebih nyaman dan… mewah.”

 

Aku terdiam. Lalu pikiranku menerawang memikirkan saran Jong In. Ya, dia benar. Sahabatku yang bernama Oh Sehun adalah anak orang kaya -walau tak sekaya kakek itu- aku bisa saja menumpang ke rumahnya daripada ke tempat kumuh Jong In. Tapi mengingat bagaimana kejadian setahun lalu aku jadi bergidik ngeri.

 

Flashback

 

Aku sudah berdiri tepat di depan pintu masuk rumah -atau istana- Oh Sehun. Setelah menghadapi berbagai serangan dan halauan dari penjaga rumah -juga anjing Doberman keluarga Oh- akhirnya aku bisa sampai disini. Syukurlah!. Aku mengetuk pintu itu tapi tak ada jawaban dari dalam.

 

“Bodoh! Sampai dunia kiamat orang di dalam tak dengar kalau kau mengetuk!. Rumah ini besar jadi kau harus memencet bel!.”

 

Salah seorang penjaga rumah -yang babak belur sudah aku pukuli- menunjukkan betapa bodohnya aku. Aku menatapnya garang lalu menggeram bak anjing Doberman tadi hingga lelaki berusia sekitar tiga puluhan itu menunduk ketakutan. Tapi aku bisa dengar dia bergumam, “Dasar gadis jadi-jadian!.”

 

Aku memencet bel yang bunyinya adalah lantunan piano Bethoven – fur elise, salah satu lagu kesukaanku. Kemudian pintu terbuka dan menampakan sosok tinggi Oh Sehun, -kuakui- dia nampak tampan dengan balutan kemeja putih yang sangat pas dengan bentuk tubuh rampingnya ditambah jeans biru pudar, jam tangan Gucci berlapis emas, sepatu converse asli dengan kulit lembu yang semakin memperlihatkan kalau dia adalah anak orang kaya. Aku menegak ludah susah payah, terpana melihat betapa kayanya -dan tampannya- Oh Sehun.

 

“Hyojin?.”

 

“Hehehe, annyeo-”

 

“Sehun-ah, siapa yang datang?.” Seorang wanita paruh baya yang cantik dan elegant datang menghampiri. Dia melihat kearahku. Aku tersenyum penuh arti kemudian hendak mengucapkan salam.

 

“Annyeonghaseyo! Joneun-”

 

‘BRAK’

 

Belum aku selesai mengucapkan salam pintu sudah tertutup dengan keras. Dari luar aku bisa dengar suara cacian ibu Sehun kepadaku. Aku menunduk lesu kemudian pergi. Penjaga rumah -beserta anjingnya- tersenyum sinis kepadaku. Sigh~ aku malu dan berjalan secepat mungkin.

 

Flashback off

 

“Dan kau tahu bagaimana malunya aku pada ‘Sweety’.” Ujarku sendu.

 

“Siapa Sweety?.”

 

“Anjing Doberman milik keluarga Oh.”

 

Aku dan Jong In saling berpandangan, kemudian tertawa bersama. Ya, anjing gila yang kejam itu bernama ‘Sweety’. Hahaha! Kalau mengingat bagaimana penjaga rumah Sehun yang berkumis tebal memanggil sayang anjingnya lagi… HAHAHAHA!.

 

“Dasar Sehun bodoh! HAHAHAHA, anjing Doberman dinamai ‘Sweety’!. Hai Sweety~ pfftttt.”

 

“Daripada kau yang menamai tikus got ‘Hyuna’! berharap dia menjadi se-sexy Hyuna 4minute eoh?.”

 

Aku tertawa keras mendengarnya. Itu Sehun, dia tiba-tiba ada di rumah ini dan langsung balas mengejek Jong In. Sementara pria berkulit gelap itu cemberut.

 

“Jadi kau diusir lagi?.” Tanya Sehun yang sudah duduk diantara aku dan Jong In.

 

“Ya, begitulah.” Kataku setelah meredakan tawa. Sehun menghela nafas, persis seperti reaksi Jong In tadi. “Kenapa tak datang kerumahku?. Apa karena kejadian setahun lalu?.”

 

Aku mengangguk semangat. Aku malu dan tidak mau bertemu Sweety lagi. Lebih baik bermain dengan Hyuna milik Jong In yang hanya datang ketika rumah ini punya makanan.

 

“Maaf ya, aku tak banyak membantu.” Sehun menunduk, sepertinya merasa bersalah. Aku memegang bahunya persis seperti yang Jong In lakukan tadi. “Aku paham. Maka dari itu besok traktir aku.”

