Sing For You
“Because of you, I can’t stop playing.”
by Shinyoung
Main Cast: Kim Jongin & Jung Soojung || Support Cast: Oh Sehun & Bae Joohyun || Genre: Drama, Romance, School Life || Length: Multi-chapter || Rating: PG-15 || Credit Poster: IRISH @ Poster Channel || Disclaimer: Cast belongs to God. No copy-paste. Copyright © 2016 by Shinyoung.
Chapter 2 — Full Team
*
“Kalau begitu, apa yang sudah kau siapkan?”
Soojung langsung membalikkan tubuhnya dan menemukan sosok Kim Jongin yang telah berdiri di belakangnya. Laki-laki itu melipat kedua tangannya di depan dadanya, kemudian memasang wajah yang tampak menantikan sesuatu.
Dia?
Itulah yang terlintas di pikiran Jung Soojung ketika pertama kali melihat Jongin yang berdiri di belakangnya. Soojung ingin bertanya mengapa laki-laki itu ada di ruang band, namun dia mengurungkan niatnya, menyadari bahwa pertanyaan yang diajukannya adalah pertanyaan bodoh.
Soojung tak berkomentar. Dia membungkuk sebentar.
“Namaku—”
“Tidak perlu,” potong Kim Jongin. “Aku sudah tahu namamu.”
“Ya! Kenapa kau lakukan itu? Aku juga ingin tau namanya,” ujar Sehun kesal. Kemudian, ia menoleh kepada Soojung dan tersenyum cerah. “Silahkan, kau bisa perkenalkan dirimu. Kalau kau diterima, aku juga harus tahu namamu, bukan?”
Soojung tersenyum kikuk. Dia tidak tahu dia ingin marah atau tidak karena Jongin telah memotong salam perkenalannya. Yang sekarang dipikirkannya adalah haruskah dia tetap melanjutkan untuk bergabung dengan band ini atau tidak. Setelah tahu bahwa ada Jongin di band itu.
“Kalau begitu, aku akan ulang,” ujar Soojung.
“Ya! Ya! Tunggu sebentar!”
Seorang gadis lain tiba-tiba memasuki ruang band tersebut, kemudian tersenyum lebar ke arah Soojung. Soojung menatap gadis itu dengan kerutan kening, namun dia pun teringat bahwa gadis itu memang merupakan bagian dari band ini. Mengingat bahwa gadis itu lah yang menempelkan pengumuman di hari pertamanya masuk sekolah.
“Ah, kau, rupanya. . .”
“Ne, sunbae.” Soojung kembali membungkukkan tubuhnya.
Sehun melirik Joohyun yang sudah ada di sampingnya, kemudian menyikut badan gadis itu. Joohyun langsung meringis pelan, lalu memberikan Sehun tatapan sinis, yang membuat mata Sehun langsung sakit.
“Kau kenal dia?” tanya Sehun berbisik.
“Tidak.” Joohyun menggeleng. “Aku bertemu dengannya saat menempelkan pengumuman tentang band kita minggu lalu.”
“Sudah selesai bicaranya?” tanya Jongin akhirnya memotong pembicaraan hangat Sehun dan Joohyun. “Kalau sudah, mari kita dengarkan perkenalannya. Kalian berdua tadi yang ingin mendengar namanya, bukan?”
Tidak ada yang menjawab Jongin. Baik Sehun maupun Joohyun memilih untuk mengatupkan bibir mereka, sadar bahwa mereka telah membuat Jongin merasa sedikit kesal. Maka, mereka pun hanya bisa saling sikut-menyikut, kemudian tersenyum tipis ke arah Soojung.
“Namaku Jung Soojung. Aku duduk di kelas 3 dari tahun pertama.”
“Ah, namamu Jung Soojung,” komentar Joohyun. “Kenapa aku merasa aku seperti pernah mendengarnya, ya?” Joohyun mengerutkan keningnya, berpikir sebentar, kemudian berhenti. “Sudahlah, lupakan saja. Mungkin salah ingat.”
