Quantcast
Channel: kim-jongin « WordPress.com Tag Feed
Viewing all articles
Browse latest Browse all 621

Strange Feeling (Chapter 3)

$
0
0

Strange Feeling

Poster By Zesavanna @ saykoreanfanfiction.wordpress.com

Title : STRANGE FEELING

Author : Kiranti23

Cast  : Kim Jong In (EXO), Song Da Na (OC), Oh Sehun (EXO), Lee Jae Hee (OC),

Genre                   : Romance

Rating                   : General

Length                  : Chapter

Disclaimer           : The whole of story is originally made by me dan dengan sisa – sisa imajinasi yang ada

voila~~ jadilah FF ini, maaf banget kalo jalan ceritanya kependekan atau ngaco. Big thanks and hugs for the SKF artworker Zesavanna for make this beautiful poster, thanks juga buat seluruh admin yang masih menjadikan aku Author tetap meskipun bayangannya jarang terlihat. I’ll try and working hard, so enjoy the Fan Fiction!!

Chapter 1 || Chapter 2

Keesokan paginya Da Na masih bergelung dengan selimut dikamar tidurnya saat waktu sudah menunjukkan pukul 8 pagi. Tidak seperti biasanya, hari ini Da Na merasa malas sekali untuk pergi ke kampus. Bukan karena mata kuliah yang memang selalu membosankan untuk di ikuti. Tapi, Da Na tengah mencoba untuk menghindari seseorang, Kim Jongin. Pemuda itu dengan sialannya memberikan permintaan yang sama sekali tidak masuk akal.

Da Na dengan malas turun dari tempat tidurnya dan berjalan menuju dapur. Mengambil beberapa lembar roti tawar dan plain milk favoritnya. Tiba – tiba saja ponselnya berdering tanda panggilan masuk. Nama yang tertera pada layar ponsel membuat senyum dibibirnya mengembang.

“Yeoboseyo, eomma!!” entah kenapa suara Da Na terdengar lebih riang dari biasanya hari itu, membuat Ny. Song terkikik mendengarnya. Biasanya Da Na akan langsung melontarkan kata- kata keluhan jika dia menelpon.

“Bagaimana keadaanmu Da Na-a? Ibu sangat merindukanmu”. Da Na menghela nafas sejenak berfikir apa dia harus menceritakan semuanya kepada eomma. Tapi Da Na malah memilih untuk mengabaikannya saja, Da Na lebih memilih menceritakan kehidupan kampusnya yang semakin lama, semakin membosankan serta tidak lupa untuk mengingatkan eomma nya untuk menjaga kesehatannya.

-o-

Entah mengapa Da Na mengutuk hari ini karena berjalan sangat cepat. Saat ini dia tengah berjalan menyusuri sebuah perumahan mewah menuju ke kediaman keluarga Kim. Dia bahkan berharap kendaraan yang ditumpanginya mengalami pecah ban atau mengalami kemacetan parah di jalan. Yang jelas, dapat menghambatnya menuju ke tempatnya bekerja. Entah mengapa pekerjaan paruh waktu disebuah mini market terdengar lebih menggiurkan sekarang.

Hari ini di kampus, dia tidak bertemu dengan Jongin bahkan dia juga tidak bertemu dengan Sehun yang biasanya akan muncul secara tiba – tiba. Tanpa sadar dia sudah berada didepan pintu gerbang kediaman keluarga Kim. Langkahnya terhenti saat ingin memasuki gerbang tersebut, dia diam sejenak memikirkan sesuatu yang mungkin bisa membawanya pergi dari sini. Da Na belum siap bertatapan dengan Jongin setelah kejadian kemarin.

Oke, lebih baik aku menghubungi nona Jian dan mengatakan kalau hari ini aku sakit. Dia pasti mengizinkanku untuk tidak mengajar dulu hari ini.

Itu merupakan salah satu rencana kabur yang sudah dia pikirkan, namun kenyataan berkata lain. Jian baru saja tiba entah dari mana.

“eo, nona Song, kenapa tidak masuk? Mari masuk” Jian mendampingi Da Na memasuki rumah itu. Namun, apa yang dilihatnya saat pertama kali masuk kerumah itu adalah sebuah adegan yang paling tidak ingin dilihatnya.

