Quantcast
Channel: kim-jongin « WordPress.com Tag Feed
Viewing all articles
Browse latest Browse all 621

THE GUARDIANS - CHAPTER 3

$
0
0

image

Author : Bellecious0193
Poster : Lily21Lee
Genre : Romance, Action, Family
Rate : PG 17
Length : Chaptered
Casts :
Kim Jongin
Jo Eun Hee
Oh Sehun
Etc

“They may argue and fight for most of time. Denying their feeling too. But one thing that clearer than sky, they perfectly-crazy in love with each other.”

The Kavannagh Grand Residence, Seattle, United States

Jongin merebahkan tubuhnya di ruang tengah sebuah ruangan dengan desain minimalis. Ruangan tersebut terdapat di salah satu unit apartemen terbatas di Seattle. Kedua matanya tertutup rapat, kepalanya pusing bukan main. Dia tidak baru saja menenggak bergelas-gelas alkohol hingga hangover, tapi serangkaian meeting yang baru saja dihadirinya benar-benar menguras pasokan energi yang dia miliki. Terhitung tiga belas jam dia harus menghadiri banyak pertemuan, memutar otak untuk bisa memenangkan tender yang pada akhirnya bisa membawa senyum cerah di wajah sang ayah kesayangan, Cho Younghwan.
Setelah terbaring tak nyaman selama dua jam di atas sofa, pria itu memutuskan untuk bangkit. Dia berjalan ke arah pantry, mengambil sekotak jus jeruk dan meminumnya langsung dari kotaknya. Kerongkongannya terasa begitu kering, dan dia baru sadar jika dia belum makan seharian ini. Jongin baru akan berjalan untuk mengambil ponsel dan memesan delivery makanan saat pintu apartemennya terbuka. Ada sosok pria yang lebih tinggi darinya, berambut cokelat gelap, kulit putih pucat dan bibir merah muda. Pria itu berjalan menghampiri Jongin dengan kedua tangan menenteng dua kantung plastik yang menguarkan aroma harum.
“Kau sudah bangun? Aku kira kau pingsan.” Pria itu berbicara seraya meletakkan kantung-kantung plastiknya di meja makan. Kim Jongin hanya mengangkat bahu sebagai tanggapan sebelum berjalan dengan tergesa ke meja makan dan menyambar dua potong ayam goreng kesukannya sekaligus.
“Ya Tuhan Kim Jongin, memangnya kau sudah berapa tahun tidak bertemu ayam?” Dia mengomel, menunjuk-nunjuk Jongin dengan saus sambal yang seolah siap dia semburkan kapan saja.
“Diam saja lah. Aku belum makan seharian. Pekerjaanku sedang menggila.” Jongin menjawab setelah ayam yang tadi dia kunyah lenyap dari dalam mulutnya. “Ngomong-ngomong terima kasih, Hun. Kau sudah membawakan makanan seenak ini.”
Oh Sehun mencibir kelakuan putra angkat Cho Younghwan itu. Dari luar, Jongin bisa saja nampak begitu angkuh, dingin, dan luar biasa tampan. Tapi saat bertemu ayam, Kim Jongin tak lebih dari seorang anak lima tahun yang begitu keranjingan setelah mendapat setumpuk hadiah Natal.
“Ngomong-ngomong kau dari mana saja? Apa menjalankan misi lagi?”
“Ya. Aku baru saja membunuh beberapa mafia tadi. Kau tahu? Orang-orang Rusia gemar sekali mengirimkan mata-mata ke Amerika. Dan mereka adalah model super cantik sekelas Miss Universe. Ya Tuhan sayang sekali aku harus membunuh mereka seperti itu.” Sehun bercerita dengan suara ringan, menampakkan ekspresi sedih berlebihan di akhir kalimat tentang pembunuhan yang baru saja dia lakukan.
