Quantcast
Channel: kim-jongin « WordPress.com Tag Feed
Viewing all articles
Browse latest Browse all 621

Theatricals Heart

$
0
0

PicsArt_01-04-06.16.19

Theatricals Heart
Part. 1
“Heart”

By : Pleasure.Seeker
Cast : Kim Jong In, Song Eun Ha, Kim Joon Myeon, Park Chan Yeol
Genre : Romance, Drama, Angst, & Hurt
Rating : PG-17

2016 © Pleasure.Seeker



 Jam tangan di tangan kiri Eun Ha menunjukan pukul 08.55 ketika dia baru saja turun dari dalam bus. Suara Stevie Wonder yang menyanyikan lagu My Cherie Amour mengalun lembut dari headset yang Eun Ha pasang di kedua telinganya, walau sebenarnya dia sudah terlalu terlambat untuk tiba ke tempat kerjanya, Eun Ha memutuskan untuk tetap tenang, berjalan dengan santai sambil bersenandung di dalam hati mengikuti irama musik yang dia dengarkan, sesekali Eun Ha menggerakan tubuhnya ke kanan dan ke kiri untuk menghindari para pejalan kaki yang berjalan berlawanan arah dengannya.

Rambut cokelat yang sengaja di kuncir kuda milik Eun Ha bergerak mengikuti langkah kakinya. Musim semi baru saja tiba di pertangahan bulan maret, tetapi hawa dingin yang ditinggalkan musim dingin masih dapat dirasakan pagi ini. Kedua tangan Eun Ha mengeratkan mantelnya untuk menghalangi udara dingin masuk dan membuat suhu tubuhnya menurun.

Setelah melewati beberapa pertokoan di jalan utama dan berbelok ke sebuah jalan yang lebih sepi, Eun Ha semakin mempercepat langkahnya ketika kedua matanya menangkap sebuah papan besar yang berada 2 km dari tempatnya sudah semakin dekat.

     Tiba-tiba saja keceriaan Eun Ha meningkat, senyumannya semakin lebar, dan dia hampir berteriak senang seperti orang gila. Ketika jarak antara dirinya dan tempat kerjanya semakin dekat, Eun Ha berhenti sejenak, kedua tangannya bergerak merapikan rambut kuncir kudanya, lalu baju di balik mantelnya, dan terakhir tas yang sejak tadi terus dia ayun di tangan kanannya dia gantung di lengannya.

Di depannya sekarang, beberapa mobil melaju pelan dan bergantian untuk berhenti tepat di depan pagar masuk sebuah taman kanak-kanak, para orang tua menggandeng turun anak-anak mereka dengan air wajah yang sama seperti Eun Ha. Tampak juga anak-anak yang masih enggan untuk masuk kedalam sekolah baru mereka dan menangis, anak-anak lainnya yang sudah mengenal Eun Ha langsung menyapa gadis itu ketika lewat bersama ibu mereka.

“Selamat pagi guru Song.”

Seorang anak perempuan yang berada di kelas Eun Ha tahun kemarin memberikan salamnya sambil berjalan melewati Eun Ha ketika Eun Ha melepas headsetnya dan menaruh headset itu kedalam kantong mantelnya. Ibu anak perempuan itu juga melempar senyum yang manis pada Eun Ha. Mendengar seseorang memanggilnya dengan sebutan ‘guru’ hati Eun Ha seperti terbang meninggalkan tubuhnya yang menghangat. Hanya dengan memanggilnya seperti itu saja, wajah Eun Ha telah memerah.

“Ne, Selamat pagi.” Balas Eun Ha dengan penuh semangat dan senyuman yang merekah.

Tahun ini, Eun Ha telah resmi menjadi guru taman kanak-kanak setelah bekerja sebagai guru magang selama hampir 2 tahun. Kini, setelah dirinya lulus dari perguruan tinggi, Eun Ha langsung mendaftar sebagai guru tetap di taman kanak-kanak ini yang sudah menjadi impiannya sejak masih duduk di bangku SMA. Tentu saja ini menjadi tahun pertama, Eun Ha bekerja sebagai seorang guru. Rasanya sangat menyenangkan hingga dirinya tidak bisa tidur sejak 2 malam kemarin.

Memasuki halaman depan taman kanak-kanak, seseorang yang sedang menenangkan anak laki-laki yang menangis langsung melambaikan tangannya ketika melihat Eun Ha datang. Orang itu adalah sahabat Eun Ha yang juga baru saja resmi menjadi guru di semester baru ini, Im Jin Hee. Eun Ha segera menghampiri Jin Hee yang tampaknya sangat kewalahan mengurus beberapa anak yang menangis di hari pertama mereka masuk sekolah.

“Guru Song, sepertinya saya sangat membutuhkan bantuan anda disini.” Raut wajah Jin Hee begitu serius. Eun Ha tertawa lalu raut wajahnya berubah menjadi serius di detik selanjutnya.

“Yes mam!” Jawab Eun Ha.

Kedua gadis itu lalu tertawa bersama. Eun Ha berjongkok di depan anak laki-laki yang matanya sudah membengkak dan merah itu lalu menarik anak laki-laki itu mendekat padanya, melihat Eun Ha di depannya, anak laki-laki itu mengusap kedua matanya sambil menahan isak tangisnya. Eun Ha tersenyum sambil mengambil kedua tangan anak itu dan menggenggamnya dengan lembut.

“Joo Young-ssi?” panggil Eun Ha. Mendengar namanya dipanggil, anak laki-laki itu langsung mengangkat kepalanya lalu menatap Eun Ha dengan wajah yang bingung.

“Boleh ibu guru tahu kenapa Joo Young-ssi menangis?” Tanya Eun Ha dengan nada bicara yang sangat halus.

Anak laki-laki itu langsung berjalan mendekat pada ibunya yang juga tampak khawatir dan langsung merangkul leher ibunya dengan tangan mungilnya.

“Joo Young-ssi tidak mau berpisah dengan ibu?” Tanya Eun Ha seakan terkejut, kedua bola mata Eun Ha melebar dan dia langsung menarik anak laki-laki itu kedalam rangkulannya.

