Quantcast
Channel: kim-jongin « WordPress.com Tag Feed
Viewing all articles
Browse latest Browse all 621

Waiting for You [4]

$
0
0

Waiting for You

 

[4]

 

Cast: Jung Soojung, Kim Jongin, & Kang Seulgi

Other Cast: Son Seunghwan, Kang Minhyuk, & Park Chanyeol

Chaptered | Romance, Friendship | G

 

Selamat siang, Soojung.

Soojung mendengus gusar. Sudah sepekan ini dia mendapatkan pesan dari sepupu Seulgi—Kang Minhyuk. Sejak pertemuannya dengan Minhyuk seminggu yang lalu, lelaki kurus bertubuh jangkung itu terus mendekati Soojung. Mengirimi pesan Soojung setidaknya tiga kali sehari seperti resep dokter—mentang-mentang dia dokter.

“Siapa, Jung?”

Soojung melemparkan ponselnya ke meja kantor sembarangan. Membuat bunyi berisik yang mengakibatkan beberapa orang menatapnya karena merasa terganggu. Namun, Soojung tidak peduli. Saat ini sikapnya patut dimaklumi, juga dikasihani. Dia benar-benar bosan menghadapi yang namanya Kang Minhyuk seminggu belakangan ini. Dan Soojung butuh pelampiasan emosi karenanya—misal dengan membanting ponsel.

“Kang Minhyuk?” Kening Seunghwan mengerut saat membaca satu pesan yang tertera di layar ponsel Soojung. Seingatnya, tidak ada lelaki yang pernah mengirimi Soojung pesan singkat kecuali Jongin, Pak Choi, dan Chanyeol—yang kadang mencari Seunghwan melalui Soojung. “Siapa itu Kang Minhyuk? Kok, tidak cerita kalau sudah punya pacar?”

“Pacar apanya,” Soojung mendengus kesal. “Itu bukan pacar. Tapi, kenalan. Sepupu Seulgi.”

Seunghwan mengangguk, memahami mengapa Soojung terlihat begitu frustasi. Belum lagi setelah Seunghwan mengecek pesan-pesan yang dikirimkan oleh Kang Minhyuk. Lelaki ini terlihat (sedikit) kurang berpengalaman juga sepertinya. Terbukti dengan setiap pagi lelaki itu menyapa selamat pagi, siang menyapa selamat siang, bahkan malam menyapa selamat malam. Selebihnya lelaki itu hanya menanyakan apa yang tengah dikerjakan Soojung dan memberi semangat kepada gadis itu. Sudah itu saja. Dan menurut Seunghwan ini adalah pesan yang cukup aneh jika disebut pendekatan.

“Dari balasanmu, kau kelihatan tidak terlalu menyukai Kang Minhyuk,” komentar Seunghwan setelah meletakkan kembali ponsel Soojung ke atas meja kerja gadis itu.

“Memang,” sahut Soojung dengan helaan napas diloloskan di ujung kalimat. “Aku lebih suka Jongin ketimbang dia.”

Mulut Seunghwang menganga lebar. Gadis bersurai pirang itu lantas menggelengkan kepala. Tidak menyangka saja jika Soojung berani menyatakan diri lebih menyukai Jongin ketimbang Minhyuk. Jika saja Seulgi mendengar ini, Seunghwan yakin sekali kalau teman sejawatnya ini akan dikubur hidup-hidup oleh kekasih Jongin yang satu itu.

“Soojung.” Seunghwan meraih bahu Soojung, memaksa gadis itu menghadap ke arahnya. “Ingat, Jongin itu sudah punya orang. Jangan coba cari gara-gara dengan menyukai kekasih orang.”

Cengkeraman bahu terlepas. Kini giliran Soojung yang meraih bahu Seunghwan dan menepuknya pelan. “Aku hanya bilang lebih menyukai Jongin. Bukan suka yang menyebabkan aku ingin merebut Jongin.”