 

“Aku juga!.” Jong In ikut-ikutan.

 

“Baiklah, hitung-hitung graduation kita!.” Kata Sehun.

 

Oh iya, sebentar lagi kita lulus SMA dan akan lanjut kuliah. Sial! Kurasa aku tak bisa lanjut sekolah. Dan jika dipaksakan, aku dan dua sahabatku ini tak mungkin bisa kuliah di universitas yang sama. Mungkin Sehun akan kuliah di Kyunghee, Yonsei atau Seoul University karena dia cukup pandai untuk masuk kesana. Sedangkan Jong In? Paling-paling dia akan kuliah di universitas Busan seperti Dong Eui atau lainnya yang berhubungan dengan desain grafis. Kalau aku?, biaya darimana untuk kuliah?.

 

“Jin-ah!.” Panggil Jong In dan Sehun bersamaan. Aku tak sadar ternyata aku sudah menangis. Ya bagaimanapun juga kami sudah sangat dekat sejak SMP. Mengingat bagaimana persahabatan kami, bagaimana Sehun merengek pada orangtuanya minta bersekolah di sekolah yang sama denganku dan Jong In, bagaimana aku dan Sehun mati-matian menolong Jong In yang hampir mati di keroyok preman, dan bagaimana mereka membantuku untuk melanjutkan hidup ini.

 

“Walaupun kita tidak bisa satu universitas, kita masih berteman dan akan terus bersama. Yakini itu!.” Kata Sehun. Aku mengangguk.

 

“Jangan cengeng!.” Ejek Jong In dan aku segera menghapus air mata. “Maaf.” Kataku sinis.

 

Kami tersenyum kemudian berpelukan. Saat-saat berhargaku adalah ketika bersama orang-orang ini. Yang sejenak membuatku lupa akan hilangnya ayah, ibu dan adik laki-lakiku. Terima kasih kawan-kawan, kalian adalah obat penenangku.

 

***

 

Hari ini hari ujian kelulusan terakhir. Aku, Sehun dan Jong In sudah selesai mengerjakan dan sekarang kami menuju kedai kari yang tak jauh dari sekolah. Begitu sampai Jong In langsung memesan tiga porsi kari pada bibi Jung yang sudah sangat mengenal kami. Setelah memesan makanan, Jong In bergabung dengan aku dan Sehun yang sibuk membicarakan soal universitas yang bagus.

 

“Kudengar, kau akan masuk jurusan kedokteran?.” Jong In bertanya pada Sehun sambil memakan kue beras. Aku mengerutkan alis, benarkah?.

 

Sehun hanya bergumam mengiyakan, lalu ikut menyumpit salah satu kue beras milik Jong In. “Yang benar? Oh Sehun? Masuk jurusan kedokteran?.” Tanyaku sedikit tak percaya. Yang aku tahu Sehun lebih suka kesenian, apalagi dalam bidang seni tari.

 

“Ya, itu juga kemauan ibuku. Kau tahu bagaimana dia.” Jawab Sehun lesu. Kasihan juga dia, memang benar Sehun yang kaya tercukupi segala kebutuhan. Tapi tidak dengan kasih sayang dan keinginannya. Sayang sekali kalau Sehun harus mengubur cita-citanya sejak SMP.

 

“Sudah, jangan seperti dunia akan berakhir.” Kata Jong In, “Aku saja yang akan kuliah di Kwangjoo university biasa-biasa saja!.”

 

“Kau? Di Kwangjoo?!.”

 

Aku dan Sehun berseru tak percaya. Kim Jong In atau yang lebih sering di sapa Kai, pria berkulit kecoklatan yang benci dengan segala hal berbau politik, ekonomi dan bisnis malah akan masuk ke salah satu universitas yang paling menonjol dalam bidang tersebut?. Ini baru namanya keajaiban!.

 

“Biasa saja!.” Kata Jong In santai. Tapi tak lama kemudian dia merengek kesal karena ibu dan kakak-kakak perempuannya yang sudah memaksa dan menghasut ayahnya untuk mendaftarkan dia ke kampus Kwangjoo.

 

“Aku tak menyangka Jong Min akan setega itu! Huwaaa!.”

 

“Kau berani ya memanggil kakak sendiri tanpa embel-embel noona.” Kagum Sehun yang seharusnya tak ada yang perlu di kagumi.

 

“Biar saja! Dia itu nenek sihir cerewet yang suka sekali menggangguku!. Aku menyumpahinya tak laku seumur hidup!.”