“Bagaimana ini? Tetapi ibu guru sangat menyukai Joo Young-ssi. Anak-anak perempuan disana juga tampaknya ingin berkenalan dengan Joo Young-ssi. Hmm, coba ibu guru lihat. Omo!? Ternyata Joo Young-ssi sangat tampan! Pasti sangat menyenangkan bisa memiliki murid setampan Joo Young-ssi di dalam kelas.” Eun Ha menggoyang tangan anak itu untuk mendapat perhatiannya.

Mendengar ucapan Eun Ha, anak laki-laki itu langsung menoleh kearah sekelompok anak-anak perempuan yang sedang berdiri tidak jauh darinya, memandangnya dengan tatapan ingin tahu. Wajah anak laki-laki itu langsung tersipu malu dan dia langsung menyembunyikan wajahnya yang memerah di leher ibunya.

Eun Ha segera memanggil salah satu anak perempuan itu untuk mendekat padanya, anak perempuan itu langsung mendekat pada Eun Ha sambil tersenyum pada anak laki-laki yang masih terlihat malu-malu itu. Tanpa sadar, anak laki-laki itu telah berhenti menangis dan kini malah tersenyum malu di pelukan ibunya.

“Joo Young-ssi, Tae Ri-ssi bilang dia ingin berkenalan dengan Joo Young-ssi. Bagaimana? Kalau Joo Young-ssi mau masuk sekolah, Tae Ri-ssi berjanji akan mengajak Joo Young-ssi bermain di taman bermain.”

Eun Ha mendorong anak perempuan itu mendekat. Anak perempuan itu langsung menjulurkan tangannya untuk mengajak anak laki-laki itu bermain. Awalnya, anak laki-laki itu masih enggan menerima uluran tangan anak perempuan manis dihadapannya, tetapi ketika ibunya mengatakan jika dia harus menerima uluran tangan anak perempuan itu, dia langsung melepas pelukan pada ibunya dan menerima tangan anak perempuan itu.

Di menit selanjutnya, kedua anak kecil itu sudah pergi bersama-sama dengan bergandengan tangan memasuki sekolah. Ibu anak laki-laki itu langsung bernafas lega, dia lalu membungkuk mengucapkan terima kasih pada Eun Ha. Raut wajah kelelahan sekaligus bingungnya tiba-tiba hilang dan kini wanita itu bisa pergi bekerja, sebelum pergi, ibu anak laki-laki itu memberikan kepercayaannya pada Eun Ha dan Jin Hee yang disambut antusias dari keduanya, membuat mereka kembali bersemangat.

Bel masuk sudah berbunyi sejak 15 menit yang lalu, tetapi karena ini adalah hari pertama masuk sekolah, banyak murid-murid baru yang masih enggan untuk masuk sekolah karena tidak mau berpisah dengan orang tua mereka. Kejadian hari ini lebih baik dibandingkan dengan 2 tahun lalu saat Eun Ha baru saja di terima menjadi guru magang disana, rasanya sangat sulit untuk menenangkan satu anak yang menangis sangat keras karena tidak mau ditinggal ibunya.

Pada akhirnya, karena gagal menenangkan anak itu bahkan sampai kedalam kelas. Eun Ha akhirnya ikut menangis dan membuat anak-anak lain yang juga ada di dalam kelas ikut menangis karena panik melihatnya tiba-tiba menangis terisak-isak seperti anak kecil.

Tapi kini Eun Ha merasa jika skillnya dalam menghadapi anak-anak yang takut masuk sekolah sudah meningkat, rasanya sangat mudah baginya untuk menenangkan anak-anak yang menangis sekarang ini. Tiba-tiba saja Eun Ha merasa sangat bangga pada dirinya, dia sangat percaya diri untuk memulai harinya sebagai seorang guru taman kanak-kanak.

Sejak duduk di bangku SMA tahun pertama, Eun Ha selalu sengaja memutar jalan pulang lebih jauh hanya untuk melewati gedung sekolah taman kanak-kanak yang pernah dia kunjungi bersama ayahnya ketika gedung taman kanak-kanak itu baru di resmikan.

Gedung sekolah itu sudah dipakai terlebih dahulu karena ayah Eun Ha yang terdaftar sebagai donatur yang membiayai pembangunan taman kanak-kanak itu sedang dalam perjalanan bisnis beberapa bulan setelah gedung selesai dibangun, karena hal itulah, gedung sekolah dipakai lebih awal dan baru diresmikan 3 bulan kemudian.

Saat itu Eun Ha sedang berjalan seorang diri di koridor gedung untuk melihat kelas-kelas di dalam sana. Dan disanalah dia akhirnya menemukan rencana masa depannya, saat melewati sebuah kelas, Eun Ha melihat seorang guru wanita berusia sekitar 30 tahunan yang sepertinya sedang membacakan cerita dongeng dengan boneka tangan, berdiri di depan anak-anak kecil yang tengah memperhatikannya dengan wajah serius.

Kedua tangannya yang terbungkus boneka tangan berbentuk harimau dan gajah itu bergerak mengikuti intruksi mulutnya yang dapat bercerita dengan lancar dan dengan intonasi yang tepat. Mendekati akhir cerita, tiba-tiba guru wanita itu mengejutkan murid-muridnya dengan seruan yang mengatakan “siapapun yang tidak memeluk guru Kim, akan ku kejar!”.

Lalu setelah mendengar seruan itu, anak-anak yang tadinya duduk tenang langsung berteriak sambil berlari memeluk guru itu. Mereka lalu tertawa bersama-sama ketika guru itu memukul kepala boneka tangannya dan beberapa anak bergantian mencium pipi guru itu sambil mengucapkan terima kasih ketika dia menaruh boneka itu ke lantai seakan harimau itu telah mati.