“Aku benar-benar mual.” Tukas Jongin, buru-buru membuka kaleng soda dari kantung plastik yang lain dan meneguknya hingga setengah. “Kau ini memang pantas dijuluki psikopat, Hun. Kau berbicara soal membunuh orang seolah kau baru saja membunuh seekor kecoa di kamar mandi. Kau tidak takut mati memangnya?”
“Haha..” Sehun tertawa lebar hingga kedua matanya menampakkan eye-smile. Dia lalu mengambil satu potongan ayam, mengunyahnya secara perlahan dan mati-matian menahan tawa melihat wajah Jongin yang setengah mati penasaran dengan jawabannya.
“Aku takut mati tentu saja. Memangnya siapa sih yang tidak takut dengan tetek bengek soal kematian? Tapi jika aku selalu membiarkan rasa takutku berkembang, Korea Selatan tidak akan punya agen rahasia sekelas aku. Kau tahu? Negara kesayanganmu itu juga bergantung banyak padaku.”
Jongin menahan ekspresi ingin muntahnya mendengar Sehun yang membanggakan diri. Tapi tentu saja apa yang dikatakan pria berkulit porselen itu adalah fakta. Oh Sehun memang salah satu mata-mata terbaik Korea Selatan yang ditempatkan di Seattle. Pertahanan lain dari negeri ginseng itu dari serangan para teroris dari banyak negara. Jika melihat Sehun, orang-orang pasti akan berpikir bahwa pria itu tak lebih dari seorang pria berusia dua puluh satu dengan karir luar biasa cemerlang, uang banyak dan wajah tampan. Jongin sendiri tidak heran jika Sehun menjadi incaran banyak gadis di sini, terlepas dari fakta bahwa Sehun adalah orang Asia yang notabene adalah kaum minoritas di Amerika.
“Aku iri padamu, tahu? Kau diangkat oleh Cho Younghwan yang seorang pengusaha biasa. Ya walaupun kekayaan ayahmu itu bisa membeli tujuh persen dunia, tapi tetap saja kau pikir mengeluh karena pekerjaan sepelemu itu akan memperbaiki keadaan?” Sehun berujar serius, mengomel seolah Jongin adalah anak remaja tiga belas tahun yang ketahuan berciuman.
“Mulutmu sudah seperti nenek-nenek, Hun.”
“Biar saja. Hidupmu sudah sangat enak. Kau tinggal duduk di ruangan ber AC dan menandatangi beberapa berkas saja. Sangat mudah untuk menghasilkan beberapa tumpukan uang baru untuk keluarga Cho.”
“Wah..wah Oh Sehun yang terhormat sedang mengadu betapa tidak adilnya hidup ya?” Jongin menyeringai, menepuk-nepuk bahu Sehun dengan tulang ayam di tangannya.
“Sialan! Singkirkan ini.” Sehun menepis tulang ayam di tangan Jongin, menatap jijik pada sahabatnya itu. Mereka memang saling menyindir, menghina dan bertukar rasa iri di banyak kesempatan. Tapi tetap saja fakta bahwa mereka besar di panti asuhan yang sama sebelum diangkat oleh keluarga masing-masing jelas mengikat mereka layaknya saudara kandung.
“Aku tidak mengadu. Dan kalau ditinjau ulang pasti profesiku ini jauh lebih keren daripada profesimu yang hanya seorang anak direktur kan?” Sehun mengulum senyum yang dibalas Jongin dengan wajah cemberut.