Seunghwan menyipitkan mata. Menatap tidak yakin ke arah Soojung. Seunghwan jelas berharap dapat mempercayai kata-kata Soojung. Namun, dari apa yang terlihat sepertinya gadis itu tidak bisa mempercayai Soojung begitu saja. Kalimat yang Soojung utarakan terdengar serius, tidak mengandung unsur candaan sama sekali. “Aku hanya ingin mengingatkan saja,” ujar Seunghwan kemudian.

Berbagai bayangan mengenai Soojung yang berusaha merebut Jongin dari sisi Seulgi dilenyapkan. Berganti dengan macam-macam perkiraan yang lebih baik seperti—apalah Seunghwan tidak tahu karena bayangan mengenai Soojung yang menginginkan Jongin tidak mau pergi begitu saja.

“Jadi, kenapa tidak menyukai Kang Minhyuk? Dia kurang tampan?” Seunghwan akhirnya memutuskan menanyakan beberapa hal mengenai Kang Minhyuk ketimbang membayangkan soal Soojung-Jongin-Seulgi.

“Dia lumayan tampan. Lebih mancung dan putih ketimbang Jongin. Dia juga tinggi.”

“Lalu, kenapa tidak suka? Dia tidak mapan?”

“Dia mapan sekali. Berada di akhir usia 20-an dan seorang dokter. Sedang perencanaan mengambil spesialis katanya.”

Seunghwang mengerjapkan kelopak mata beberapa kali. Jelas jika Kang Minhyuk berada dalam level yang diinginkan para gadis. Lantas mengapa Soojung tidak menyukainya?

“Hanya saja—“ Soojung menerawang, dagunya ditopang dengan sebelah tangan. “—dia tidak bisa membuatku merasa nyaman. Dia tidak seperti Jongin.”

Ada kekesalan menyeruak memenuhi batin Seunghwan. Jika bisa ingin rasanya Seunghwan membenturkan kepala Soojung ke dinding, membuat si empunya kepala sadar diri. Katanya tidak suka Jongin dalam konteks semacam itu. Namun, yang dikatakan Soojung terdengar berkebalikan. Kontradiktif.

“Jangan pernah membandingkan Minhyuk dengan Jongin, Jung. Itu tidak baik. Lagi pula apa untungnya membandingkan lelaki yang mendekatimu dengan kekasih orang. Kurang kerjaan.”

Soojung mencebik kesal, merasa tersindir. Dia sebenarnya nyaris saja mengaku kepada Seunghwan bahwa dirinya pernah sekali mendambakan Jongin. Namun, pemikirannya itu dibuang jauh-jauh. Karena Soojung yakin sekali, perasaannya saat ini hanya sebatas takut kehilangan Jongin—belum suka. Belum.

“Soojung.”

Soojung bangkit dari duduknya segera. Menyunggingkan senyum ramah ke arah si bos—Pak Choi—tanpa cacat. “Ada apa, Pak?”

Pak Choi terbatuk sebentar. Lelaki itu melonggarkan ikatan dasinya setelah meletakkan sebuket lili putih di atas meja kerja Soojung. “Saya baru saja dari depan dan ada seorang kurir yang mengirimkan bunga itu untumu. Jadi, saya bawakan ke sini saja,” ujar lelaki itu dengan nada suara yang aneh. Ada nada dingin dan kesal membaur, entah mana yang mendominasi.

“Siapa yang mengirim?” Soojung memutuskan untuk melihat kartu yang terselip pada karangan lili putih itu. Dan kedua bola mata gadis itu melebar ketika mendapati pesan yang tertera berikut nama si pengirim.

Lili putih cantik untuk Jung Soojung yang cantik. 

Kang Minhyuk.

“Lain kali—“ Pak Choi menatap tajam Soojung melalui kedua lensa gelapnya. Tatapan tajam yang tidak pernah lelaki itu berikan kepada Soojung sebelum ini. “—minta kekasihmu agar tidak mengirimkan sesuatu ke tempat kerja. Itu mengganggu.”

“Tapi, itu bukan—“

Tidak ada alasan yang ingin didengar oleh Pak Choi. Lelaki itu beranjak bahkan sebelum Soojung sempat membela diri. Soojung menjatuhkan diri segera di bangku. Membenamkan wajah dengan kedua telapak tangannya. Ini hal terburuk yang pernah dialaminya. Mendapat bunga dari seseorang yang tidak diinginkan termasuk teguran dari si bos yang biasanya begitu memperhatikannya.