Melihat itu, entah kenapa Eun Ha merasa sangat tertarik. Dia tidak pernah merasa sebahagia itu ketika melihat orang lain sedang bekerja, dia sudah melihat berbagai macam bentuk pekerjaan tetapi tidak ada satupun yang menarik perhatiannya. Baru kali ini dia merasakan sebuah dorongan kuat ketika melihat tawa bahagia orang-orang di dalam kelas itu. Rasanya begitu menyenangkan, dan Eun Ha juga ingin merasakannya.

Melihat Eun Ha yang tersenyum sendiri, Jin Hee menggelengkan kepalanya sambil berdecak heran. Dia lantas menepuk punggung gadis itu dan Eun Ha langsung tersadar dari lamunannya.

“Ya, chingu-ya. Aku tidak bermaksud menghancurkan imajinasimu, tetapi aku rasa kau sudah terlambat untuk memulai kelasmu. Kau pikir ini sudah jam berapa?” ucap Jin Hee sembari menunjuk jam tangan Eun Ha dengan dagunya.

“Omo! Aku benar-benar dalam masalah!”

Eun Ha mengangkat tangan kirinya dan langsung terkejut ketika melihat jarum di jam tangannya. Pukul 09.25, seharunya kelas pertama telah dimulai 25 menit yang lalu. Dengan panik, Eun Ha segera berlari memasuki gedung setelah dia memeluk dan memberikan kiss bye-nya pada Jin Hee.

Jin Hee hanya bisa tertawa geli melihat kecerobohan Eun Ha di hari pertamanya menjadi seorang guru.

•••••

Seorang pria tampak tergesa-gesa keluar dari mobilnya dengan membawa tumpukan map cokelat di tangannya dan berjalan dengan wajah yang panik hingga dia lupa untuk menutup pintu mobilnya, untunglah seorang pegawai yang tampaknya juga sedang tergesa-gesa yang kebetulan juga baru keluar dari mobilnya yang terparkir di samping mobil pria itu langsung menutupnya dan berlari menghampiri pria itu.

Pria yang membawa map cokelat itu langsung mengucapkan terima kasih sambil menekan kunci mobilnya. Pria berkacamata yang tampak jauh lebih muda itu dengan air muka yang masam dengan susah payah memakai dasinya sambil berlari.

“Kenapa pria itu selalu saja membuat kepanikan dimana-mana, aku bahkan tidak sempat memakan sarapanku.” Keluh pria berkacamata yang langsung mengulurkan tangannya untuk membantu pria paruh baya itu membawa beberapa map cokelat setelah berhasil memasang dasinya.

“Kau beruntung tidak sempat memakan sarapanmu, aku bahkan tidak sempat memakai sabun ketika sekertaris Jang menelpon dan memberitahu bahwa pria itu akan datang ke kantor pagi ini.” Jawab pria paruh baya itu dengan wajah yang keruh.

Kedua pria itu mempercepat langkah mereka hingga selalu melewati 3 anak tangga sekaligus dan memasuki lobby yang tampak sangat ribut dan gaduh. Para perempuan di meja resepsionis tampak memakai ulang lipstik dan bedak mereka hingga mereka yakin jika wajah mereka terlihat menarik pagi ini, beberapa pegawai lain tampak sibuk membetulkan pakaian mereka di depan pintu masuk dan tidak lupa memberi salam kepada dua pria yang baru saja masuk itu.

“Apa presdir Kim sudah tiba?” Tanya si pria paruh baya dengan wajah yang begitu panik, dia menyeka keringat di dahinya dengan sapu tangan. Salah satu pegawai yang wajahnya sudah memucat dan tampak tegang menggelengkan kepalanya dengan gelisah, sesekali dia mengintip keluar dan bernafas lega karena kehadiran pria itu belum terlihat.

“Belum, sekertaris Jang bilang presdir Kim hampir sampai. Hari ini ada kekacauan di kantor cabang, aku dengar presdir Yoon gagal mencapai kesepakatan dengan pihak investor, perusahaan rugi besar.” Jawab pegawai itu dengan panik.

Pria paruh baya itu berdecak kesal sambil mengangkat map cokelatnya, rahangnya mengeras, dan tiba-tiba kepalanya terasa sakit.

“Bagaimana ini pak Kim? Apa itu artinya hari ini kita tidak akan pulang kerumah lagi?” tanya si pria berkacamata, wajahnya kini jauh lebih kusut dan nafasnya terdengar lebih berat.

“Mau bagaimana lagi? Pria itu pasti tidak akan membiarkan kita melangkahkan kaki keluar dari kantor jika tidak ada hasil lebih baik yang dia dapatkan.” Ucap pak Kim dengan lesu.

“Pria itu mengingatkan ku pada Death Bell.”

“Apa itu?” tanya pak Kim dengan wajah yang kosong.

“Sudahlah, mau kujelaskan bagaimanapun pak Kim juga tidak akan mengerti. Memangnya kapan terakhir kali pak Kim pergi ke bioskop?” mendengar ucapan menyinggung dari hoobaenya itu, pak Kim hampir saja memukul kepalanya saat tiba-tiba pegawai yang hanya bisa meringis melihat tingkah konyol kedua orang di depannya itu langsung terkejut dan berseru.

“Astaga! Itu dia! Dia datang!!”
Ketika pegawai itu menunjuk kearah luar, sebuah mobil Rolls-Royce hitam mengkilat berhenti di depan pintu masuk gedung.

Para pegawai yang tadinya ribut dan panik akhirnya buru-buru mengambil tempat dan berbaris dengan rapi di samping kanan dan kiri pintu masuk, pria berkacamata dan pak Kim langsung mengambil tempat di depan dan mendorong pegawai yang sudah terlebih dahulu berdiri disana kebelakang.

Seorang pria berjas hitam dan rapi keluar dari pintu kemudi dan langsung membukakan pintu untuk seseorang yang telah menjadi terror menakutkan bagi para pegawai pagi ini. Semua pegawai telah bersiap memasang mata mereka untuk melihat wajah presdir yang baru menjabat selama 3 bulan itu.

Seorang pria muda, bertubuh ramping dan jangkung keluar dari dalam mobil sambil menyisir rambut cokelatnya yang rapi dengan jemari tangannya, pria yang membukakan pintu untuknya memberi hormat dan menunjukan sebuah dokumen pada pria itu sebelum pria itu mengambilnya dan berjalan menaiki tangga.