“Kau masih saja bodoh. Memangnya kau akan berteriak pada seluruh dunia kalau kau agen rahasia? Kalau kau mengumumkan bahwa kau agen rahasia, apanya lagi yang menjadi rahasia? Kadar kebodohanmu benar-benar tidak termaafkan.” Jongin terdiam di akhir kalimat, merasa bahwa kata-kata soal kebodohan yang baru saja dia katakan pada Sehun seharusnya terucap untuk orang lain. Pada dia yang jauhnya ribuan mil dari tempatnya berada. Lalu tiba-tiba saja Jongin merasa sesak.
“Kau kenapa? Rindu seseorang?” Sehun mengibaskan tangannya di depan Jongin, tak lupa seringai jahil juga mewarnai wajah bak malaikat pria tersebut. Dia sudah mendengar tentang Kim Jongin yang bekerja menjadi body guard putri Jo Jang Yeol atas permintaan Younghwan. Tentu saja kaka tercinta Jongin, Cho Kyuhyun yang memberitahunya dengan suka rela. Berharap bisa menjadikan hal tersebut olok-olok di antara mereka jika bertemu, mengingat seluruh warga Korea sudah tahu reputasi Jo Eun Hee yang tak ada bagus-bagusnya itu. Kecuali wajah cantiknya yang keterlaluan tentu saja.
“Rindu kepalamu? Memang apa yang perlu dirindukan dari gadis seperti dia? Kau tahu? Dia benar-benar punya kelakuan buruk yang tidak tertolong. Selain bodoh dan mengulang nyaris seperempat dari mata kuliahnya dia juga suka berteriak, beradu mulut dan ah ya…dia bahkan merayuku. Dia terlalu tinggi menilai dirinya sampai dengan percaya diri mengajakku menjadi partner sex-nya. Demi Tuhan..dadanya saja sangat rata. Benar-benar gadis yang tidak ada bagus-bagusnya.”
Sehun menganga mendengar penuturan Jongin. Sahabatnya itu baru saja memberikan penilaian terhadap seorang gadis dengan serentetan kalimat panjang, tanpa jeda atau tanda baca dan sama sekali tidak merasa sesak setelahnya. Kim Jongin patut mencoba profesi baru sebagai penyanyi. Mengingat nafas panjang sangat dibutuhkan dalam profesi tersebut.
“Hun, kau mendengarkanku tidak?” Jongin menendang-nendang kursi yang diduduki Sehun. Pria itu menguasai diri, berdehem beberapa kali untuk menjernihkan suaranya yang tercekat di tenggorokan.
“Jonginnie..aku ingin bertanya sesuatu.” Sehun kembali dengan raut wajah seriusnya. Sangat serius, sampai Jongin berpikir bahwa Sehun mungkin akan berbicara mengenai rencana peringkusan para penghianat negara. Pria itu sepertinya harus menyiapkan kantung muntah karena tak tahan dengan aksi-aksi heroik yang biasanya Sehun kemukakan. Di sisi lain, Sehun sedang memutar otak, memastikan bahwa organ tubuh pentingnya tidak rusak karena mendengar penuturan Jongin tadi. Hanya ada dua kemungkinan, dia yang mengalami kerusakan otak atau Kim Jongin yang gila,
“Kau percaya pada wabah flare?” Sehun bertanya, merujuk pada sebuah wabah penyakit yang memakan kewarasan otak manusia di film Maze Runner.
“Kau gila?” Tukas Jongin, memandang Sehun dengan wajah ngeri. Sehun menghempaskan punggungnya di kursi, meremas kedua tangannya di atas meja seolah mereka sedang berada pada sebuah introgasi kejahatan kelas atas.
“Begini..aku percaya bahwa otakmu lumayan cerdas. Bisa dibuktikan dengan gelar terbaikmu dari Colombia University. Kau juga tidak jelek secara fisik, ya katakan saja kau lumayan. Walaupun kadar lumayanmu itu tentu saja masih sangat jauh dariku.” Jongin mencebikkan bibirnya mendengar kalimat terakhir Sehun. Sepertinya otak Sehun memang sudah rusak karena terlalu banyak berpikir soal melindungi negara.