“Sudah kuduga, Pak Choi ada rasa padamu.”

Soojung tidak peduli dengan pendapat Seunghwan. Mau Pak Choi ada rasa atau tidak, yang jelas lelaki itu baru saja menegurnya. Dan Soojung benar-benar malu karenanya. Gadis itu merebahkan kepala di atas meja. Merutuki nasib sialnya sejak dikenalkan dengan sepupu Seulgi—Kang Minhyuk.

Adakah yang lebih buruk dari ini?

O0O

“Jangan tertawa!”

Jongin tidak peduli. Lelaki itu terus saja menyemburkan tawa selepas Soojung menceritakan mengenai Kang Minhyuk dan gangguan-gangguan lelaki itu terhadapnya selama seminggu penuh. Termasuk soal yang terakhir kali, lili putih kiriman lelaki itu sekaligus teguran si bos karena mengira jika karangan bunga tersebut dikirimkan oleh kekasih Soojung.

“Tapi, aku setuju dengan Seunghwan. Kupikir bosmu itu menyukaimu,” komentar Jongin setelah berhasil meredakan tawanya.

“Hentikan soal Pak Choi, Jong. Yang jadi masalah di sini adalah Minhyuk. Dia benar-benar getol sekali mendekatiku,” Soojung menggerutu kesal. Gadis itu meraup segenggam keripik kentang begitu saja. Membuat remahannya mengotori karpet hingga Jongin bergedik jijik.

“Aku yakin jika Pak Choi dan Kang Minhyuk melihat kelakuanmu, mereka akan mundur serentak. Tidak jadi menyukaimu.”

“Sial.”

Jongin menggerakkan lengan menangkis lemparan keripik kentang yang ditujukan kepadanya. “Lagi pula kenapa tidak coba saja dengan Minhyuk, sih. Kami mengenalkannya dengan maksud yang baik, tahu.”

Tangan Soojung yang tengah merogoh keripik kentang dari wadahnya terhenti bergerak. Gadis itu mengerjap pelan sebelum melayangkan tatapan mematikan ke arah Jongin. “Apa maksudmu? Kau dan Seulgi memang sengaja, yah?”

Cengiran lebar diberikan Jongin. Lelaki itu mengusap tengkuk salah tingkah, merasa ketahuan melakukan sesuatu yang tidak benar. “Maaf, kami hanya sekadar berterima kasih. Mengenalkanmu dengan lelaki yang baik, siapa tahu cocok. Tidak tega juga aku melihatmu sendiri sepanjang hayat, Jung,” ungkap lelaki itu berterusterang.

Soojung mendengus untuk kesekian kali. Ada sekelumit kekecewaan karena Jongin ternyata juga terlibat dalam perjodohan yang dilakukan Seulgi kepada Soojung. Padahal sebelumnya lelaki itu bertengkar dnegan Seulgi karena masalah ini. Namun, keputusannya cepat berubah. Daripada berada di pihak Soojung, kini Jongin melangkah ke pihak Seulgi.

“Jung, coba sajalah. Minhyuk itu lelaki yang baik. Dokter lagi.”

Soojung menatap Jongin lekat-lekat, tepat ke arah manik kelam lelaki itu. “Kau benar-benar menginginkannya? Soal aku memberi kesempatan kepada Minhyuk?”

Jongin mengangguk tanpa ragu. Membuat Soojung tersenyum masam dengan segala kepahitan ditelan bulat-bulat. Seperti biasa, jika Jongin meminta, mana bisa Soojung menolak?

O0O

Senyum terpatri manis di wajah Kang Minhyuk. Berulang kali Soojung mendapati lelaki itu mencuri pandang ke arahnya sembari tersenyum begitu lebar. Meski senyuman Minhyuk tampak normal, tetapi Soojung justru merasa risih menerimanya. Entah mengapa saat ini Soojung malah merasa lelaki itu tengah menelanjanginya melalui pandangannya.