Sekertaris Jang yang dipercaya sebagai tangan kanan presdir Kim segera menyambut pria itu dan berjalan di belakangnya, wajah pria itu mungkin menjadi satu-satunya wajah yang paling tenang dan biasa saja ketika berhadapan dengan presdir muda mereka yang terkenal dengan hati yang dingin dan mulut yang tajam.

Kabar yang berhembuspun mengatakan jika presdir muda berumur 25 tahun itu memiliki obsesi berlebihan pada kerapian yang membuatnya sangat teliti dan peka terhadap lingkungan tempat dia berada.

Kim Jong In adalah pria yang menjabat sebagai presdir di usianya yang masih muda itu. Posisinya sebagai presdir memang belum bisa dikatakan telah resmi karena setelah masa pemerintahannya yang baru memasuki bulan ketiga, belum ada rapat pemegang saham yang membahas mengenai pengganti posisi presdir yang kosong setelah presdir Park, paman Kim Jong In, yang terlibat kasus korupsi yang membuat perusahaan hampir jatuh bangkrut.

Berkat tangan dingin Jong In, perusahaan ini mengalami pemulihan yang cepat. Setelah mendengar jika pamannya di tahan karena korupsi, Jong In yang awalnya tinggal seorang diri di Kanada, memutuskan untuk pulang ke Korea dan membantu keluarganya untuk membangkitkan kembali perusahaan mereka setelah bibinya memohon padanya sampai menangis di telepon agar Jong In bisa kembali dan membuat keadaan kacau ini kembali terkendali.

Wanita tua itu juga mengatakan jika Jong In bisa mengambil kursi presdir jika dia berhasil membalik keadaan.

Kini setelah berjuang dengan penuh perjuangan, Jong In telah menjabat sebagai presdir perusahaan sementara yang berarti, sebentar lagi dia akan memenuhi ambisinya untuk menguasai perusahaan. Hanya butuh menunggu beberapa bulan lagi hingga para pemegang saham memberikan kepercayaan mereka pada Jong In dan semua ambisinya akan terwujud dengan sempurna.

Memang ini yang ditunggu-tunggu Jong In sejak lama, awalnya dia pikir ini akan sulit karena keluarganya mengirimnya ke Amerika setelah dia lulus SMA untuk melajutkan sekolahnya di salah satu universitas terbaik di Amerika. Setelah lulus, bukannya kembali ke Korea, lagi-lagi Jong In dikirim ke Kanada dan tinggal disana seorang diri sampai kejadian ini terjadi.

Ini adalah kesempatan bagi Jong In untuk mengambil kembali apa yang seharusnya menjadi miliknya.
Jong In sudah cukup bersabar menunggu bertahun-tahun sampai kesempatan ini datang padanya, dan disinilah Jong In sekarang berada. Di depan sebuah gedung 20 lantai dengan jumlah pegawai yang bekerja di kantor pusat ini hampir mencapai ratusan orang dan mungkin akan bertambah seiringi berjalannya waktu.

“Investor dari eropa telah menunggu anda di ruang rapat, general manajer Kim sudah tiba dan kini sedang menunggu disana.” Jelas sekertaris Jang.

Tiba-tiba Jong In berhenti berjalan dan membuat orang-orang yang berada dibelakangnya terkejut dan menatap wajah Jong In dengan tegang. Pria itu berbalik dan tampak memikirkan sesuatu lalu menghembuskan nafas berat, wajahnya tampak datar seperti telah bosan dengan pertanyaan yang akan dia tanyakan.

“Dimana manajer Park?” tanyanya dengan malas. Sebenarnya Jong In sudah tau jawaban apa yang akan dia dengar, tetapi dia hanya ingin memastikan lagi apa instingnya benar atau tidak. Sekertaris Jang melirik dua orang dibelakangnya, kedua orang itu menggelengkan kepalanya lalu menunduk seperti telah menyerah pada pertanyaan Jong In.

“Manajer Park, kami tidak bisa menemukan dan menghubunginya.” Jawab Sekertaris Jang penuh penyesalan. Pria itu membungkuk sebagai permintaaan maafnya.

“tidak perlu menunggu pria itu muncul, segera mulai rapatnya. Kirimkan saja laporan hasil rapat ini ke mejanya…”
“itupun jika dia memiliki wajah yang tebal.” Lanjut Jong In. Pikirannya tiba-tiba teringat dengan kejadian beberapa minggu yang lalu.

Jong In hanya menghembuskan nafas panjang lalu berbalik dan berjalan memasuki gedung kantor dengan suasana hati yang semakin buruk. Melihat pria itu sudah melangkahkan kakinya masuk ke dalam kantor, para pegawai yang awalnya melirik Jong In dari sudut mata mereka langsung memberikan hormat dengan membungkuk dalam.

Tetapi sedalam apapun mereka membungkukan tubuh mereka, Kim Jong In tidak akan peduli. Bahkan melirik sedikitpun tidak.

Jong In berjalan tanpa mempedulikan orang lain, yang dia inginkan sekarang hanyalah segera duduk di kursi presdir di ruang rapat, menghadiahi para investor licik itu dengan strategi mematikannya. Karena suasana hatinya yang sangat buruk, Jong In sampai mengepalkan tangannya di dalam saku celananya agar dia bisa menahan dirinya sendiri.

Terlalu berbahaya jika dia termakan emosi dan menjadikan seseorang atau sebuah benda sebagai pelampiasannya.

Setelah Jong In berlalu dan masuk kedalam lift, para pegawai itu segera membebaskan diri mereka dari posisi yang begitu kaku lalu menghembuskan nafas lega. Seperti beban yang menimpa mereka hilang begitu saja. Pak Kim segera memegang dadanya yang terasa sangat tidak nyaman karena terlalu gugup melihat Jong In berjalan di hadapannya.