“Namaku Oh Sehun,” Sehun memperkenalkan dirinya, lalu ia menunjuk Joohyun yang ada di sampingnya. “Kau pasti tahu dia? Dia ketua murid, Bae Joohyun.”
Mau tak mau, Soojung kembali tersenyum, kemudian menganggukkan kepalanya lagi. Lalu, ia melirik Jongin yang hanya diam saja, dia tidak berkomentar banyak. Dia tampak seperti orang lain yang ditemuinya minggu lalu, menurut Soojung.
Memori Soojung masih bagus, jadi dia masih ingat bahwa wajah laki-laki itu terlihat tulus saat meminta maaf kepadanya. Namun, sekarang dia menjadi orang yang benar-benar serius. Soojung tidak mengerti dan yang lebih penting lagi, dia tidak ingin mengerti.
“Jadi, apa yang ingin kau tunjukkan kepada kami?” tanya Jongin setelah lengang beberapa saat.
“Aku sebenarnya ingin menyanyi sambil memainkan piano,” jawab Soojung ragu-ragu. Wajahnya tampak bingung, namun dia tetap meneruskan kalimatnya. “Aku yang menulis lagunya, tapi sayangnya belum selesai. Aku baru menulisnya sampai chorus pertama. Apa tidak apa-apa?”
Joohyun menatap gadis itu dalam-dalam. Ia mengerutkan keningnya, seolah berpikir keras. Dia merasa bahwa dia pernah melihat gadis itu, namun memorinya memang tidak baik. Jadi, dia memutuskan untuk menghela napas panjang, kemudian menggelengkan kepalanya untuk tetap fokus.
“Kau kenapa?” tanya Sehun berbisik kepada Joohyun.
“Baik.” Irene menatap Soojung lagi. “Hanya saja, aku merasa aku seperti pernah bertemu dengan gadis ini. Entah dimana, tapi ingatanku memang buruk. Tapi, sepertinya aku salah ingat.”
“Kau ini.” Sehun mendorong kening Irene pelan. “Jangan bergurau. Jongin sedang serius. Kau tahu bagaimana Jongin jika sedang serius, bukan? Sebaiknya kita juga serius.”
Joohyun diam, kemudian melirik Jongin yang sedang berpikir keras. Laki-laki itu mungkin sedang mempertimbangkan apa dia akan mengizinkan gadis itu untuk menyanyikan lagunya atau tidak.
“Nyanyikan saja,” kata Joohyun akhirnya.
Sehun melirik tajam ke arah Joohyun. “Jangan membuat keputusan.”
“Baiklah. Joohyun benar. Nyanyikan saja lagunya,” Jongin menyetujui. “Tapi, kau harus benar-benar menyanyikan lagu buatanmu. Bukan lagu orang lain yang diatasnamakan dirimu. Aku bisa langsung tahu itu.”
Soojung menganggukkan kepalanya. Kemudian, ia menghampiri piano yang sudah lama tidak dimainkan itu. Jari-jarinya bersiap di atas tuts piano dan mencoba untuk menekannya satu persatu, mengecek apakah piano itu masih layak atau tidak digunakan.
Denting piano yang masih terdengar sama seperti piano lain membuat Joohyun dan Sehun mengehela napas lega. Pasalnya, mereka sudah membuat spekulasi bahwa piano itu sudah rusak karena mereka belum sempat mengeceknya seusai membersihkan piano itu.
Lantas, Soojung memejamkan matanya, kemudian menarik napasnya dalam-dalam. Ia mulai meletakkan kedua tangannya di atas tuts piano, sesuai dengan posisinya. Ditegakkan tubuhnya agar nyaman.
Ia pun mulai menekan tuts piano itu dengan lembut. Selang beberapa detik, dia mulai bersuara, menyanyikan lagunya. Perlahan, namun pasti, Jongin mulai memejamkan matanya, mendengarkan dengan seksama lagu yang dinyanyikan oleh Soojung.
Sementara itu, Joohyun pun tersenyum tipis saat mendengar suara lembut milik Soojung. Lagu yang dibuat dalam bahasa Inggris itu berhasil membuatnya yakin bahwa gadis itu memang pantas untuk berada di dalam band.