“Aku senang akhirnya kamu menerima ajakan makan siangku,” ungkap lelaki itu dengan senyum terus terukir menambah kadar ketampanannya. Soojung bukan gadis sok yang tidak mau mengakui ketampanan Minhyuk. Sungguh, Minhyuk tampan. Hanya dia tidak seperti Jongin.

Oh, Soojung merutuki diri dalam hati. Jika Seunghwan mengetahui kalau dirinya baru saja—sekali lagi—membandingkan Minhyuk dengan Jongin, maka habislah dirinya.

“Yah, senang juga bisa menghabiskan waktu bersamamu.” Soojung mencoba bersikap ramah dengan menanggapi obrolan yang coba Minhyuk bangun. “Kita belum mengobrol banyak di pertemuan pertama. Kurasa ini sedikit canggung,” ungkap Soojung sembari menyuapkan sepotong beef steak ke dalam mulutnya.

“Kamu benar,” Minhyuk mengangguk. “Kurasa kita perlu merencanakan pertemuan-pertemuan selanjutnya agar tidak merasa canggung lagi.”

“Uhhuk ….”

“Soojung-ssi? Kamu baik-baik saja?”

Soojung menggerakkan telapak tangannya. Mengungkapkan melalui gesturnya bahwa dia baik-baik saja. Gadis itu meraih serbet makan untu mengusap bibirnya lantas tersenyum. Senyum kaku yang masih menandakan kalau gadis itu terkejut dengan pengakuan Minhyuk yang sangat spontan.

“Ah, kamu pasti merasa aneh dan tidak nyaman dengan perkataanku tadi.”

Benar sekali—ingin Soojung mengungkapkan demikian, tetapi gadis itu tahan. Prinsip Soojung adalah menolak dengan baik jika memang tidak suka, bukan malah menyakiti hati lelaki yang punya niat baik untuk mendekatinya. “Tidak apa-apa. Aku hanya sedikit terkejut.”

Rona wajah Minhyuk yang semula menunjukkan ketidakenakan berangsung berubah. Lelaki itu kembali menyunggingkan senyum, bahkan mengusap area belakang lehernya—salah tingkah. “Aku baru pertama kali seserius ini untuk mendekati seorang gadis,” ujar lelaki itu.

“Aku sama sekali tidak mengira jika aku serius pada pilihan Seulgi.” Soojung yang mulai kembali santap siangnya terhenyak. Gadis itu mengerjap beberapa kali sebelum mendongak dan kembali bersitatap dengan Minhyuk. “Kamu tahu, aku sangat tidak suka dijodohkan seperti ini. Apalagi Seulgi sempat bilang kalau kamu itu teman pacarnya yang suka mengganggu.”

“Apa?”

Bibir yang terkulum rapat. Minhyuk menggeram dalam hati, memaki dirinya sendiri. Sial, dia baru saja cari mati dengan mengungkapkan maksud awal dirinya dikenalkan dengan Soojung. Meski sekarang Minhyuk sudah tidak memedulikan tujuan Seulgi mengenalkannya pada Soojung, tetap saja Soojung pasti peduli. Dianggap pengganggu oleh kekasih dari sahabatnya, bukankah itu menyakitkan?

“I-itu—“ Bola mata Minhyuk bergerak liar. Entah mengapa lelaki itu tidak berani membalas tatapan penuh mengintimidasi milik Jung Soojung. “Bi-bisa aku jelas—“

“Jelaskan saja,” sela Soojung dengan nada dingin begitu terasa saat gadis itu bersuara. Pisau dan garpu telah diletakkan di sisi-sisi piring gadis itu. Punggungnya diletakkan pada sandaran kursi. Sambil menatap Minhyuk, gadis itu bersedekap, menunggu penjelasan dari lelaki itu.

“Seulgi bilang akan mengenalkanku dengan teman pacarnya.” Minhyuk menarik napas dalam sebentar. Mengisi paru-parunya dengan pundi-pundi oksigen untuk mengurangi kegugupannya. “Dia bilang kamu sedikit mengganggu. Menurut Seulgi, kamu terlalu dekat dengan Jongin untuk ukuran sahabat. Bahkan terkadang Jongin lebih memprioritaskan dirimu ketimbang dirinya, termasuk soal pertengkaran mereka terakhir kali,” jelas lelaki itu panjang lebar.