Jongin tengah berdiri tertunduk dihadapan tuan Jo Hwan ayahnya yang Nampak geram. Entah apa yang telah terjadi namun, detik berikutnya tangan Jo Hwan dengan entengnya mendarat dipermukaan pipi kiri Jongin. Jian dan Da Na terpaku melihat kejadian itu, sungguh sebenarnya ada masalah apa antara kedua anak dan ayah itu. Ini bukan kali pertamanya Da Na melihat kejadian itu dan Jongin seperti sebelumnya hanya tertunduk tidak berniat memberikan perlawanan. Jian langsung mendekati Jongin dan menyuruh pemuda itu memasuki kamarnya. Sementara Jian menyusul ayahnya yang sudah masuk kedalam ruang kerja.

Da Na menjadi salah tingkah dirumah ini. Dia mengekori Jongin yang tengah berjalan kearah kamarnya. Dari belakang Jongin tampak rapuh meski wajahnya tetap memperlihatkan wajah dingin dan kuat. Entah mengapa Da Na ingin sekali menyentuh punggung itu, memberikan ketenangan dan mendengarkan semua curahan hati Jongin seperti saat itu. Tapi, Da Na juga berfikir bahwa bukan haknya untuk ikut campur dalam masalah ini. Da Na menatap Jongin yang semakin jauh dan menghilang dibalik pintu kamarnya.

-o-

Malam itu, Jian mendatanginya setelah jam latihan Taeoh selesai. Da Na bisa menebak jika Jian datang untuk menjelaskan sesuatu tentang kejadian tadi sore. “nona Song, maaf tapi sepertinya Jongin tidak bisa mengantarmu malam ini dan aku juga masih memiliki beberapa pekerjaan”.

“ah ya, tidak apa- apa, aku bisa menggunakan bus seperti biasa. Umm.. tapi… apa…”.

“Jongin baik – baik saja jika kau ingin tahu” Pipi Da Na merona malu karena jalan pikirannya bisa ditebak. “terima kasih nona Song, kau sangat perhatian pada adik ku”. Jian memberikan senyum tulusnya kepada Da Na.

-o-

Sudah beberapa hari ini Da Na tidak pernah melihat Jongin baik di kampus atau di rumah. Entah mengapa dia merindukan sosok Jongin sekarang. Dia bahkan masih mengingat permintaan Jongin padanya beberapa hari lalu. Da Na masih tidak mengerti kenapa Jongin memintanya menjauhi Sehun.

Da Na menutup pintu studio secara perlahan, waktu sudah menunjukan pukul Sembilan malam. Matanya terpaku saat sedang berjalan menuju tangga untuk turun. Dihadapannya berdiri seorang pria tinggi yang mengenakan kemeja yang sudah tidak rapi lagi, sementara bagian lengannya digulung sampai ke siku berjalan dengan rambut sediki acak- acakan dan raut wajah lelah, yang sialnya masih sangat mengiurkan untuk dipandang. Da Na langsung terpaku ditempatnya merasa energinya terserap dengan kehadiran pria itu, pria yang selama ini bisa dibilang dirindukannya. Kim Jongin.

Mata Jongin juga menangkap adanya kehadiran Da Na. Jantungnya berdegup dengan cepat saat melihat kearah mata cantik wanita itu. Jongin mengakui kalau saat ini dia sangat merindukan Da Na meskipun mungkin wanita itu tidak merindukannya. Dengan menahan segala egonya, Jongin tetap memasang raut wajah dinginnya dan kembali melangkah menuju kamarnya.

-o-

Hari ini merupakan hari yang selalu ditunggu- tunggu Da Na. Hari dimana Da Na tidak melakukan aktivitas kuliah atau pun bekerja. Da Na memutuskan untuk pergi kesebuah toko buku favoritnya hari ini. Membaca beberapa buku fiksi atau buku music kesukaannya. Setelah sarapan Da Na langsung berangkat menuju tempat tersebut yang letaknya berada di Mokdong.

Setibanya disana, entah mengapa perasaannya berubah menjadi lebih baik. Wangi buku- buku baru ini membuatnya merasa seperti berada di rumah. Da Na memang suka membaca, berdekatan dengan buku- buku membuatnya merasa nyaman. Dia bahkan lebih senang menghabiskan waktu didalam perpustakaan atau toko buku dibandingkan salon atau toko pakaian.

Da Na tengah berada disalah satu rak yang memajang beberapa buku music klasik. Sepertinya dia akan memberikan pelatihan baru dan juga buku latihan untuk Taeoh. Sedikit hadiah karena dia sudah bekerja keras akhir- akhir ini dilatihannya.