Tepat, setelah chorus nya berakhir, Soojung pun menghentikan permainannya. Meskipun tidak berakhir dengan baik, Joohyun dan Sehun memberikannya tepuk tangan yang cukup meriah. Lain dengan Jongin yang baru membuka matanya, kemudian menatap gadis itu dengan pandangan tidak dapat dimengerti.
“Kalau begitu, aku ingin mengecek sekali lagi.” Jongin melipat kedua tangannya lagi di depan dadanya. “Coba kau nyanyikan lagu milik F.T. Island yang berjudul ‘I Wish’ hingga chorus pertama. Kalau bagus, aku akan menerimamu.”
“Kenapa mengeceknya lagi?” tanya Sehun tidak mengerti. “Suaranya sudah sangat bagus. Sangat cocok untuk bergabung dengan band kita, Kim Jongin.”
“Aku hanya ingin mengeceknya saja.”
“Tidak apa-apa, sunbae.” Soojung tersenyum tipis, berusaha menahan kekesalannya terhadap Jongin yang tidak yakin. “Aku akan menyanyikan lagu itu. Kalau sudah, kau akan memberikan pertimbanganmu, bukan?”
“Tentu saja.” Jongin mengangguk cepat.
Tanpa menunggu lagi, Soojung segera menyanyikan lagu milik F.T. Island yang berjudul ‘I Wish’. Ia menyanyikannya tanpa ada kesalahan sedikitpun dan mengakhirinya dengan sangat baik. Itu menurut Sehun dan Joohyun yang sejak awal sudah setuju dengan posisi Soojung sebagai vokalis.
“Baiklah, kau diterima.”
♪
“Wonjangnim*, ada yang ingin bertemu dengan Anda.”
*Wonjangnim: Kepala Direktur Rumah Sakit
“Siapa?”
Suara seorang wanita muda pun menjawab, “Direktur Kim Taeyeon.”
Pria itu menghela napas sejenak, kemudian menganggukkan kepalanya, walaupun dia tahu wanita yang sedang diajaknya berbicara tidak tahu dia melakukan hal itu. “Biarkan dia masuk dan siapkan teh seperti biasa.”
“Ne, Wonjangnim.”
“Kim Jonghoon.”
Pria berumur 43 tahun itu mengangkat wajahnya ke arah pintu ruang kerjanya. Seorang wanita berdiri di sana tersenyum tipis. Lantas, Jonghoon pun menutup kertas-kertas catatan pasien yang tengah dibacanya.
Wanita yang baru masuk itu menghampiri sofa yang berada di depan meja kerja Kim Jonghoon. Ia duduk di sofa tersebut, menunggu giliran Jonghoon untuk duduk di sofa kecil menghadap ke arahnya.
“Ada apa, Taeyeon-ah?”
“Tadi pagi aku dapat berita kalau Jongin membentuk sebuah band di sekolahnya.”
Jonghoon mengherutkan keningnya. “Lalu?”
Taeyeon mendorong lengan kakak laki-lakinya dengan pelan. Jonghoon hanya meringis pelan, kemudian menggosok-gosok lengannya. Pria itu menatap adiknya yang terpaut 3 tahun lebih muda dan menghela napas.
Sebuah ketukan kecil terdengar di pintu ruangan Jonghoon, kemudian Jonghoon langsung mempersilahkan orang itu masuk. Seorang wanita muda melangkah masuk dengan sebuah baki dan dua cangkir berisi teh di tangannya. Ia meletakkan satu-satu cangkir tersebut dengan hati-hati, kemudian membungkukkan tubuhnya sebelum meninggalkan ruangan tersebut.
“Kau ini ayahnya. Kenapa tanggapanmu seperti itu?” Taeyeon melipat kedua tangannya kemudian menatap kakaknya dalam-dalam. “Sejak kejadian itu, kau jadi merasa bersalah dengan Jongin, ya? Atau kau merasa kau tidak bisa lagi—”
“Jangan bicarakan kejadian itu. . .”