“Melihatnya berjalan saja, rasanya tubuhku mati rasa. Aku harap aku tidak berurusan dengannya seperti sebulan yang lalu.” Ucap pak Kim, tubuhnya bergidik ngeri ketika Jong In melempar sebuah vas bunga ke samping tubuhnya dan vas bunga itu hancur berkeping-keping setelah menabrak dinding karena laporan yang dibawanya membuatnya sangat kecewa.

Si pria berkacamata menganggukan kepalanya, setuju dengan ucapan pak Kim. Pria itu mengusap lehernya yang merinding lalu mengajak pak Kim untuk pergi menuju ke dekat meja resepsionis.

Tetapi semua orang langsung berhenti melakukan aktivitas mereka ketika sebuah deru suara mobil mengejutkan mereka. Ketika mereka menoleh keluar gedung, sebuah mobil sport merah keluaran terbaru nyaris menabrak keras mobil presdir Kim yang baru saja hendak dibawa ke parkiran oleh seorang penerima tamu.

Wajah si penerima tamu langsung memucat ketika terdengar bunyi ‘krak’ pada bagian belakang mobil Jong In, pria itu bahkan sampai menjatuhkan kunci mobil Jong In dan hampir jatuh pingsan karena panik. Untunglah dia langsung menahan beban tubuhnya pada kaca spion mobil.

Para pegawai yang menyaksikan kejadian itu secara langsung hanya memutar bola mata mereka lalu kembali beraktivitas seperti biasa, sudah menjadi kebiaasan seorang Park Chan Yeol, pria yang tampak sangat tidak berguna tetapi menjabat sebagai manajer di bagian perencanaan itu untuk menabrak mobil orang lain. Karena terlalu sering, semua orang menyebut itu sebagai ‘kekuatan alami’ Park Chan Yeol.

Untung saja pria itu terlahir di keluarga yang kaya raya, jadi, sebanyak apapun dia merusak mobil orang lain, pria itu mampu untuk membayar biaya perbaikan. Kebiasaan lain seorang Park Chan Yeol setelah menabrak mobil orang lain adalah menempelkan sebuah stiker bergambar anak ayam di kaca belakang mobil yang dia tabrak dengan alasan “agar aku tidak menabrak mobilmu lagi.” Tapi pada akhirnya pria itu terus menabrak mobil orang lain sesuka hatinya.

Setidaknya ada sekitar 10 mobil milik karyawan kantor yang telah mendapat stiker anak ayam milik Chan Yeol di mobil mereka. Bahkan pak Kim telah mendapat 5 stiker anak ayam yang membuatnya mendapat reward sebuah perjalanan liburan ke Jepang 2 hari 3 malam di hotel mewah dan semua biaya ditanggung pria gila itu.

Dia memang senang bisa pergi berlibur setelah menghadapi masa sulit di tempat kerjanya, tetapi istrinya adalah wanita yang sulit, dia terus mengomel tentang betapa seringnya mobil mereka masuk bengkel hingga saat istrinya harus melahirkan, pak Kim kewalahan untuk membawa istrinya keluar rumah, untuk menuju jalan rayapun mereka harus melewati ratusan anak tangga untuk memotong jalan.

Saat itulah, setelah hampir kehilangan setengah rambutnya, pak Kim juga mendapat omelan setelah istrinya melahirkan. Dan setelah itu pak Kim tidak mau berurusan lagi dengan Chan Yeol.

“Lihatlah, setelah si Iblis datang, sekarang sepupunya yang sangat tidak berguna itu muncul. Aku yakin keluarga mereka memang memiliki gangguan kejiwaan.” Pak Kim berbisik pada si pria berkacamata.

Seorang pria bertubuh tinggi dan memakai pakaian yang begitu santai, sebuah turtle neck bewarna abu-abu, dipadukan dengan jaket kulit dan ripped jeans hitam, juga sepatu boots hitam mengkilat turun dari dalam mobilnya dengan wajah yang tampak terkejut. Mata bulatnya begitu besar dan mulutnya membentuk huruf O ketika dia berjalan mengecek depan mobilnya yang sedikit menabrak bagian belakang mobil Jong In dan meninggalkan lekukan disana.

“Omo? Aku menabrak lagi?” tanya Chan Yeol pada dirinya sendiri, kemudian dia menatap si penerima tamu yang sudah hampir menangis itu lalu tertawa menunjukan deretan gigi putihnya.

“ngomong-ngomong ini mobil siapa?” tanya Chan Yeol seperti berbisik pada di penerima tamu. Pria itu tidak menjawab dan hanya mematung di tempatnya.

“Apa ini mobil Jong In?” lanjut Chan Yeol, kini wajahnya berubah serius. Pria itu mengangguk pelan. Setelah mendapat jawaban dari pria itu, raut wajah Chan Yeol kembali berubah seperti menunjukan ekspresi ‘oh, sudah kuduga’ lalu dia kembali tertawa sambil menepuk pundak si penerima tamu untuk menenangkan pria itu.

“Tenang saja, ini bukan akhir untukmu. Aku akan memberitahu Jong In nanti, kau akan selamat. Lagipula keahlianku adalah mengambil hati orang lain dan membuatnya luluh…” jawab Chan Yeol, dia begitu percaya diri pada dirinya sendiri. Namun tiba-tiba raut wajahnya berubah murung dan dia tampak menatap lurus kearah jalanan seakan baru mengingat sesuatu.

“aku lupa Jong In bukan wanita.”

Setelah merubah ekspresi lebih dari 3 kali, mungkin perubahan ekspresi wajahnya yang terakhir akan bertahan lebih lama. Itu terbukti dari suara helaan nafas beratnya, Chan Yeol terlihat sangat putus asa.

Dia baru ingat jika Jong In yang di maksud adalah Jong In yang dia kenal, mungkin karena di korea hampir semua orang memiliki nama yang sama. Chan Yeol jadi berpikir jika Jong In yang dimaksud adalah Jong In yang lain dengan marga yang berbeda.

Tapi Jong In diperusahaan ini hanya ada satu yaitu Kim Jong In, presdir yang juga sepupu Chan Yeol, berwatak dingin, kejam, dan aneh.