“Noona” Suara itu terasa familiar ditelinga Da Na, dia mengarahkan pandangannya pada sumber suara yang barusan memanggilnya. Ternyata Jae Woo, tengah berada disini. Betapa rindunya dia dengan muridnya yang satu ini. Jae Woo tanpa basa basi langsung datang kearah Da Na dan memeluknya seperti sudah bertahun- tahun tidak bertemu.

“aku merindukanmu noona”.

“Nado, sedang apa kau disini?”.

“umm.. aku sedang mencari beberapa kaset latihan, Sehun hyung bilang padaku kalau noona selalu membelinya disini” senyumnya sedikit memudar saat Jae Woo mengucapkan nama Sehun. Ada perasaan yang aneh saat mengetahui kalau Sehun masih mengingat beberapa hal tentangnya.

Da Na menoleh kebelakang saat seseorang menepuk pundaknya. Ada perasaan yang bercampur aduk saat melihat kembali mata itu. Sudah hampir seminggu dia tidak melihat Sehun berada dikampus, rasanya dia juga merindukan sosok pria itu yang selalu mengganggunya disaat jam istirahat berlangsung. Tapi ada perasaan lain yang datang kehatinya, perasaan bahwa Da Na memang harus menjauhi pria didepannya saat ini. Bukan saja karena permintaan Jongin tapi juga mengingat Sehun sudah menjalin hubungan dengan kakak perempuan dari muridnya satu ini, Lee Jae Hee.

“apa yang sedang kau lakukan Da Na-a?” Sehun membuyarkan lamunan Da Na.

“Mencari beberapa hal menarik tentu saja” jawabnya santai sambil memperhatikan beberapa buku music dihadapannya. Seminggu tidak bertemu, rasanya obrolannya bersama Sehun terasa sangat aneh dan kaku.

Da Na dan Jae Woo sudah mendapatkan beberapa buku dan kaset yang diinginkan mereka dalam sekejap. Tentu saja dengan sedikit beberapa rekomendasi dari Da Na, Jae Woo bisa mendapatkan buku dan kaset yang bagus. Obrolan mereka sangat seru, sampai- sampai mereka tidak menyadari jika hari sudah semakin siang.

“Noona-a, bagaimana jika kita makan siang terlebih dahulu, bukankah terdapat café disini?” Da Na sebenarnya ingin saja langsung menerima ajakan Jae Woo karena mereka masih ingin melepas rindu. Namun, dirinya merasa tidak enak dengan Sehun.

Mereka bertiga akhirnya memutuskan untuk makan siang disebuah café didekat toko buku tersebut. Sambil menunggu makananya datang, Da Na dan Jae Woo masih asik berbincang- bincang sementara Sehun hanya memperhatikan mereka dengan senyum yang mengembang dibibirnya. Mereka berdua terlihat sangat dekat bahkan Sehun berfikir bahwa sebenarnya Jae Woo adalah adik kandung Da Na. Perhatiannya teralihkan saat ponselnya berdering menandakan panggilan masuk. Sehun langsung meminta izin kepada keduanya untuk mengangkat telepon itu sebentar.

Da Na tengah menikmati makannya bersama dengan Jae Woo sementara Sehun masih belum kembali. Da Na sangat senang dapat berbincang bersama Jae Woo setelah sekian lama tidak berjumpa.

“Noona, apakah sekarang noona masih mengajar? Pasti noona mengajari anak yang lebih mahir dariku” Tanya Jae Woo sambil memasang wajah penasaran bercampur cemburu karena noona nya mungkin memiliki murid kesayangan lain selain dirinya. Da Na berdecak gemas melihat tingkah laku Jae Woo.

Namun, tiba- tiba raut wajahnya berubah menjadi serius, “noona… umm.. apakah kau tahu… Jae Hee noona dan Sehun hyung, tengah mempersiapkan pesta pertunangan?” bagai petir disiang hari, Da Na merasa kaget dengan berita yang disampaikan oleh Jae Woo. Sehun bahkan tidak pernah menceritakan bagaimana hubungan keduanya tapi sekarang Jae Woo mengatakan bahwa mereka tengah mempersiapkan pesta pertunangan?

“Eoh, Jinjja? Apakah noona akan diundang?” canda Da Na dengan raut wajah yang tidak biasa, membuat Jae Woo merasa bersalah karena memberikan informasi ini. Da Na mulai sulit untuk mengkontrol raut wajahnya setelah mendengar berita itu. Sehun yang baru saja kembali mendeteksi adanya suasana yang tidak biasa.