 

“Yak! tak baik bicara begitu!.” Kataku, “Bila terjadi kau akan menyesal nanti!.”

 

“Bagaimana bisa begitu?.”

 

“Yaaaa, pokoknya begitu!. Sudahlah, kari-nya sudah datang!.”

 

Kami bertiga makan kari dengan lahap sambil sesekali bersenda gurau. Terdengar suara ribut dari luar kedai. Kedai yang hanya di tutupi kain ini membuat aku dan kedua temanku bisa melihat dengan jelas apa yang sedang terjadi di luar sana, apalagi tempat duduk kami yang terletak paling ujung dekat dengan pertikaian tiga orang pria dengan seorang pria lain. Aku berdecak, mana bisa adil kalau tiga lawan satu? Mana yang sendirian itu terlihat sangat lemah.

 

“Ada apa itu?.” Tanya seorang pelanggan pada bibi Jung.

 

“Entahlah, tiga pria itu sering sekali bertikai disini. Aku jadi gemas! Bisa-bisa pelangganku kabur ketakutan!.” Jawab bibi Jung seraya meremas celemeknya geram.

 

“Apa kita harus pergi? Toh kari-nya sudah habis.” Tanya Jong In. Aku dan Sehun mengangguk setuju. “Biar aku yang bayar.” Kata Sehun, lalu aku dan Jong In keluar duluan.

 

Aku melihat salah satu pria yang bertubuh tegap meraih rambut pria lemah itu kasar, membuatnya jatuh dengan posisi berlutut. Pria itu tidak membalas, dia hanya bisa mengaduh kesakitan sambil memegang rambutnya.

 

“Aku mendapat surat dari kepolisian dan itu pengaduan darimu. Joo Hyung-ah!, aku sudah berbaik hati padamu untuk segera keluar dari kampus. Kenapa kau tega melakukan ini?.”

 

Aku terhenyak mendengarnya. Jadi pria itu sudah di laporkan ke polisi?, tapi kenapa dia masih berani menyakiti orang?. Di depan umum malah!. Tak lama Sehun datang, Jong In segera menarikku untuk pergi tapi aku masih penasaran dengan apa yang akan terjadi selanjutnya.

 

“Ini bukan urusanmu! Sebaiknya kita pergi sekarang atau kau akan menggantikan posisi pria berkacamata itu sekarang!.” Kata Jong In. Dia tahu kalau aku tidak bisa membiarkan seseorang di bully tanpa alasan yang jelas.

 

“Hyojin! Ayo!.” Kini Sehun yang berusaha menarikku. Tapi aku berkeras diri untuk tetap menyaksikan adegan kekerasan ini. Apalagi banyak anak kecil yang berlalu lalang melihat. Tak bisa di biarkan!.

 

Namun baru aku hendak maju menolong, seorang gadis sudah berdiri di depan mereka, melepas kasar tangan yang sedang menjambak rambut itu lalu mendorong pria bertubuh tegap hingga jatuh terjerembab di tanah. Semua orang menatap gadis itu terkejut. Begitu pula dengan aku, Sehun, dan Jong In. Padahal gadis itu tampak seperti gadis kampung. Penampilannya sangat kuno, tapi dia berani melawan tiga laki-laki itu sendirian. JJANG!.

 

“Pergi kalian! Sudah seenaknya melakukan kekerasan di depan banyak orang!. Ada banyak anak kecil yang melihat!.” Seru gadis itu. Aku berdecak kagum. Tapi sepertinya tiga pria itu tak terima dengan perlakuannnya. Salah satu dari mereka hendak memukul gadis itu, sontak aku berlari menghampiri dan menepis tangan si pria.

 

“Akh!.” Dia memegang tangannya, mungkin aku menepis terlalu keras ya?.

 

“Maaf.” Kataku sambil membungkuk, “Ehem!. Tak baik memukul wanita di depan umum.” Lanjutku kemudian menatap gadis kampung -eh maksudku gadis pemberani ini. Dia tersenyum padaku, ternyata dia cukup manis juga.

 

Pria yang tadi di dorong gadis di sebelahku berdiri setelah di bantu salah satu temannya. Dia menyeringai entah pada siapa, lalu berjalan mendekati gadis di sebelahku.

 

“Siapa namamu?.”

 

“Rae Mi. Kang Rae Mi.”