Wajah Taeyeon menjadi murung. Ia pun mengangguk pelan. “Arasseo.”
Jonghoon menatap adiknya. “Jangan bilang, kau ke sini hanya untuk membicarakan bahwa Jongin membentuk band di sekolahnya? Kalau kau tidak akan membicarakan masalah rumah sakit, sebaiknya kau pergi saja.”
Taeyeon mendengus kesal. “Arasseo! Arasseo! Aku ke sini untuk membicarakan dokter baru yang kau rekrut beberapa hari yang lalu itu.”
Jonghoon mengerutkan keningnya, sambil menyeruput tehnya sedikit demi sedikit. Ia meletakkan cangkirnya kembali di atas meja yang ada di hadapannya.
“Kenapa dengan Dokter Choi Siwon?”
“Bukankah dia juga terlibat dalam kejadian itu?” tanya Taeyeon sambil mengerucutkan bibirnya. Ia menenggelamkan dirinya ke dalam sofa yang didudukinya. “Kenapa kau membiarkannya kembali bekerja di sini? Apa kau tidak tahu kalau dia pasti akan melakukan sesuatu?”
“Biarkan saja,” jawab Jonghoon santai.
Taeyeon menatapnya tidak mengerti. Namun, Jonghoon melepaskan kacamatanya, kemudian menyimpannya di dalam saku jas putih Rumah Sakit Hanbyeol yang dikenakannya setiap hari sebagai seorang dokter. Pria itu berdiri dan melangkah mendekati jendela besar yang menghadap ke arah Distrik Gangnam.
“Aku punya alasan sendiri.”
“EH?” Taeyeon melotot ke arah kakaknya. “Kau punya rencana rupanya? Sekarang kau main rahasia denganku, Oppa? Kalau tahu begitu, aku tidak perlu memarahi laki-laki itu saat bertemunya.”
Jonghoon segera membalikkan tubuhnya, menatap adiknya tajam.
“Bukan seperti yang kau pikirkan,” kata Taeyeon cepat-cepat, menjelaskan situasi. “Aku tidak benar-benar memarahinya. Aku hanya memberikan beberapa siraman pedas untuk membangunkannya.”
“Ah. . . Benar-benar.” Jonghoon mengusap rambutnya ke belakang. “Itulah kenapa aku tidak mau memberi tahumu kebenarannya. Intinya, jangan mengambil langkah sendirian. Aku sudah menyusun rencanaku dengan baik.”
“Jadi, apa rencanamu?”
♪
“Kau pasti bercanda.”
“Aku serius.”
Kim Jongin mengusap wajahnya frustrasi. Dia menarik napas dalam-dalam dan melepaskannya secara perlahan. Ia kembali menatap Sehun dengan pandangan ragu-ragu, namun dia memutuskan untuk menghapus pikiran buruknya itu.
“Sebentar lagi dia akan datang. Tunggu saja.”
“Aku bahkan tidak yakin dia bisa bermain drum.”
“Ada apa?” tanya Joohyun yang tiba-tiba masuk tanpa aba-aba.
Di belakangnya, ada Soojung yang mengikutinya dengan wajah ragu-ragu. Soojung membungkukkan tubuhnya ke arah Jongin dan Sehun begitu memasuki ruangan dan duduk di atas kursi piano.
“Kau sudah tahu kalau Minhyung ingin mendaftar dalam posisi drummer?” tanya Jongin.
“EH?” Joohyun langsung melotot saat mendengar itu. “Lee Minhyung?”
“Iya. Lee Minhyung, siapa lagi kalau bukan dia.”
“Lee Minhyung, sepupumu itu?” tanya Joohyun lagi.
“Iya!” Jongin menatapnya kesal, dibalas dengan cemooh dari Joohyun. “Sehun yang mengajaknya untuk bergabung dengan band kita. Aku tidak tahu harus berkomentar apa lagi, tapi aku tidak yakin dia akan bermain dengan baik.”
“Dia akan bermain dengan baik.”