“Jae Woo-a sepertinya kita harus kembali, ibumu menelpon menyuruh hyung mengantarkanmu pulang” Jae Woo hanya mengangguk dan menghabiskan sisa kentang goreng yang dipesannya. Sementara Da Na juga bersiap untuk pergi dari sana. “biar kami mengantarmu Da Na-a” ajak Sehun.

“gwaenchana, aku bisa naik bus, lagi pula kita memiliki arah yang berbeda” tolak Da Na halus. Dari kejauhan Jongin tengah memperhatikan mereka dari dalam mobilnya, sudah dari tadi Jongin membuntuti Da Na, dia baru akan mendekati Da Na jika saja Sehun tidak muncul di toko buku tadi.

-o-

Sehun memasuki sebuah butik ternama di kawasan Gangnam. Telepon dari ibu Jae Woo memang hanya alasan saja, karena Sehun harus pergi menemani Jae Hee mencari sebuah gaun untuk pesta pertunangannya. Sehun beserta Jae Hee berjalan mengelilingi beberapa etalase baju yang ada di butik tersebut.

Sebenarnya mereka sudah memesan beberapa gaun dan hari ini Jae Hee akan melakukan fitting baju disana. Sehun menunggu disebuah ruang tunggu khusus yang berhadapan dengan sebuah tirai besar. Perasaannya sungguh sangat tidak bisa digambarkan, dia sangat tidak menikmati hari ini, kecuali dibagian dia bertemu serta berbincang dengan Da Na tentu saja. Tangan masih saja sibuk dengan ponselnya yang menampilkan fotonya bersama dengan Da Na yang diambil beberapa hari sebelum perayaan hari jadi mereka yang ke-100.

Tirai didepan Sehun terbuka menampilkan seorang wanita tinggi yang cantik menggunakan gaun putih gading yang terlihat sangat pas menempel ditubuh wanita tersebut. Sehun tidak menyadarinya dan masih bergelung dengan ponselnya.

Merasa diabaikan Jae Hee mengalihkan perhatian Sehun, “Sehun-a, eotte??” tanyanya sambil mendekat kearah Sehun.

“umm.. cantik, aku menyukainya” perkataan Sehun berbanding terbalik dengan bahasa tubuhnya yang tidak begitu meresponya. Jae Hee merasa kesabarannya sudah habis, dia mungkin sudah berkali- kali menahan amarahnya saat Sehun mengacuhkannya selama ini. Tapi, tidak dengan hari ini. Ini merupakan salah satu hari terpenting dalam kehidupannya, sebentar lagi dia dan Sehun akan melangsungkan pertunangan. Tapi, sepertinya Sehun tidak menyambut itu dengan baik. Sehun hanya akan bersikap hangat padanya jika berada disekitar keluarga besarnya saja. Jae Hee akhirnya meminta beberapa karyawati disana untuk meninggalkannya bersama Sehun sebentar, mereka perlu untuk bicara.

“apa yang ingin kau bicarakan Jae Hee-ssi?” Tanya Sehun, dingin seperti biasa. Jae Hee masih dengan menahan emosinya mencoba berbicara dengan Sehun.

“Sehun-a tidak bisakah kau sedikit bersikap baik padaku, setidaknya bersikaplah kalau kau peduli dengan pertunangan ini”.

Sehun mendengus dan menyandarkan punggungnya pada sofa tersebut lalu menatap Jae Hee yang sedang menahan amarahnya. “nyatanya aku memang tidak perduli nona Lee, jadi jangan berharap banyak dariku”.

“mwo?”.

“Ya, aku memang tidak peduli dengan pertunangan ini, karena kau bukan wanita yang aku harapkan menjadi pendampingku nona Lee”.

“aku tahu kita bertunangan hanya karena perjodohan… tapi aku benar- benar jatuh cinta padamu Oh Sehun” tanpa sadar Jae Hee mulai menitihkan air matanya, merusak make up natural yang terpoles diwajah cantiknya.

“mianhae Jae Hee-ssi, tapi aku mencintai orang lain. Aku mencintainya jauh sebelum perjodohan sialan itu menghancurkan semuanya”, Jae Hee sangat terkejut dengan perkataan Sehun, ini pertama kalinya Jae Hee mendengar kata – kata kasar dari mulut Sehun. Matanya berkaca- kaca sekarang, dadanya terasa sesak karena ucapan yang dikatakan Sehun.