Chan Yeol menggigit bibirnya penuh penyesalan, seharusnya dia memegang janjinya untuk tidak pernah berurusan dengan Jong In secara langsung maupun tidak langsung. Bukan berarti dia membenci Kim Jong In, hanya saja pria itu memang berbeda dari orang lain. Terlebih setelah melihat pria itu keluar dari pintu kedatangan internasional setelah hampir 3 tahun hidup di Kanada seorang diri. Pria itu mengalami perubahan yang besar.

Chan Yeol segera berlari menuju ke mobilnya, mengambil sesuatu di dalam dashboard lalu memberikan benda itu pada si penerima tamu. Sebuah stiker berbentuk babi bewarna pink dengan mata yang besar itu berbeda dari yang lain, stiker itu mungkin menjadi awal peringatan besar bagi Chan Yeol untuk tidak pernah menabrak mobil Jong In untuk yang kedua kalinya.

“tempel itu di kaca mobil belakangnya, kalau nanti Jong In memarahimu bilang saja ‘Park Chan Yeol akan menciummu’.”
Setelah mengucapkan kata-kata itu, Chan Yeol bergegas masuk kedalam gedung kantor.

Hari ini dia mendapat pesan jika ada rapat darurat dan investor asing asal Eropa yang hendak membatalkan investasi mereka padahal proyek telahb setengah berjalan. Saat memasuki kantor, Chan Yeol segera menghampiri pak Kim yang berdiri di depan meja resepsionis dengan wajah yang kelelahan.

“Hei pak Kim!” sapa Chan Yeol, pak Kim hanya menatap Chan Yeol dengan malas lalu hendak membuang muka kusamnya kearah lain.

“Jangan seperti itu, aku berjanji, aku tidak akan menabrak mobilmu lagi. Kejadian 3 hari yang lalu adalah yang terakhir. Cukup 6 stiker saja.” Ucap Chan Yeol sambil mengangkat dua jarinya.

Pak Kim memutar bola matanya lalu berbicara dengan nada suara yang sangat rendah seperti tidak tertarik untuk memulai pembicaraan dengan Chan Yeol.

“Apa?”

“hei, apa Jong In datang hari ini?” tanya Chan Yeol. Pak Kim mengangguk.

“Ya, dia datang sekitar 20 menit yang lalu. Manajer Park, anda harusnya datang ke rapat itu.” Jawab pak Kim.

Chan Yeol menggelengkan kepalanya sambil menyenderkan sebelah tubuhnya pada meja resepsionis, Chan Yeol mengerutkan alis dan bibirnya.

“tempat itu bukan style ku, lagipula menghadapi pria asing bukan keahlianku, tampaknya Jong In bisa membereskan semuanya. Oh ya, apa Joon Myeon hyeong juga hadir? Lalu, apa Jong In dan Joon Myeon berkelahi? Siapa yang menang, kali ini aku tidak akan bertaruh. ” Chan Yeol terdengar sangat antusias dengan pertanyaannya sendiri.

“General manajer Kim sudah datang lebih dulu. Pria itu selalu disiplin.” Ucap pak Kim sambil berjalan meninggalkan Chan Yeol. Dia sudah cukup kewalahan dengan map-map cokelat di tangannya, dan kini pria aneh ini mengganggunya dengan serentetan pertanyaan tidak berguna.

“Lagipula kenapa mereka harus berkelahi? Memangnya mereka itu anak kecil sepertimu? Benar-benar menyebalkan.”

Pak Kim yang sudah begitu malas berurusan dengan Chan Yeol akhirnya memutuskan untuk pergi bersama beberapa pegawai lain yang kebetulan lewat di depannya, Chan Yeol hanya bisa terdiam mendengar ucapan pak Kim yang mengatakan bahwa dia seorang anak kecil yang menyebalkan.

“Ya! Pak kim, aku ini manajermu, bagaimana bisa kau bilang membenciku?”

Sebenarnya Chan Yeol sendiri tidak yakin kenapa dia datang ke kantor hari ini, semalam dia terlalu lama berada di klub bersama beberapa temannya. Pagi ini dia merasa perutnya mual dan dia berniat untuk tidak turun dari tempat tidurnya. Tetapi sebuah pesan dari pesawat telepon yang berasal dari sekertaris Jang yang begitu efisien itu membuat Chan Yeol langsung terbangun dari tempat tidurnya.

Bukan rapat darurat hari ini yang membuat Chan Yeol bersemangat, melainkan sebuah fakta jika Jong In dan Joon Myeon akan ada di dalam satu ruangan yang sama. Semua orang tahu jika kedua manusia itu dilahirkan untuk menjadi musuh, mereka selalu bersaing untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan. Terlebih mengenai posisi presdir yang masih kosong hingga sekarang, seakan mengikuti lomba lari marathon, keduanya bersaing dengan sengit untuk bisa mencapai posisi itu.

Mungkin hanya Chan Yeol yang sampai saat inipun menjadi pihak yang tidak mau tahu siapa yang akan menjadi presdir selanjutnya, melihat kedua sepupunya selalu bertengkar saja sudah membuatnya pusing, apalagi jika dia yang menjabat sebagai presdir. Itu diluar kendali dirinya. Jadi sejak awal bergabung dengan perusahaan inipun, Chan Yeol memilih untuk menjadi pihak yang netral.

Tetapi melihat dua manusia itu bertengkar adalah sesuatu yang sangat menyenangkan, Chan Yeol menyukainya. Jadi kali ini, walau dia tidak suka dengan atmosfer yang tercipta di dalam ruangan penuh emosi itu.

Chan Yeol memutuskan untuk menghadiri rapat dengan perasaan yang gembira dan menganggap jika mobil Jong In tidak akan menjadi masalah yang besar untuknya.

•••••

Eun Ha baru saja akan mulai mengajari murid-murid di dalam kelasnya berhitung ketika Jin Hee masuk dan mengatakan jika ibunya sedang menunggu di ruang kepala sekolah.