“Kau sadar tidak kau baru saja mengutarakan kekaguman luar biasamu pada Jo Eun Hee?”
Sebuah lampu terang tak kasat mata menyala di otak Jongin. Tapi anehnya dadanya kian sesak begitu mendengar nama yang Sehun ucapkan. Dia juga tidak tahu kenapa. Tapi ada keinginan mendesak untuk pulang. Ralat, keinginan mendesak untuk kembali bertemu dengan Eun Hee.
“Kekaguman kepalamu. Aku baru saja berbicara betapa menyebalkannya nona muda keluarga Jo itu.” Jongin bangkit dari posisinya, berjalan ke arah wastafel untuk mencuci tangan. Dia melakukannya berkali-kali, hingga sabun cuci tangan yang dia gunakan berkurang separuh. Kepalanya mendadak kembali pusing. Dia lalu memutuskan membasuh wajah, membasahi seluruh rambutnya dengan air yang mengalir.
Sehun berjalan dengan senyum kemenangan di wajahnya. Bersandar di lemari es dengan kedua tangan terlipat di depan dada. Dia mendecakkan lidahnya berkali-kali, terkikik geli juga.
“Enam belas tahun Kim Jongin. Aku mengenalmu selama enam belas tahun. Dan selama kurun waktu itu kau sama sekali belum pernah berbicara soal seorang gadis seperti ini. Biasanya kau hanya akan memasang wajah datar bak gunung es lalu menepis siapa saja yang berusaha mendekatimu. Jadi apa yang terjadi sekarang?” Sehun terkikik lagi. Jongin menatap sahabatnya dengan nyalang, tapi tak ada bantahan yang keluar dari bibirnya. Dia bersumpah ingin memukul kepala Oh Sehun jika tak mengingat bahwa pria itu adalah aset kebanggan negaranya.
“Kau sudah tidur dengannya?”
“Aku bukan playboy sepertimu, Hun.”
“Berhenti sok jual mahal, Jonginnie. Kau bisa menjadi perjaka kadaluarsa jika terus bersikap dingin pada para gadis-gadis. Jo Eun Hee itu lumayan juga, walaupun katamu tadi dadanya rata. Tapi wajah cantiknya kan lumayan bagus untuk tontonan sehari-hari. Omong-omong, sejak kapan kau memperhatikan ukuran dada wanita? Kau sudah menyentuhnya?”
“Brengsek. Sialan. Kau agen rahasia mesum. Aku benar-benar ingin mencekikmu.” Jongin akhirnya memaki Sehun, berniat memberikan beberapa pukulan pada pria itu saat ternyata orang yang menjadi sasarannya sudah menghilang di balik pintu kamar. Sehun masih terkikik sambil memegangi perutnya sendiri. Kim Jongin tidak sadar jika sedang jatuh cinta. Walaupun kepintaran pria itu tidak diragukan lagi tapi tetap saja dalam urusan cinta, Jongin tak lebih dari seorang amatir. Sehun menempelkan daun telinganya pada pintu, menjauh segera begitu Jongin lagi-lagi berteriak. Tapi dalam hati dia bersyukur, bertemu Jongin memang selalu memberi hiburan untuknya. Walaupun hiburan yang dimaksud adalah cara bagaimana dia mengolok-olok sahabatnya sendiri.
“Sialan!” Jongin memaki lagi, menendang pintu kayu berpelitur hitam mengkilat di hadapannya. Dia lalu berjalan dengan tergesa-gesa ke kamar mandi. Yang dia tahu dia membutuhkan mandi air dingin dengan segera. Membicarakan soal Jo Eun Hee dan ukuran dadanya membuat oksigen yang sedari tadi sangat mahal didapat paru-parunya menjadi semakin mahal saja. Dan bukan hanya paru-parunya yang sakit, pangkal pahanya juga mendadak sesak.
“Sial!”