Sehun tersadar dengan apa yang diucapkannya, dengan perasaan iba Sehun menoleh kearah Jae Hee dan meminta maaf lalu beranjak pergi dari tempat itu. Rasanya dadanya semakin pengap saja saat melihat Jae Hee mengenakan gaun itu, mengingatkannya pada kenyataan bahwa dirinya sudah tidak dapat memiliki Da Na lagi.

-o-

Da Na baru sampai diapartementnya pada malam hari, setelah bertemu dengan Jae Woo dan Sehun di toko buku. Da Na berencana mengunjungi Cho Ahra sahabatnya dan sedikit berbincang dengan Ny. Cho. Badannya amat terasa lelah, karena seharian ini dia benar- benar melakukan perjalanan yang cukup melelahkan, beruntung apartement ini difasilitasi dengan lift

walaupun apartement kelas murah.

Denting lift menunjukan kalau Da Na sudah sampai pada lantai yang dituju. Da Na berbelok kearah kiri menuju kamar apartemetnya yang berada dilantai 5 gedung tersebut. Betapa terkejutnya Da Na saat melihat ada seorang laki- laki yang sedang duduk tertunduk didepan pintu apartementnya.

Da Na mendekati laki- laki itu, bau alcohol menguar mendominasi tubuh pria tersebut. Da Na memberanikan diri untuk mendekatinya sekali lagi. Pria ini tampak familiar, dengan stelan kerja yang sudah berantakan serta rambut acak – acakan pemuda ini terduduk lemas didepan pintu apartemetnya.

Da Na mengulurkan tangannya mencoba membangunkan pria tersebut, tubuhnya perlahan tertunduk untuk melihat kearah wajah pria ini. Betapa terkejutnya Da Na ternyata dia adalah Kim Jongin. Untuk apa dia datang kesini, dari mana dia tahu letak apartementnya.

Dirangkulnya Jongin dan dibawa menuju kedalam apartement. Dilihat dari keadaannya, sepertinya Jongin mabuk berat. Bahkan Jongin tidak merespon apa – apa saat Da Na membawanya kedalam.

Direbahkannya Jongin disebuah sofa panjang yang ada diruang tengah dekat pantry. Da Na mendesah lega karena berhasil membopong pria ini yang tentu saja memiliki berat badan yang berbeda jauh dengan Da Na. Dengan telaten Da Na menyingkirkan jas, sepatu serta kaus kaki yang masih melekat dibadan Jongin. Melihat raut wajahnya tampak Jongin terlihat sangat kelelahan dan kacau. Da Na mencoba memeriksa saku celananya, mencari ponsel Jongin untuk menghubungi Jian, tapi sepertinya Jongin tidak membawanya karena yang dia temukan hanya kunci mobil dan dompet pria ini.

Setelah memasangkan bantal dan selimut, Da Na bergegas menuju kamarnya untuk membersihkan diri dan beristirahat. Sebenarnya dia yakin malam ini tidurnya tidak akan nyenyak, mengetahui bahwa seorang Kim Jongin tengah berada satu apatement dengannya entah mengapa membuat sesuatu didalam dadanya terasa sesak dan juga pikirannya terlalu mengkhawatirkan keadaan Jongin. Entah mengapa Da Na berharap Jongin bangun sekarang.

Waktu sudah menunjukan pukul 2 pagi, Da Na merasa tidurnya terusik karena keributan yang terdengar dari arah dapur. Dengan malas dan mata setengah tertutup Da Na berjalan menuju dapur dan apa yang dia lihat sekarang. Seorang Kim Jongin dengan segala ketampanannya tengah meneguk air langsung dari botolnya. Yang entah mengapa membuat Da Na menelan air liurnya sendiri. Tidak berapa lama Da Na merasa bisa mengendalikan perasaannya, “Ya, kenapa kau ribut sekali? Ini bahkan baru pukul dua pagi” gerutunya dengan suara serak dan mata setengah terbuka.

Jongin meletakkan kembali botol minum tadi dan berjalan kearah Da Na dengan tatapan mata dingin. Da Na sontak membelalakan matanya, rasa kantuknya tiba- tiba saja hilang saat menyadari jaraknya dengan Jongin saat ini sangat dekat.