 

Aku berfikir kalau setelah ini namaku yang di tanyakan. Tapi nyatanya tidak!, pria itu langsung pergi bersama kedua temannya. Salah satu yang berambut putih -yang tangannya aku tepis tadi- menatap sinis sambil melayangkan tinju padaku. Aku balas saja dengan menjulurkan lidah, mehrong!.

 

“Kau tak apa?.”

 

“Gila! Kau benar-benar gila Hyo!.”

 

“Lain kali jika aku melihatmu nekat seperti tadi, tidak akan ada jatah traktir makan selama setahun!.”

 

“Dasar gadis tengik! Bisa-bisanya sok membantu, tangan di cubit saja mengaduh sakit sampai lima hari!.”

 

Aku mendengus dan menatap malas dua pria ini. datang-datang sudah membuat ribut. Yang satu lumayan perhatian, yang satu menyumpah serapahiku!. Mana ada kesan ancaman dan ejekan lagi!. Aku menoleh pada gadis tadi. Dia kini sedang membantu si pria lemah untuk bangun. Aku pun mendekat.

 

“Kau baik-baik saja?.” Tanyaku basa-basi.

 

“Ya, terima kasih atas bantuannya. Aku Lee Joo Hyung, mahasiswa universitas Yonsei jurusan hukum.”

 

“Aku Kang Rae Mi, aku baru di Seoul. Sebelumnya aku tinggal di Ulsan.” Gadis tadi memperkenalkan diri. Pantas saja penampilannya begini, rupanya gadis desa.

 

“Kalau aku Lee Hyojin, dan ini teman-temanku, Sehun juga Jong In.” Aku ikut memperkenalkan diri, begitu juga Sehun dan Jong In.

 

“Maaf ya sudah merepotkan kalian.”

 

“Tidak apa-apa.” Kata Rae Mi tenang.

 

“Kalau begitu, apa yang bisa aku lakukan untuk membalas budi?.”

 

Baru aku hendak bilang, “Traktir ramen selama seminggu!.” Sehun sudah mendahuluiku.

 

“Tidak usah. Tapi, siapa tiga pria tadi? Sepertinya mereka bukan orang biasa.”

 

Aku menggaruk leher bingung, kalau bukan manusia biasa maksudnya mereka siapa?. Apa salah satu alien seperti Do Minjoon di serial drama?. Atau mungkin semacam Robbert Pattinson si Vampir tampan?. Entahlah! Aku bingung sendiri jadinya!.

 

“Yah, kau benar. Mereka salah satu anak chaebol di universitas Yonsei. Mereka berkuasa dan tak ada satupun yang berani melawan. Sudah sebulan aku menjadi bahan lelucon mereka, kemarin aku melaporkan ke polisi dan dua jam kemudian laporanku di cabut begitu saja. Mereka memintaku agar segera keluar dari universitas.”

 

“Ke-kenapa begitu?.” Rae Mi bertanya.

 

“Karena… entah, mungkin itu termasuk kesenangan mereka. Aku menyerah, dan akan segera menundurkan diri.”

 

“Huh?! Ya tidak bisa begitu!. Mana adil!.” Seruku tak terima.

 

“Daripada dia di keluarkan dengan tidak terhormat?, akan lebih susah untuk mencari kampus lain.” Ujar Sehun, mungkin dia tahu banyak karena dia salah satu golongan chaebol. Tapi temanku tak sejahat pria-pria tadi!.

 

“Itu benar. Sudah dulu ya, aku harus segera membuat surat pengunduran diri. Terima kasih atas pertolongannya.”

 

“Tidak usah sungkan.” Ucap Jong In. Cih! Padahal dia tidak membantu apapun!.

 

Pria itu mengangguk lalu pergi. Walau sempat tersenyum, aku bisa melihat aura sedih dan lelah dari sudut matanya. Kasihan sekali pria itu.

 

“Kalau begitu, aku permisi juga!.”

 

Aku menoleh pada Rae Mi. Dia mengangkat tas selempangnya dan tas besar lain lalu beranjak pergi. Aku, Jong In dan Sehun mengangguk lalu saling berpamitan. Kami juga harus segera kembali ke sekolah untuk menyelesaikan beberapa data. Sekalian pulang nanti ikut Jong In melihat-lihat ke universitas Kwangjoo.

 

*Author POV*

 

Gadis bernama Rae Mi itu terus menyusuri jalanan Seoul yang asing baginya. Namun dengan berbekal peta, kompas dan anjuran jalan dari ibu-nya gadis itu yakin akan sampai tanpa tersesat. Setelah menyelamatkan seseorang tadi dia merasa lebih senang. Rae Mi sangat suka membantu, biar dalam hal sepele sekalipun. Setidaknya bantuan itu bisa membuat orang lain senang.