Hormon Kim Jongin memang sudah berubah.
**

A month later
Jo’ Family House, Seoul

Hari Natal seharusnya menjadi hari penuh suka cita bagi semua orang, pun begitu dengan Jo Eun Hee. Gadis itu biasanya menjadi yang paling bersemangat di hari Natal. Selain karena dia tidak harus pergi kuliah, alasan lain adalah karena dia bisa mendapatkan banyak kado mewah yang selalu menjadi favoritnya. Tapi Natal kali ini rupanya menjadi pengecualian. Dia yang biasanya bangun tengah hari di hari Natal justru bangun di pagi buta, berjalan dengan tergesa-gesa untuk berdiri di balkon kamarnya hingga sekujur tubuhnya menggigil karena udara Seoul yang kian dingin. Kado-kado natal berjumlah puluhan tergeletak tak tersentuh di bawah pohon Natal besar yang terdapat di kamar pribadinya. Dia sendiri saat ini tengah berdiri dengan wajah kusut dan selimut tebal yang dia balut asal di tubuhnya agar tidak terlalu kedinginan.
“Si idiot itu kapan akan pulang? Dia bilang hanya seminggu pergi, tapi kenapa dia justru pergi selama tiga puluh dua hari dua puluh dua jam tanpa kembali. Memangnya apa sih yang dilakukannya?” Eun Hee berbicara pada dirinya sendiri, merasakan rasa sesak di dadanya yang akhir-akhir ini kian bertambah parah.
“Sial! Kenapa dia bisa seenaknya? Dia kan pegawai baru di rumahku, baru bekerja beberapa hari dan tidak masuk selama satu bulan? Daebak!” Dia mencibir dengan sepenuh hati, merasa kepalanya begitu panas karena amarah yang kian menggelegak. Tapi hal tersebut hanya berlangsung selama beberapa menit. Karena menit berikutnya dia kembali mengepalkan tangan hingga buku-buku jarinya memutih. Selanjutnya, air mata mengalir di wajah cantiknya. Dia bahkan nyaris tergagap napasnya sendiri sebelum menghapus cairan bening tersebut dengan kasar.
“Kim Jongin….” Eun Hee memanggil nama pria yang membuatnya berdiri di balkon yang dingin selama sebulan penuh hanya untuk memastikan agar dia lah orang pertama yang melihat pria itu kembali bekerja di rumahnya.
“Kau idiot sialan apa baik-baik saja? Kau makan dengan baik, kan? Ck.” Dia mencebikkan bibirnya, merasa semakin tolol dengan pertanyaannya sendiri. “Tentu saja kau baik-baik saja. Amerika penuh dengan gadis cantik dan seksi, kau pasti  sangat senang hingga nyaris mati. Tapi kau tetap saja idiot, tidak peduli kau sangat tampan dan membuatku rindu hingga aku ingin sekali merantai kedua kakiku agar tidak nekat menyusulmu.”
“Wow..aku tidak menyangka kau bisa merindukanku sebanyak itu. Kau jatuh cinta padaku Miss Jo?” Terdengar suara rendah khas Jongin menyapa indra pendengaran Eun Hee. Tapi gadis itu masih diam di posisinya, berbalik pun tidak. Dia hanya menggeleng-gelengkan kepala seraya memukulnya beberapa kali, yakin benar dengan spekulasinya bahwa dia tengah berhalusinasi seperti biasanya.
“Bodoh sekali, aku bahkan kembali berhalusinasi dengan mendengar suaramu. Biasanya kau hanya muncul dalam mimpi, terkadang kau juga menjelma menjadi sosok bodoh yang tak sengaja aku lihat. Dan hari ini semakin parah saja. Aku harus segera ke psikiater.”
“Apa sih isi otakmu? Kau bahkan tidak bisa membedakan mana kenyataan dan mana delusi. Mengerikan.” Jongin berbicara dengan nada mencibir, dia kesal setengah mati pada gadis bodoh yang saat ini tengah berdiri membelakanginya. Tapi organ tubuhnya serasa bekerja di luar kendali. Dia melangkah maju, berdiri dengan jarak satu meter di belakang Eun Hee hingga dia bisa melihat dengan jelas sosok tersebut. Dia bahkan bisa mencium wangi tubuh Eun Hee dari jarak sedekat itu.