“Kau, apa yang kau lakukan tadi siang eoh?” oceh Jongin membayangkan pertemuan Da Na dengan Sehun membuatnya sangat muak. Sementara Da Na yang ditanyai malah semakin gugup, dilemma antara dia harus berbohong atau tidak.

“Kau masih mabuk Kim Jongin-ssi” Da Na mendorong tubuh Jongin yang sudah pastinya merupakan tindakan yang sia – sia karena Jongin malah semakin mendekat kearahnya.

“Aku sadar nona Song, dan apa kau menganggap remeh ancamanku itu?” Da Na berdecak merasa tidak senang karena Jongin masih mengungkit masalah itu lagi. “kau sudah ku peringatkan untuk tidak menemuinya, tapi kenapa kau menemuinya?!” suara Jongin tiba- tiba meninggi dan itu membuat Da Na tercekat. Selama ini tidak pernah ada satu orang pun yang membentaknya seperti itu, ayah dan ibunya sekali pun. Da Na tertunduk dan memundurkan langkahnya, mata mulai memanas sepertinya sebentar lagi air mata itu akan meleleh menjatuhi pipinya.

Jongin tersadar dan mengendalikan dirinya, merasa yang dilakukannya kali ini salah, amat salah. Tidak seharusnya dia membentak Da Na seperti itu. Dia tidak berhak, dan Jongin tidak bermaksud seperti itu. Da Na memberontak mendorong Jongin untuk menjauh namun kali ini Jongin malah memeluk Da Na erat.

“mianhae, mianhae, tidak seharusnya aku bersikap seperti itu kepadamu” lirih Jongin sambil terus mendekap Da Na dalam pelukannya, bahkan tangannya kini membelai lembut surai cokelat Da Na.

-o-

Pukul 3 dini hari, kedua insan itu masih terjaga tanpa saling ada yang berbicara, ini sudah satu jam semenjak pertengkaran mereka dan sekarang mereka hanya terduduk disofa panjang itu tanpa ada satu pun yang memulai pembicaraan.

“Uum… kemana saja kau selama ini? aku tidak pernah melihatmu di Kampus maupun di Rumah” Tanya Da Na mencoba mencairkan suasana yang tampak sangat kaku. Jongin tertawa pelan sebelum menjawab pertanyaan Da Na.

“kenapa? Kau merindukanku?” katanya asal, Da Na memberikan tatapan tajamnya, menggambarkan bahwa kali ini dia sedang serius. “Ck, ayah memaksaku untuk bekerja di perusahaannya, semacam latihan sebelum aku menempati posisiku yang sebenarnya”.

Mata Jongin menerawang mengingat saat ayahnya secara paksa menyuruhnya untuk bekerja di perusahaan, karena di tidak mungkin menyerahkannya kepada Jian mengingat saat ini Jian sudah memiliki perusahaannya sendiri. Tapi, Da Na tahu jauh didalam hatinya Jongin merasa tertekan dengan paksaan ayahnya tersebut, Jongin memiliki mimpi untuk menjadi penari professional dibandingkan harus menjadi seorang CEO yang memiliki segudang jadwal yang padat. Tapi, kali ini sepertinya Jongin harus benar- benar mengubur impiannya itu.

“aku tidak tahu, tapi apakah kau mau menceritakan tentang hubungan kau dengan sehun?” Jongin mengalihkan pandangan ke arah Da Na, menggambarkan dia tidak suka dengan pertanyaan yang Da Na ajukan. “tunggu dulu tuan Kim, kau tidak bisa seenaknya saja menyuruhku menjauhinya jika kau tidak bisa memberikanku alasan yang kuat, arra. Lagi pula, Sehun juga mengatakan hal yang sama denganmu”. Jongin menautkan kedua alisnya.

“mengaktakan hal yang sama?”.

“eum.. dia juga mengatakan, kalau aku harus menjauhimu”. Jongin terkekeh sementara Da Na mencebikkan bibirnya, sepertinya tida ada yang lucu dari ucapannya. Tak berapa lama kekehan itu berubah menjadi raut wajah yang serius, Jongin mulai menceritakannya kepada Da Na.

Flashback on

“wah, kalian sangat hebar Sehun-a, Jongin-a, akhirnya kalian sampai ke final dalam kompetisi menari itu” Jian memberikan ucapan kepada kedua sahabat itu. Sementara Sehun yang merasa malu hanya menggarukkan bagian belakang kepalanya.