“Jadi, Seulgi khawatir dengan kedekatanku dengan Jongin dan memintamu untuk—“

“Mendekatimu,” Minhyuk melanjutkan dugaan Soojung begitu saja. Lelaki itu bahkan mengangguk untuk mempertegas semuanya. Membuat Soojung menganga lebar, tidak percaya saja kalau Seulgi sepicik itu.

“Aku akhirnya mau melakukannya karena kasihan dengan Seulgi. Kami ini sama-sama anak tunggal, Seulgi sudah kuanggap seperti adikku sendiri. Aku tidak rela saja jika dia merasa disaingi olehmu yang hanya sahabat Jongin,” ungkap lelaki itu begitu jujur. Menurut Minhyuk sudah kepalang basah, basah saja sekalian. Toh, lelaki itu berniat serius untuk mendekati Soojung pada akhirnya, jadi dia berniat jujur agar jalannya untuk dekat dengan Soojung dilancarkan.

“Aku minta maaf,” ujar lelaki itu dengan penuh penyesalan. “Aku tahu jika tujuan awalku mendekatimu salah, tapi aku benar-benar serius kali ini. Ketika pertama kali bertemu denganmu, aku suka. Aku tidak tahu bagaimana, yang jelas aku menyukaimu, ingin lebih mengenalmu, yah begitulah.” Lelaki itu terkekeh malu-malu. Merasa kena karma karena sebelumnya berpikiran negatif pada Soojung.

“Jadi setelah ini, aku masih boleh dekat dan mengenalmu lebih jauh, bukan?”

Soojung menatap malas ke arah Minhyuk yang memandangnya penuh harap. Tanpa bersuara sama sekali gadis itu memilih bangkit. Meninggalkan Minhyuk meski lelaki itu memanggil namanya berulang kali.

Setelah mengungkapkan semua, Minhyuk masih berharap Soojung memberinya kesempatan? Tenggelamkan saja Minhyuk ke rawa-rawa.

O0O

Apalagi Seulgi sempat bilang kalau kamu itu teman pacarnya yang suka mengganggu.

Kata-kata Minhyuk siang tadi terus terngiang di kepala Soojung. Berulang kali, hingga gadis itu hapal tiap katanya di luar kepala. Membuatnya tidak fokus bekerja hingga memilih izin pulang kerja lebih awal.

Sebenarnya Pak Choi agak segan memberi ijinnya. Namun, melihat raut kusut Soojung, membuat lelaki berusia 30-an itu luluh dan memberi izin. Sempat bosnya itu menawarkan diri untuk mengantar Soojung pulang, tetapi gadis itu tolak dengan alasan tidak mau merepotkan. Dan berakhir dia berada di sini, di apartemennya. Berbaring di atas sofa sembari menggulung diri dengan selimut tebal.

Soojung memandang kosong ke arah televisi yang sedang menyala. Ada acara lucu yang ditayangkan di sana, tetapi tidak berhasil membuat Soojung tertawa. Gadis itu tetap diam, mengatupkan bibir rapat dengan raut tanpa ekspresi. Pikiran gadis itu berkelana ke semua memori yang mampu dijangkaunya. Memori mengenai hubungannya dengan Jongin, juga kekasih lelaki itu.

Soojung mungkin telah lama menyadari kalau Seulgi tidak terlalu menyukainya. Namun, mengetahui kenyataan itu secara langsung sungguh menyakitkan. Terutama karena Soojung mengetahui itu semua dari mulut orang lain—Kang Minhyuk. Soojung merasa terkhianati, atau apalah namanya—Soojung tidak tahu. Yang jelas selama ini Seulgi selalu bersikap ramah dan baik terhadap Soojung, jadi gadis itu merasa kalau Seulgi mau mengerti. Ternyata tidak.

Lebih parah, Seulgi malah membuat satu konspirasi dengan Minhyuk untuk mengamankan posisi Jongin sebagai kekasihnya. Yang benar saja?