Mendengar ibunya datang, Eun Ha bergegas keluar dari kelas dengan raut wajah yang datar, ketika dia mengetuk pintu ruang kepala sekolah, suara kepala sekolah yang terdengar senang langsung menyuruhnya untuk masuk.

Ketika Eun Ha membuka pintu, wajah ibunya yang awalnya tertawa bersama ibu kepala sekolah langsung serius ketika melihat Eun Ha masuk. Wanita itu menaruh cangkir tehnya di atas meja lalu kembali menatap Eun Ha dengan tatapan yang dalam.

Ibu kepala sekolah mempersilahkan keduanya untuk bicara sementara dirinya akan meninggalkan dua orang itu diruangannya, ibunya yang langsung memberikan hormat dengan ramah sebagai ucapan terima kasih terlihat begitu menyebalkan dimata Eun Ha.

Wanita yang berada di hadapannya itu adalah wanita yang sangat pandai bersandiwara, itu terlihat ketika kepala sekolah telah menutup pintu dan hanya ada mereka berdua didalam ruangan itu, raut wajah ibunya langsung berubah. Menjadi dingin dan tidak bersahabat.

“Sampai sekarangpun kau tidak berguna.” Ucap ibu Eun Ha sebagai awal perbincangan mereka. Wajah ibunya menatap Eun Ha dengan remeh, atau bisa dibilang menjijikan.

Eun Ha hanya bisa menundukan kepalanya, dia sudah tahu jika ibunya akan mengatakan hal seperti itu padanya. Dia sudah terlalu terbiasa ketika seseorang menyebutnya sampah, tidak berguna, atau anak hasil hubungan gelap.

Ya, yang sekarang berada di hadapan Eun Ha secara hukum adalah ibunya. Tetapi ibu Eun Ha yang sebenarnya, telah meninggalkan Eun Ha bersama keluarga ayahnya setelah mendapat uang yang banyak dari wanita di hadapannya itu.

Memang benar jika Eun Ha lahir dari seorang wanita yang dengan senang hati menjadi simpanan seorang pria kaya yang telah berkeluarga, itu memang hal yang memalukan dan sungguh mengerikan.

Mungkin karena hal itu, sejak kecil, ibu tirinya itu sangat membenci Eun Ha. Wajah ibunya selalu terlihat sama setiap melihat Eun Ha, tidak pernah tersenyum maupun berkata halus padanya. Ibunya selalu memandangnya dengan tatapan marah dan jijik.

“Kenapa ibu datang kemari?” tanya Eun Ha dengan hati-hati, dia melirik ibunya sebentar lalu kembali menundukan kepalanya.
Nyonya Song mengambil map cokelat dari dalam tasnya dan melemparnya kearah Eun Ha.

Ketika Eun Ha membuka map cokelat itu, tampak sebuah identitas seorang pria yang tidak dikenalnya berserta beberapa lembar kertas berisi infromasi lebih mengenai pria itu ada di dalam sana. Eun Ha mengerutkan alisnya, dia membaca profil pria itu lalu menatap ibunya dengan bingung.

“Pergilah bertemu dengan pria itu sore ini, dia akan menjadi calon suamimu. Jangan membantah dan bersikap baiklah padanya.” Jawab Nyonya Song dengan singkat.

“Tapi bu…”

“Jika kau membantah untuk yang satu ini, aku bersumpah akan menendangmu keluar dan membuatmu hidup seperti ibumu. Apa kau tidak tahu, perusahaan ayahmu sedang dalam keadaan yang kurang baik, pria itu adalah satu-satunya harapan untuk memperbaiki keadaan, jika kau membuat masalah dan membuat pria itu membatalkan bantuannya. Aku tidak akan membiarkanmu hidup dengan tenang.”

Nyonya Song terdengar sangat emosi, wajahnya tampak sangat tegang dan kedua tangannya mengepal sangat kuat. Eun Ha hanya diam, dia terlalu takut dengan ancaman ibunya. Wanita itu selalu memegang ucapannya.

“dulu aku cukup bersabar melihat tingkahmu yang tidak tahu diri dengan seenaknya menolak semua perjodohan dan membuat pria-pria itu marah karena sikapmu terhadap mereka, jika kali ini kau membuat masalah lagi. Kau cukup mengingat ucapanku padamu tadi.”

Nyonya Song beranjak dari tempat duduknya, sebelum pergi dia melirik Eun Ha yang kini hanya bisa duduk terdiam sambil memandangi foto pria asing itu dengan tatapan benci, entah kenapa setiap kali dia harus berhadapan dengan anak tirinya itu, yang ada di dalam diri nyonya Song hanyalah amarah dan dendam. Itu yang membuatnya tidak tahan jika harus berlama-lama berada di sekitar Eun Ha.

“kau harusnya sadar jika kau itu beruntung bisa hidup nyaman dengan statusmu yang seperti itu. Seharusnya aku sudah membuangmu ke panti asuhan jika saja suamiku tidak mengancamku, kau dan ibumu itu sama saja, menyedihkan dan perusak.”
Setelah merasa cukup dengan ucapannya, Nyonya Song segera pergi dari ruangan itu. Meninggalkan Eun Ha yang masih terdiam seorang diri.

Walau ini bukan pertama kalinya Eun Ha mendengar kata-kata kasar dari ibunya, namun Eun Ha bukanlah sebuah robot yang tidak memiliki hati, dia juga manusia yang memiliki perasaan yang bisa saja terluka. Ucapan ibunya begitu menyakitkan hatinya, Eun Ha tidak masalah jika wanita itu mengumpat apapun padanya. Tetapi mengutuk ibu kandungnya? Eun Ha rasa itu keterlaluan.

Walau pada dasarnya Eun Ha sangat membenci ibu kadungnya sendiri, tetapi wanita itu tetaplah ibu kandungnya sendiri. Setiap kali ibu tirinya berkata-kata kasar tentang ibu kandungnya, terkadang imajinasi Eun Ha memikirkan jika hal itu terjadi pada anaknya, apa yang akan Eun Ha lakukan? Sekarang saja yang bisa dilakukan Eun Ha hanyalah menundukan kepala sambil menahan kesedihannya.