“Ck, apa hanya ucapan selamat? Noona, seharusnya kau mentraktir kami makan sesuatu yang enak” cibir Jongin kepada noonanya, sementara Jian hanya membalasnya dengan member jitakan kecil didahi Jongin.

Disela pertengkaran mereka Sehun hanya tersenyum memperhatikan keakraban kakak beradik itu. Entah kenapa Sehun malah menjadi murung setelah pengumuman kemenangan mereka memasuki babak Final. Tangannya sibuk mengetikkan sesuatu pada layar ponselnya.

“Sehun-a, ayo Jian noona akan mentraktir kita makan direstaurant mahal” Sehun masih tidak bergeming dari tempatnya, Jongin yang merasa tidak mendapat respon akhirnya mendekati Sehun dan menarik tangannya “Ayolah, sebelum nenek sihir itu berubah pikiran”.

Disebuah restaurant terkenal didaerah Myeondong

“Haah, aku kenyang sekali, terima kasih noona” Jongin memberika senyuman bodoh kepada Jian, Sehun juga membungkukan badannya sebagai tanda terima kasih.

“Ck, Sehun-a kenapa kau masih seformal itu padaku, kau adalah sahabat adikku. Itu berarti kau adikku juga kan. Tidak perlu sungkan”. Jian memberikan senyum tulusnya kepada Sehun begitupun juga Sehun, kecuali Jongin tentu saja dia merasa muak dengan noonanya. Bagaimana tidak, noona-nya bisa tersenyum manis didepan Sehun sementara bersikap buruk padanya.

“Ya noona! Apakah itu tidak adil? Kau selalu bersikap baik pada Sehun sementara kau selalu menjajahku” Jongin menyilangkan kedua tangannya didepan dada tanda bahwa dia sedang kesal.

“Tapi noona, apakah benar dengan aku memenangkan kompetisi itu kita bisa mencari ibu?” Jongin merubah raut wajahnya menjadi serius. “entahlah tapi firasatku mengatakan seperti itu” jawab Jian sambil mengingat kembali seperti apa ibunya dulu.

Dulu sebenarnya keluarga mereka merupakan keluarga yang bahagia dan saling menyayangi. Ibunya adalah seorang penari balet sementara ayahnya pengusaha sukses. Entah apa yang membuat kejadian buruk itu terjadi, karena saat itu Jian disekolahkan di Amerika dan Jongin masih berumur 4 tahun saat itu. Namun, setelah Jian kembali ke Korea dia sudah tidak menemukan ibunya, ayah hanya berkata bahwa ibunya sudah tidak mencintainya dan meninggalkan mereka. Ayah melarang Jian dan Jongin untuk bertanya apapun mengenai ibunya bahkan ayahnya menghentikan segala akses yang membuat anaknya mencari tahu keberadaan ibu mereka.

Sehun terdiam, Jongin memang sudah menceritakan kepadanya tentang rahasia itu dan kenapa sampai saat ini dia mengikuti kompetisi menari secara diam- diam tanpa sepengetahuan ayahnya. Tapi, setelah perayaan itu, sesuatu yang buruk terjadi.

Sore itu Jongin baru saja pulang dari sekolahnya dan hendak menuju ruang rahasianya untuk berlatih. Namun, sesampainya di rumah yang ditemukannya adalah Ayahnya yang tengah menunggunya. “Jongin-a ada yang ingin ku bicarakan”.

Dari situ Jongin keluar dari ruang kerja ayahnya dengan beberapa luka lebam ditubuhnya, dengan mata sembab yang didapatinya akibat menangis. Entah siapa yang sudah membongkar rahasianya mengikuti kompetisi menari itu, terlebih lagi orang itu juga tahu kalau Jongin mengikuti kompetisi itu untuk bertemu dengan ibunya. Apakah Sehun? Ah, tidak mungkin Sehun adalah sahabatnya, dan dia sudah berjanji tidak akan mengatakannya pada siapapun.

Dua hari berlalu, luka yang didapatkan Jongin sudah mulai membaik walaupun bekasnya masih bisa terlihat. Dua hari ini dia juga tidak masuk sekolah, noona-nya tidak mengijinkan Jongin masuk dengan keadaan seperti itu. Selain karena kondisi kesehatan Jongin, Jian juga masih harus melindungi nama baik keluarganya. Apa yang akan orang- orang katakan jika melihat putra dari seorang Kim Jo Hwan masuk ke sekolah dengan wajah yang penuh lebam seperti itu.