“Apa berjauhan denganku membuatku kian bodoh, huh? Kau seharusnya tidak pergi ke psikiater tapi ke rumah sakit jiwa.” Jongin menambahkan, dia memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana dan meremas-remasnya sendiri dengan kencang karena saat ini dia tengah didera keinginan untuk memeluk Eun Hee dan meletakkan kepalanya di cerukan leher gadis tersebut.
“Bahkan dalam halusinasiku kau masih suka mengejek. Benar-benar sangat kau!” Eun Hee masih menanggapi, kian merasa bodoh karena dia merasa halusinasinya bertambah parah.
“Jo Eun Hee, berbaliklah.” Jongin menggeram pasrah, berbicara dengan setengah memohon pada gadis di hadapannya.
“Kau halusinasi si idiot memerintahku? Ya Tuhan, bahkan halusinasinya saja lebih mengerikan dari wujud aslinya. Semoga Tuhan mengampuni dosamu dan memasukkanmu ke surga. Amin.”
“Yak!” Jongin yang kesal mencekal lengan Eun Hee, membuat gadis tersebut berbalik dan tepat menghadap ke arah dadanya. Eun Hee nyaris terkena serangan jantung saat menyadari bahwa Kim Jongin yang sedari tadi dia kira adalah halusinasi adalah sosok nyata.
“Berhenti bersikap seperti orang tolol. Ini aku, bukan halusinasi!” Jongin setengah berteriak, nyaris kehilangan kendali dan berniat melarikan jari-jarinya di wajah Eun Hee yang terkejut. “Kau pasti sudah jatuh cinta padaku Jo Eun Hee.” Dia menambahkan, kali ini dengan sebuah seringai jahil agar kegugupannya tertutupi.
“Jangan mimpi.” Eun Hee mengeluarkan dua kata tersebut dengan susah payah. Kakinya terasa begitu lemas karena kehadiran tiba-tiba Jongin.
“Kau masih mau menyangkalnya, huh? Sekarang beritahu aku alasan logis di balik kelakuan bodohmu belakangan ini? Dosen-dosen di kampus menegurmu karena kau selalu melamun selama kelas berlangsung, kau juga tidak mengerjakan tugas, selalu terlambat saat masuk kelas. Kau mau di drop out , huh?” Jongin berbicara dalam satu tarikan napas, menyebutkan satu per satu tingkah bodoh Eun Hee selama di kampus.
“Dan kau juga berdiri di balkon ini seorang diri sementara cuaca sedang sangat dingin, memangnya kau beruang kutub yang tahan dengan cuaca beku, huh? Kau juga tidak mengurus dirimu dengan baik, melupakan jadwal makanmu dan kehilangan berat badan begitu banyak. Jika semakin jelek siapa sih yang mau menjadi suamimu?”
Jo Eun Hee hanya ternganga mendengar satu per satu kalimat yang keluar dari bibir Jongin.
“Yak bodoh! Kau dengar tidak? Kau bahkan –“ Ucapan Jongin terhenti saat Eun Hee dengan refleks meletakkan kepalanya di dada bidang Jongin. Dia memejamkan mata, merasakan detak jantung pria tersebut yang berdentum dengan keras di telinganya. Sementara itu Jongin terperanjat, kedua tangannya terasa kebas karena dia terus meremasnya di dalam saku celana sedari tadi. Ucapannya tertahan di kerongkongan, padahal dia biasanya punya stok banyak kata makian untuk Jo Eun Hee. Tapi hanya karena gadis tersebut meletakkan kepala di dadanya, dia saat ini bahkan sudah menyangsikan kewarasannya sendiri.
“Selamat datang kembali. Aku tidak tahu apa aku jatuh cinta padamu atau tidak. Tapi aku merindukanmu. Lain kali tolong jangan pergi terlalu lama. Aku lebih suka kau yang menjagaku dan bukan Shindong-ssi.” Eun Hee mengucapkan kalimatnya dengan pelan, dengan jujur tanpa gengsi. Dia sudah lelah terlalu merindukan Jongin selama sebulan belakangan.