“Soojung, kamu sakit?”

Soojung melihat sosok Jongin yang baru datang melalui ekor matanya. Sejak kasus pertengkaran besar Jongin dan Seulgi, lelaki itu memang bebas memasuki apartemen Soojung. Jadi, jangan heran kalau lelaki itu berhasil masuk ke apartemennya tanpa bantuan Soojung sama sekali.

“Kata Minhyuk, kalian makan siang tadi. Bagaimana hasilnya?”

Soojung terkesiap, buru-buru gadis itu terbangun dari tidurnya dan menatap Jongin yang duduk di lantai dekat sofa yang di dudukinya. “Minhyuk cerita?” tanya Soojung dengan kedua bola mata yang membelalak.

Jongin mengangguk sebagai jawaban. “Dia bilang awalnya pertemuan kalian normal, baik-baik saja. Tapi, kamu pergi tanpa bilang apa-apa. Dia tanya padaku mengenai keadaanmu,” terang lelaki itu panjang lebar. “Lagipula, kamu kenapa? Katanya mau memberi Minhyuk kesempatan untuk dekat. Kok ditinggal?”

Dengusan lirih Soojung loloskan. Minhyuk hanya menceritakan soal dia yang pergi tiba-tiba tanpa pamit, tidak mengatakan hal yang terjadi sebelum itu. Mungkin Minhyuk berniat melindungi Seulgi, karena jika Jongin tahu alasan awal Minhyuk mau dikenalkan dengan Soojung maka pertengkaran lebih besar akan terjadi. Dan mungkin saja kali ini Seulgi dan Jongin tidak akan berbaikan lagi.

Namun, gagasan semacam itu tidak buruk juga. Soojung menyukainya.

“Soojung?” Jongin mengibaskan telapak tangan di depan wajah Soojung. “Jangan melamun. Jawab pertanyaanku.”

Sekali lagi Soojung mendengus. Dengan acuh gadis itu kembali merebahkan diri di atas sofa. Tidak peduli meski Jongin menatapnya dengan kedua bola mata yang melebar. “Soojung!”

“Kamu mau jawaban seperti apa, Jong?” Soojung akhirnya bersuara. Gadis itu menarik selimut tebalnya hingga batas leher lantas melirik sebentar ke arah Jongin. “Mau kamu aku menjawab seperti apa? Toh, sepertinya bagi kamu aku yang salah karena bersikap tidak sopan kepada Minhyuk. Aku heran, teman kamu Minhyuk atau aku, sih?”

Kata-kata Soojung yang begitu menohok, berhasil membungkam bibir Jongin. Lelaki itu terdiam, merenungi perkataan Soojung. Benar, lelaki itu sudah bersikap tidak adil kepada Soojung dengan hanya mempertimbangkan apa kata Minhyuk. Jongin mengenal Soojung lebih lama dari Minhyuk, harusnya lelaki itu jika Soojung tidak mungkin bersikap tidak sopan tanpa satu alasan yang logis. Agak menyesal Jongin karena dirinya terkesan tidak percaya pada Soojung.

“Maaf,” Jongin bergumam lirih. “Kamu tahu kalau Minhyuk itu sepupu Seulgi, ‘kan? Jadi tanpa sadar aku ingin menyenangkannya, tanpa berpikir kalau mungkin bukan kamu yang salah.”

Soojung menggumam tidak jelas. Gadis itu memutar bola matanya malas. Kalau sudah disinggung begini saja Jongin membelanya. Jika tidak, pasti lelaki itu leih memilih di pihak Minhyuk yang notabene sepupu kekasihnya. Jongin pasti lebih takut kehilangan Seulgi ketimbang dirinya. Dasar lelaki menyebalkan.

“Memang apa yang sudah terjadi, sih?”

Jemari Jongin bergerak untuk mengusap kepala Soojung. Merapikan anak-anak rambut yang menutupi wajahnya tanpa peduli jika Soojung mungkin merasa tidak nyaman dengan perlakuan Jongin. Iya, Soojung tidak nyaman, tapi dia suka.

“Soojung?”