 

Sejak kecil dia tinggal di Ulsan, tepatnya di desa kecil yang jarang penduduk. Dia hanya tinggal bersama ibunya. Ayahnya telah meninggal ketika dia berusia tujuh tahun. Parahnya, gadis itu tidak bisa mengingat apapun tentang ayahnya. Mungkin akibat kecelakaan waktu kecil yang membuatnya hilang ingatan sementara. Walau sudah sembuh tapi dia tak bisa mengingat kenangan bersama ayahnya.

 

Dan kini, Rae Mi memutuskan tinggal di Seoul untuk melanjutkan sekolah atas usul bibi-nya. Sebenarnya dia tak tega meninggalkan sang ibu sendiri, tapi bagaimanapun Rae Mi juga ingin mengejar cita-cita sebagai penata rias.

 

‘Tok tok tok’

 

Dia mengetuk pintu sebuah rumah, terdengar suara seruan untuk menunggu dan langkah yang mendekat. Rae Mi tersenyum senang, sepertinya itu sang bibi. Pintu terbuka dan menampakan wanita paruh baya yang tersenyum menyambut kedatangan Rae Mi.

 

“Kau sudah datang rupanya!.”

 

“Ya bibi Moon!, annyeonghaseyo!.” Sapa Rae Mi lalu membungkuk hormat.

 

Wanita yang di panggil bibi Moon mempersilahkan Rae Mi masuk. Rumahnya walau sederhana namun cukup nyaman dan luas. Di ruang tamu, ada seorang laki-laki -yang tidak Rae Mi kenal- sedang makan ramen cup sambil menonton TV. Maklum, dia tidak pernah tahu kehidupan bibi-nya itu jadi tidak tahu siapa laki-laki yang sepertinya sebaya dengannya.

 

“Jong Up! Jangan hanya makan saja kau!.” Seru bibi Moon pada laki-laki itu.

 

“Siapa dia bibi?.” Tanya Rae Mi.

 

“Dia Moon Jong Up, anak bibi yang berarti sepupumu.”

 

Seketika Rae Mi memelototkan matanya yang bulat. Yang dia tahu -dari ibunya- sang bibi belum pernah menikah.

 

“Dia… pokoknya dia sepupumu!, anak kandung bibi. Kau tidak perlu bertanya apapung tentang-”

 

Jong Up memotong, “Aku anak di luar nikah.” Dan mendapat tatapan laser dari bibi Moon. Jong Up seolah tidak peduli, dia menghampiri Rae Mi yang masih bingung.

 

“Aku Moon Jong Up!, salam kenal sepupuku!.”

 

“A-aku Kang Rae Mi.”

 

Kemudian Jong Up keluar rumah, tak mengindahkan teriakan sang ibu yang memintanya untuk kembali. Bibi Moon menghela nafas kesal lalu memijit kepalanya yang berdenyut.

 

“Jangan katakan ini pada ibumu. Mengerti?.”

 

Rae Mi mengangguk cepat, takut dengan tatapan serius bibi-nya. Karena setiap bertemu, wanita itu selalu bercanda dan tak pernah seserius ini.

 

“Kamarmu di sebelah sana. Kau bisa berkemas sekarang.” Bibi Moon tersenyum sebelum pergi ke kamarnya juga.

 

Rae Mi memasuki kamar yang bibi Moon maksud. Kamarnya cukup luas dan nyaman untuk Rae Mi. Tapi banyak debu dan sarang laba-laba sehingga gadis itu memutuskan untuk membersihkannya dulu. Setelah selesai, dia meletakan segala barang-barangnya. Mulai dari pakaian, sepatu, aksesoris, make up dan keperluan wanita lain sampai foto keluarga. Untuk yang terakhir itu dia tak akan lupa.

 

“Eomma! Dan… appa!. Rae Mi sekarang sudah sampai di rumah bibi. Doakan semua berjalan lancar ya.”

 

Dia berbicara pada foto dimana ada dia yang berumur tiga tahun sedang di peluk oleh orangtuanya. Rae Mi mencium foto itu sekali lalu segera tidur, mengistirahatkan badannya yang lelah setelah berjalan menyusuri kota Seoul.

 

 

~TBC~

 

 

Belum bisa komen apa-apa, RCL Juseyoooo~~~


Viewing all articles
Browse latest Browse all 621

Trending Articles