“Apa kepalamu baru terhantam sebuah batu, huh?” Jongin setengah tersenyum menanggapi perkataan Eun Hee. Mereka masih berdiri dengan tangan yang masih ada di samping tubuh masing-masing, tapi pria itu merasakan ledakan kebahagiaan luar biasa karena pengakuan Eun Hee padanya. Paling tidak dia tahu satu hal, bahwa sebulan ini dia tidak merana seorang diri akibat merindukan gadis tersebut.
“Kau pasti terlalu banyak bersenang-senang di Amerika sampai melupakanku, kan?”
“Tidak ada yang namanya bersenang-senang tanpa ada kau di dalamnya, Bodoh.” Jongin mengucapkan kalimat tersebut di dalam hatinya. Tapi apa yang dia ucapkan sangat berbanding terbalik dengan apa yang dia rasakan.
“Tentu saja aku bersenang-senang. Aku pergi ke negara dengan penuh gadis cantik dengan dada yang bagus. Mereka juga gemar berpakaian seksi, dan demi Tuhan aku akan menetap di sana setelah menyelesaikan kontrakku untuk menjadi bodyguard sialanmu.”
“Apa bersamaku memang seburuk itu?” Suara Eun Hee terdengar serak, wajahnya yang sudah sembab kini kembali basah dengan air mata. “Aku tahu aku bodoh dan tidak mempunyai dada yang bagus, aku juga suka menghinamu, tapi apa menghabiskan waktu bersamaku memang seburuk itu untukmu, huh?”
“Aku..tidak..maksudku..yak! Kau ini kenapa, sih? Kau kan biasanya balik menghinaku, membanggakan dirimu yang sebenarnya tak seberapa itu.” Jongin berujar frustasi, dia merasa begitu bersalah dengan apa yang diucapkannya tadi. Padahal dia sangat menunggu perdebatan dengan Jo Eun Hee dan bukannya sikap tak biasa gadis itu.
“Apa seburuk itu, Kim Jongin?” Eun Hee mengulang pertanyaannya, membiarkan air mata membasahi kemeja yang Jongin kenakan.
“Hei..aku tidak bermaksud….maksudku ya Tuhan… tolong hina saja aku, oke? Jangan menangis.” Jongin mengatakan apa saja yang terlintas di pikirannya. Dia bahkan tidak berani mengangkat kepala Eun Hee dari dadanya karena rasa bersalah yang tengah dia rasakan.
“Jo Eun Hee dengar..aku ke Amerika untuk urusan pekerjaan. Aku bahkan tidak sempat untuk berjalan-jalan apa lagi bersenang-senang dengan para gadis seperti yang ada dalam isi otak bodohmu. Kau pikir aku  pria seperti itu? Aku bahkan bisa memastikan bahwa aku masih perjaka suci. Aku belum pernah melakukan seks dengan siapapun. Jadi berhenti berpikir macam-macam, oke?”
Untuk kali pertama Eun Hee mengangkat wajahnya dari dada Jongin. Dia menatap pria tersebut dengan ekspresi tidak percaya.
“Berapa usiamu?” Tanya Eun Hee dengan tiba-tiba. “Kau belum pernah berhubungan seks dengan gadis manapun? Kau masih perjaka?”
“Tentu saja!”
Satu detik….
Dua detik….
“HA HA HA HA HA HA….” Tawa Eun Hee meledak memenuhi seisi ruangan, gadis itu bahkan berjongkok  sambil memegangi perutnya karena tak bisa menahan tawa.
“Demi Tuhan Kim Jongin.. kau perjaka? HA… HA… HA…”
“Sial! Kau memang setengah gila!” Jongin mendengus, memalingkan wajah karena merasa malu dengan pengakuan spontannya karena merasa panik melihat Eun Hee yang menangis. Sebuah boomerang yang benar-benar menyakitkan.
“HA… HA… HA… Kau benar-benar perjaka kadaluarsa. Ini sudah 2015 dan kau masih perjaka?? Kau tidak hidup di gua seperti manusia purba! Babbo… selain idiot kau sangat kuno. K-U-N-O!” Eun Hee masih terus tertawa mengabaikan wajah merah padam Kim Jongin yang siap menerkamnya bak singa kelaparan. Dia merasa dia harus membalas dendam, sebab Jongin sudah membuatnya bak orang gila selama sebulan penuh. Dan saat pria itu datang justru makian yang terus terlontar dari bibir tebal Jongin yang sampai saat ini begitu ingin dia nikmati.