Soojung tidak kunjung menjawab. Gadis itu memikirkan kemungkinan yang terjadi jika dirinya berterusterang mengenai hal apa yang membuatnya kecewa pada sosok Kang Seulgi dan Kang Minhyuk. Soojung mungkin kesal dengan Seulgi, tetapi dia juga tidak setega itu untuk menjatuhkan Seulgi di mata sang pacar tercintanya ini.

Jongin memang harus tahu seperti apa kekasih lelaki itu memandang Soojung. Namun, Soojung memilih menahan diri. Biarlah Jongin tahu dengan sendirinya tanpa keterlibatan Soojung. Kalau Soojung masih nekat terlibat yang ada dirinya semakin dicap sebagai pengganggu, bahkan perusak hubungan orang.

“Bukan apa-apa. Hanya ilfeel soalnya dia main ingin mengenal diriku lebih jauh.” Soojung memilih alasan itu sebagai jawaban. Lagipula dia tidak berbohong. Dia memang tidak terlalu nyaman dengan sikap blakblakan Minhyuk.

Jongin menghela napas panjang. Dia masih merasa bahwa ada satu hal yang Soojung sembunyikan darinya, tetapi lelaki itu tidak ingin bertanya lebih lanjut. Mereka punya kesepakatan untuk tidak saling memaksakan sesuatu untuk bercerita. Kalau merasa perlu, yah cerita saja. Kalau tidak, yah tidak perlu. Karena memiliki toleransi semacam itulah Jongin dan Soojung bisa bertahan dengan persahabatan mereka yang semacam ini.

“Kamu tidak suka dengan Minhyuk, yah? Kalau begitu biar aku bilang supaya dia tidak mendekatimu lagi,” ujar Jongin dengan jemari tetap memainkan anak rambut Soojung. Entah mengapa Jongin suka melakukannya. Helaian rambut Soojung begitu lembut, nyaman ketika dibelai.

Soojung mengerjap cepat. “Kamu mau melakukannya?” Gadis itu menatap Jongin penuh harap melalui kedua lensa beningnya. “Nanti bagaimana dengan Seulgi?”

“Dengar yah, Soojung.” Jongin meraih wajah Soojung. Menangkup kedua pipi gadis itu dan menekannya hingga bibir gadis itu sedikit mengerucut. “Aku dan Seulgi mengenalkanmu dengan Minhyuk dengan harapan kamu bisa mulai dekat dengan lelaki dan akhirnya punya pasangan. Tapi, tidak juga harus cocok. Kalau belum cocok namanya bukan jodoh. Yah, tidak masalah buat kami. Yang penting kamu sudah mau menyambut niat baik kami, itu cukup.”

Soojung mengedipkan kelopak matanya beberapa kali. Merenungi baik-baik apa yang Jongin katakan. Dan apa yang selanjutnya lelaki itu katakana jauh lebih membuatnya merasa tersanjung. “Lagipula kamu itu sahabat yang paling kusayangi. Aku mau kamu dapat yang terbaik. Yang sayang sama kamu. Yang kamu sayang. Yang melindungi kamu. Paling penting bisa membuatmu nyaman. Kalau ada yang berani menyakitimu, aku juga tidak akan tinggal diam, termasuk jika itu Kang Minhyuk.”

Soojung menahan napasnya. Dia terharu, sungguh. Dia mungkin memang bukan kekasihnya Kim Jongin, tetapi Jongin menyayanginya dengan sepenuh hati. Membuat Soojung semakin berharap lebih.

“Jangan menatapku seperti itu.” Jongin terkekeh saat menyadari bahwa selaput bening sudah melapisi lensa bening sahabatnya. “Kalau tampangmu seperti itu, membuatku gemas. Jadi ingin cium.”

“Cium saja.”

Jongin tertegun. Namun, beberapa detik kemudian lelaki itu tertawa sambil mengacak rambut Soojung. “Hahaha …. Selera humormu masih payah, Jung.”

Soojung mendengus. Andai Jongin tahu, bahwa yang diungkapkannya barusan bukan candaan.

O0O

“Aku bertekad menunggu.”