Perkataan Soojung membuat ketiga seniornya itu langsung bungkam dan menatap ke arahnya dalam-dalam. Sesaat Jongin memperhatikan gadis itu, dia merasa bahwa ada yang familiar dengan gadis itu, namun nihil.
Ketika Sehun ingin buka suara, bagaimana gadis itu bisa tahu, tiba-tiba sebuah ketukan pintu memecah keheningan. Empat orang yang berada di dalam ruang band langsung menoleh ke arah pintu. Seorang laki-laki dengan senyuman lebarnya dan pemukul drum di tangannya berdiri di depan pintu.
“Annyeonghaseyo.”
“Lupakan perkenalanmu,” potong Jongin kesal. “Cepat masuk dan—”
“Soojung!”
Laki-laki itu berteriak dengan kencang dengan mata yang berbinar-binar. Dia langsung berlari masuk dan menghampiri Soojung, kemudian memeluk gadis itu erat-erat. Sementara itu, Soojung hanya bisa pasrah, diperhatikan oleh ketiga seniornya lagi-lagi.
“Lee Minhyung. . . Lepaskan.”
“Yah. . .”
Lee Minhyung pun melepaskan pelukan itu, kemudian menatap gadis itu dalam-dalam dan tersenyum lebar. Namun, Soojung hanya mengabaikannya, kemudian menoleh kepada ketiga seniornya lagi.
“Dia salah satu saha—” Soojung berhenti sejenak. “Dia teman dekatku saat di sekolah menengah dahulu.”
Tiga seniornya itu lagi-lagi hanya menganggukkan kepalanya, seolah-olah mencoba untuk mengerti situasi tersebut. Sementara itu, Minhyung langsung tersenyum lebar, menuju ke arah drum yang ada di sudut ruangan.
“Aku hanya perlu memainkannya sesuai dengan lagu, bukan?” tanya Minhyung.
“Kau serius?” Jongin menatap laki-laki itu dalam. “Setahuku, satu tahun yang lalu, kau saja tidak bisa memukulnya dengan baik, kau selalu kehilangan beat-nya. Ini band serius, Lee Minhyung.”
“Dia serius, sunbae,” potong Soojung lagi. “Itu satu tahun yang lalu. Kau tidak tahu bagaimana dia bermain sekarang. Lain kali, tolong jangan langsung menilai seseorang berdasarkan apa yang kau lihat.”
Jongin menatap gadis itu tajam, bersiap untuk mengeluarkan puluhan ribu cacian kepada Soojung karena berani menasihatinya. Sementara, Sehun dan Joohyun langsung saling tatap, memberikan isyarat, seolah-olah mereka hendak kabur jika peperangan terjadi. Namun, peperangan itu berhasil dihentikan saat Minhyung memotong mereka.
“Aku akan main sekarang.”
“Baiklah,” kata Jongin akhirnya, menghela napas pelan.
Jongin menoleh ke arah Joohyun dan memberikannya isyarat untuk memasang sebuah lagu. Joohyun pun menganggukkan kepalanya, segera melaksanakan perintah dari Jongin. Sementara itu, Sehun membantu gadis itu mengambil sebuah speaker yang ada di meja utama ruangan band tersebut.
Tak lama kemudian, lagu milik CN Blue yang berjudul ‘I`m Sorry’ pun diputar. Minhyung menarik napasnya dalam-dalam, kemudian langsung memainkan drumnya, menyesuaikan dengan irama lagu tersebut. Tanpa melakukan kesalahan sedikitpun, dia menyelesaikan permaianannya dengan sempurna.
Sehun dan Joohyun yang masih tidak percaya pun hanya bisa ternganga, menatap laki-laki itu, kemudian memberikan sebuah tepuk tangan. Soojung tersenyum kecil ke arah lelaki itu, kemudian memberikannya dua ibu jarinya yang diacungkan ke atas. Tak lupa, dia juga memberikan tepuk tangan kecil.
Sementara itu, Jongin tersenyum tipis. “Kau sangat diterima, Lee Minhyung.”