“Sudah?” Tanya Jongin, kedua tangannya sudah terlipat di depan dada. Dia memandangi Eun Hee yang terduduk di lantai karena terus tertawa. Pria itu lalu berjongkok, mensejajarkan posisinya dengan Eun Hee.
“Kau sudah puas tertawa dan mengerjaiku? Senang karena berhasil membuatku panik?” Jongin mendekatkan wajahnya ke wajah Eun Hee hingga mereka bisa merasakan deru napas masing-masing. Eun Hee yang sebelumnya tertawa keras mendadak diam, tubuhnya diliputi euforia perasaan meledak-ledak tiap Jongin berada dalam jarak yang intim dengannya.
“Kau tahu? Kau selalu mengataiku bodoh dan menganggap remeh diriku. Tapi kau bahkan tidak tahu apa-apa soal seks. Kau idiot yang jauh lebih mengerikan.”
“Benarkah? Tapi kau jelas-jelas sudah jatuh cinta pada idiot mengerikan dan kuno ini, kan?”
“Jangan bermim-“
Jongin menyentuhkan bibirnya di atas bibir Eun Hee. Hanya bersentuhan selama beberapa detik, sementara Eun Hee membelalakkan matanya karena ciuman tersebut. Tak lama Jongin mulai menggerakkan bibirnya, mengecup bibir merah muda Eun Hee dengan perlahan, tanpa tergesa-gesa nyaris tanpa nafsu. Eun Hee yang tadinya terkejut kini memejamkan mata, menikmati sentuhan lembut bibir Jongin. Tangan pria itu terulur menjangkau tengkuk Eun Hee, memperdalam ciuman yang tadinya dia lakukan hanya karena ingin membalas dendam pada gadis tersebut. Tapi lagi-lagi dia terkena boomerangnya sendiri, karena bibir yang saat ini tengah dicecapnya sangat manis, dia bahkan begitu yakin bahwa dia tidak akan keberatan untuk terus menikmati bibir tersebut.
Ciuman manis itu berubah menjadi ciuman panas yang melibatkan lidah. Eun Hee yang tadinya bersikap pasif kini semakin gencar membalas ciuman tersebut. Dia sudah mengalungkan kedua tangannya di leher pria tersebut, meminta Jongin untuk terus melanjutkan kegiatan mereka. Tangan terampilnya membuka dua kancing kemeja Jongin, membuat dada pria tersebut terekspos di balik kemeja abu-abu yang dikenakannya.
“Stop it.” Ujar Jongin mencekal pergelangan tangan Eun Hee. Dia dengan tidak rela menghentikan ciuman panas mereka dan menatap Eun Hee dengan napas terengah-engah.
“Jangan mencoba menggodaku Miss Jo. Aku memang sangat kuno dan aku tidak mau bercinta dengan seseorang yang tidak berarti untukku.” Dia menjauhkan wajahnya, merapikan kancing kemejanya dan berdiri dengan tegak.
“Aku bisa menidurimu saat ini juga jika aku mau. Tapi aku tidak melakukannya hanya karena aku ingin.” Jongin sekali lagi memperhatikan Eun Hee yang masih terduduk di lantai dengan pandangan berkabut. Lagi-lagi dia nyaris tidak bisa menahan diri karena gadis tersebut.
“Omong-omong, selamat hari Natal.” Dia membungkuk dan mengecup dahi Eun Hee dengan pelan sebelum berjalan tanpa berbalik lagi meninggalkan gadis tersebut. Jantungnya nyaris keluar karena berdentum dengan begitu keras setelah berciuman dengan Jo Eun Hee. Sementara bagian tersulit adalah dia harus tetap berpura-pura tidak tertarik dengan gadis itu.
“Selamat Natal, Kim Jongin.” Eun Hee membalas ucapan Jongin seraya memegangi bibirnya yang sedikit menebal karena ulah Jongin. Pada akhirnya dia sadar betul akan satu hal, dia menyukai Kim Jongin. Amat banyak. Atau orang-orang menyebutnya dengan jatuh cinta.

TBC
Note :
Ini post urgent dari handphone, editing menyusul ya 😂😂😂

You can contact me on
Line : nara_lee0401
Email : naralee0401@gmail.com
Twitter / IG : april_0193

Order ebook bisa dilakukan kapan saja.

Have a nice day

Na Ra Lee


Viewing all articles
Browse latest Browse all 621

Trending Articles