Seunghwan yang sedang mengetik bahan artikelnya mengernyit. Dengan cepat dia memutar kursi, menatap Soojung yang baru saja menempati kursi di sebelahnya. Gadis itu baru saja keluar dari kantor bos mereka—Pak Choi, dan tiba-tiba mengatakan hal yang aneh. Bagaimana Seunghwan tidak merasa heran?

“Aku mau menunggu Jongin.”

“Apa?”

Soojung mengangguk tanpa ragu. Gadis itu bahkan mengabaikan Seunghwan yang menganga lebar, nyaris menjatuhkan rahangnya. “Aku mau menunggu Jongin sampai putus yang sesungguhnya dengan Seulgi.”

“Kamu gila, Soojung?”

“Tidak.” Soojung kini menggeleng tegas. Gadis itu sudah menetapkan keputusannya setelah berpikir keras semalaman.

Soojung tidak pernah berpikir untuk merebut Jongin dari sisi Seulgi, tetapi gadis itu yang membuat Soojung mengubah keputusannya. Seulgi yang telah lebih dulu mengibarkan bendera perang dengan menyodorkan Minhyuk sebagai tameng agar Soojung tidak mendekati kekasihnya. Jadi, sesuai dugaan aneh Seulgi, Soojung akan menunggu dia putus dengan Jongin.

“Soojung, jangan main-main!” Seunghwan memperingatkan. “Merebut pacar orang itu tidak—“

“Aku bilang hanya mau menunggu,” Soojung menyela, memperbaiki dugaan Seunghwan. Dia memang beniat hanya untuk menunggu. “Yah, tapi aku juga akan membuat Jongin lebih nyaman denganku. Tapi, bukan dalam artian merebut dengan tidak tahu malu.” Soojung meringis memamerkan deretan gigi putihnya.

“Mau sampai kapan, Soojung?”

“Sampai putus. ‘Kan aku sudah bilang Seunghwan. Aku menunggu Jongin sampai putus.”

Seunghwan menghela napas panjang. Inilah yang Seunghwan takutkan selama ini. Seunghwan bukan gadis bodoh yang tidak bisa menilai bagaimana perasaan Soojung kepada Jongin. Gadis itu sudah menduga bahkan sebelum Soojung menyadari perasaannya pada Jongin. Dan sekarang semua terjadi.

“Sudahlah.” Soojung bangkit dari kursinya. Merapikan rok hingga menutupi separuh lututnya dan merapikan kemeja kelabunya yang tampak kusut. “Aku mau membuat kopi di pantry, mau kubuatkan?”

“Tidak. Terima kasih.”

Kepala Seunghwan masih berdenyut sepeninggal Soojung. Gadis itu memijat pangkal hidungnya—frustasi. Seharusnya Seunghwan lebih nekat menjodohkan Soojung dengan lelaki lain supaya teman sekantornya itu tidak menyadari perasaannya kepada Jongin. Seunghwan merasa dia terlambat sekarang. Hanya penyesalan yang memenuhi pikirannya.

Pandangan Seunghwan beralih. Menatap ponselnya yang baru saja memberitahukan bahwa dirinya mendapatkan pesan dari sang kekasih—Park Chanyeol.

Nanti makan siang bersama, bagaimana?

Entah kenapa dengan membaca pesan yang dikirim Chanyeol, Seunghwan merasa kesempatannya terbuka lebar kembali. Gadis itu tersenyum miring lantas segera menghubungi sang kekasih melalui sambungan telepon.

“Chanyeol?”

Hei, aku tidak menyangka kamu membalas pesanku dengan menelepon.” Lelaki itu terkikik, menggoda Seunghwan yang kini memutar bola matanya malas.

“Sehun masih kosong, bukan?”

Kosong, sepertinya.” Seunghwan bersorak dalam hati. Kesempatan menyelamatkan Soojung dari penantian panjang tidak berarti terbuka sudah.

“Kalau begitu ajak dia makan siang kali ini. Kita lanjutkan rencana kita untuk mengenalkannya dengan Soojung, bagaimana?”

.

.

.

TBC

 

Makasih sudah membaca. Review please?


Viewing all articles
Browse latest Browse all 621

Trending Articles