Jongin keluar dari kamarnya menuju kearah dapur, namun begitu melewati ruang kerja ayahnya. Jongin dapat mendengar jika ayahnya berada didalam dan sepertinya sedang berbincang dengan seseorang melalui telepon.

Langkah Jongin terhenti ketika ayahnya menyebutkan sebuah nama yang tidak asing ditelinga Jongin, “terima kasih Sehun-a, kau memang bisa diandalkan. Tenang saja, aku akan segera mengurus kerja sama dengan perusahaan ayahmu, dan Jongin tidak akan tahu tentang hal ini”. Jongin mengepalkan tangannya kuat- kuat menahan amarah. Sahabat yang sudah dia anggap sebagai saudara, mengkhianatinya seperti ini hanya karena harta.

Semenjak itu hubungan antara Jongin dan Sehun berubah 180 derajat. Jongin tidak bisa menghadiri Final kompetisi itu karena dikurung oleh ayahnya dirumah dengan penjagaan ketat, bahkan Jo Hwan mengancam akan membuat Jongin tidak bisa keluar dari rumah ini jika memberontak. Sementara Jian tidak bisa berbuat apa- apa, sekeras apapun dia mencoba ayahnya akan membantah keras dan menghentikannya.

Flashback off

“dan sepertinya, Sehun juga yang memberikan video audisiku beberapa hari yang lalu”. Da Na memperhatikan Jongin dari samping. Saat ini Jongin tengah melepas topeng wajah dinginnya itu. Entah kenapa Da Na merasakan sesuatu yang aneh menjalar ke hatinya. Apa mungkin dia juga jatuh cinta dengan Jongin.

“aku sudah menceritakan semuanya, jadi, apa ada lagi yang harus ku jelaskan?” Jongin menatap Da Na tepat dikedua matanya, membuat Da Na tersentak kaget dan mengalihkan pandangan.

“aku masih tidak mengerti, setahuku Sehun adalah orang yang baik menurutku, untuk apa dia mengkhianati sahabatnya sendiri?” Jongin tersenyum sinis mendengar penuturan Da Na, “Ck, kau berbicara seperti itu karena dia mantan kekasihmu” Jongin mengubah posisinya, menjatuhkan kepalanya pada sisi pinggir sofa dan meluruskan kaki panjangnya membuat Da Na langsung menyingkir dari sana.

“Ck, namja ini, apa kau tidak bisa sedikit lebih sopan?” Jongin malah menghiraukan perkataan Da Na dan memejamkan mata bersiap untuk tidur. Da Na hanya bisa mendengus, kekesalannya sudah sampai diujung kepala. Wanita itu lalu menghembuskan nafas panjang, percuma berdebat dengan lelaki dihadapannya satu ini, dirinya tidak akan pernah memenangkan perdebatan.

Da Na memutar langkahnya menuju kamar sambil menggerutu, “Ck, apa ini masih rumah ku? Kenapa aku yang merasa tersingkirkan”.

Setelah mendengar sudah debuman dari pintu kamar Da Na, Jongin kembali membuka matanya “bukan hanya kau nona Song, aku juga tidak mengerti kenapa aku melakukan itu” gumam Jongin.

-o-

Jongin mengendarai mobilnya dengan kecepatan sedang menuju rumahnya, setelah bermalam di apartement Da Na. Jongin sengaja pergi pagi- pagi sekali karena tidak ingin bertemu dengan Da Na. tiba- tiba saja perkataan Da Na semalam terngiang ditelinganya.

Kenapa aku harus menjauhinya?

Sehun juga mengatakan hal yang sama denganmu

“jadi kau juga meminta Da Na menjauhiku Sehun-a? Baiklah, mari kita lakukan” Jongin menginjak pedal gasnya dalam – dalam dan meluncur dengan kecepatan tinggi.

-o-TBC-o-

Another little part of Strange Feeling FF, maaf kalo aku postnya sekali lagi kependekan huhuhu. Semoga gak ada yang kecewa yaa… and I ‘m so thankful to know kalo  ternyata kalian memberikan respon positif sama FF ini, bikin aku semangat. Disini juga ada penjelasan kenapa Sehun dan Jongin bisa musuhan.

Maaf kalo masih banyak kekurangan baik di konflik, alur atau typo yang masih bertebaran. Aku akan berusaha lagi bikin FF ini semenarik mungkin *bow*

See ya on the next chapter!!!


Viewing all articles
Browse latest Browse all 621

Trending Articles