Tanpa sadar satu tetes air mata Eun Ha jatuh diatas foto pria asing yang bahkan tidak pernah Eun Ha temui barang satukalipun dalam hidupnya, di dalam foto itu, wajah pria itu tampak datar tanpa ekspresi. Di sekeliling pria itu, walau semua orang tampak tertawa bahagia, hanya pria itu saja yang tidak terlihat bahagia. membuat Eun Ha bertanya, apakah pria itu juga sama menderitanya dengan Eun Ha.

Namun, semakin Eun Ha pikirkan lagi, rasanya, orang yang paling menderita didunia ini hanya dirinya seorang. Terlahir dari hubungan gelap dan menjadi orang yang tidak berguna dikeluarganya, apalagi yang tidak membuat Eun Ha menjadi orang yang menyedihkan?

Kedua tangan Eun Ha bergerak membuka lembar profil pria itu dan membacanya walau sebenarnya dia sangat tidak berminat.

Kim Jong In
Presdir Inseong Grup, 25 tahun.
Tinggal di Amerika 5 tahun dan 3 tahun di Kanada.

Eun Ha hanya membaca sekilas nama, riwayat hidup dan jabatan apa yang dimiliki pria itu, ternyata pria itu adalah anak presdir Kim, Eun Ha hanya pernah berjumpa dengan presdir Kim sekali ketika pria itu datang ke acara pernikahan kakak pertama Eun Ha sekitar lima tahun yang lalu.

Tetapi Eun Ha tidak tahu jika presdir Kim memiliki anak laki-laki yang tinggal di luar negeri, memang wajar bagi Eun Ha kalau dia tidak tahu apa-apa karena dia hanya pernah bertemu dengan presdir Kim satu kali, tetapi biasanya keluarga kaya pasti mendapat perhatian lebih dari media. Dan Eun Ha tidak pernah melihat pria itu berdiri di antara keluarga Inseong grup ketika ada sebuah acara dokumenter yang menayangkan mengenai perjalanan Inseong grup sampai saat ini.
Padahal didalam acara itu, semua anggota keluarga presdir Kim sedang berada di Amerika untuk proyek pembangunan kantor cabang mereka.

Sepertinya kali ini Eun Ha tidak punya pilihan lain dan tidak bisa menghindar dari ancaman ibunya, krisis yang terjadi di perusahaan ayahnya membuat semua orang menjadi frustasi, termasuk ibu dan kakak-kakaknya. Keadaan rumah menjadi sangat tegang karena situasi ini. Diantara semua anak-anak presdir Song, memang hanya Eun Ha yang belum menikah , posisinya sebagai anak bungsu memang sempat menyelamatkannya.

Tetapi tidak bertahan lama karena situasi ini menyebabkan perusahaan membutuhkan bantuan dana dari pihak lain, walau para menantu telah memberikan bantuan dana yang sangat besar, tetap saja masih kurang untuk menutupi krisis yang terjadi. Untuk itulah dibutuhkan seseorang yang saat ini menjadi penguasa paling tinggi, dan ternyata pilihan itu jatuh pada Kim Jong In. Presdir Inseong Grup.

Kali ini, Eun Ha harus memutar otaknya. Dia benar-benar tidak mau dijodohkan. Dia baru saja menggapai apa yang diinginkannya dan masih banyak lagi keinginan yang masih harus Eun Ha wujudkan, dia akan memikirkan cara agar bisa menghindar dari perjodohan ini tanpa harus menyakiti siapapun.

Ini bukan hanya karena Eun Ha tidak mau dijodohkan atau karena dia masih ingin menikmati masa mudanya, tetapi ini juga termasuk masalah hati.

Mau seperti apapun bentuk pertemuan antara dua orang, tentu saja hati akan menjadi penentu apakah kedua orang itu bisa bersama atau tidak. Begitupula dengan pernikahan, hanya orang yang saling jatuh cinta dengan hati mereka sudah terikat satu sama lain yang bisa melewati momen satu kali seumur hidup itu. Setidaknya itulah yang dipikirkan Eun Ha.

Dia hanya tidak mau terpaksa mencintai seseorang atau orang lain yang terpaksa mencintainya.

Ini bukan tentang otaknya yang selalu berpikir dengan logika tetapi ini tentang hatinya yang masih memiliki perasaan untuk tidak memaksakan hati orang lain.[]

To Be Continued…



Halo salam kenal semua~~
Saya adalah author dari cerita ini. Kalian bisa memakai panggilan apa saja untuk author, hahaha.

Oh ya, salam kenal semuanya, waaa rasanya kayak sudah lama nggk nulis cerita (padahal author aja yg malas) akhirnya bisa nulis juga walau masih nggk ada perkembangan dari cara Author nulis cerita. Author kadang ngk suka dengan cara author nulis padahal tulisan itu author yang tulis (?)

Pokoknya author ngerasa cara dan gaya nulis authot nggk banget (T.T), kalian yang juga jadi penulis pasti mengertilah maksud author iyakan? Atau author aja yang memang aneh?
Hehehe.

Pokoknya terima kasih banyak bagi semua orang yang sudah berkesempatan melihat dan membaca fanfict ini.

Terlebih bagi semua pembaca yang memberikan feedback pada author, author yakin kalian adalah para manusia yang mengerti perasaan seorang penulis yang lelah (??)

Sekali lagi terima kasih pada semua pembaca yang bersedia membaca cerita author yang nggk banget ini, sebisa dan secepat mungkin author akan melanjutkan ke part 2..

Nice to meet you guyss, siapapun kalian dan dimanapun kalian berada, author akan menjadi author yang ramah dan baik hati, hahaha~

Don’t forget to feedback~

Tinggalkan kesan dan pesan kalian untuk cerita author~

Komentar kalian akan menjadi bahan bakar author untuk menulis cerita, karena dukungan kalian adalah energi bagi tubuh author eaaaa~~

Feedback & love mee (??)


Viewing all articles
Browse latest Browse all 621

Trending Articles