♪
“Saat istirahat, kita akan membahas lagi soal kepengurusannya dan hal-hal lain yang kira-kira kita butuhkan.” Jongin menutup buku agenda kecil usang tersebut, kemudian membeirkannya kepada Sehun. “Aku perkenalkan sekali lagi, Oh Sehun, dia yang akan menjadi manajer. Dia akan mengurus semuanya.”
“Uh. . .” Sehun melirik Jongin di sampignnya. “Aku pikir tidak semuanya, tapi kalian juga ikut membantu. Kau pikir aku bintang lima dalam profesi seperti ini?”
Jongin terdiam sejenak, kemudian menghela napas pelan. Ia menganggukkan kepalanya pasrah. “Baiklah. Kita semua akan membantunya. Sekian dan kalian bisa pulang sekarang. Sampai jumpa besok.”
“Soojung-ah!” Minhyung merangkul gadis itu sambil tersenyum lebar. Soojung hanya tersenyum miring, kemudian menyingkirkan tangan Minhyung. “Kau mau pulang bersamaku? Aku bawa mobil.”
“Tidak. Kau pulang saja duluan, aku masih ada urusan.”
“Serius? Mau aku membantumu?” tawar Minhyung dengan senyuman lebarnya.
“Silahkan pulang.”
Soojung menjulurkan lidahnya ke arah lelaki itu, kemudian kembali memasukkan buku-bukunya ke dalam tasnya. Minhyung menghela napas pelan, kecewa, kemudian ia menganggukkan kepalanya, meninggalkan Soojung.
Joohyun dan Sehun yang sudah hilang entah sejak kapan, membuat keadaan ruangan band itu menjadi sepi, menyisakan Soojung dan Jongin yang entah masih ada urusan dengan sesuatu.
Sebelum benar-benar meninggalkan ruangan tersebut, Soojung menyampirkan tas punggunya ke bahunya, kemudian menghampiri Jongin yang sedang sibuk menyusun kertas-kertas. Soojung tidak ingin bertanya apa yang sedang dilakukan lelaki itu, namun dia tidak berhasil menutup rasa penasarannya.
“Sunbae.”
“Kau tidak pulang?” tanya Jongin tanpa menoleh ke arah Soojung.
Wajahnya tampak serius membaca kertas-kertas tersebut, kemudian meletakkan kertas-kertas tersebut ke atas meja, dan kembali mengurutkannya. Soojung diam, memperhatikan lelaki itu. Dia pun baru sadar bahwa itu adalah kertas partitur lagu milik angkatan sebelumnya.
Matanya menyelidik ke arah sudut kertas, menemukan sebuah tanggal di sana. Tepat sekali, itu adalah milik pengurus band 5 tahun yang lalu. Jongin sedang menyusunnya agar mendapatkan urutan kertas partitur yang tepat. Namun, lelaki itu tampak kesulitan.
“Mau aku bantu?” tawar Soojung akhirnya.
“Memangnya kau tahu?” Lagi-lagi Jongin bertanya tanpa menolehkan wajahnya sedikitpun ke arah Soojung. Dia serius memperhatikan kertas-kertas itu, seolah kertas-kertas itu lebih menarik daripada sosok Soojung.
Soojung hanya diam, membuat Jongin akhirnya menolehkan wajahnya, mengecek gadis itu. Akibat itu, wajah mereka menjadi terlalu dekat, membuat jantung Soojung langsung berdegup dengan kencang. Ia bahkan langsung menjauhkan tubuhnya ke belakang, namun dia gagal menyeimbangkan posisinya, membuat Jongin cepat-cepat menangkap tubuhnya.
Lagi-lagi, wajah mereka yang berdekatan, membuat Soojung langsung panik. Menyadari itu, Jongin segera membantu Soojung berdiri dengan sesuai, kemudian ia kembali menyibukkan dirinya dengan kertas-kertas tadi. Ia berdeham pelan, sementara Soojung mencoba menarik napas dalam-dalam.
“Terima kasih, sunbae.”
“Lupakan.”
“Aku bisa membantumu,” kata Soojung akhirnya. “Aku tahu lagunya.”
Jongin menoleh sedikit ke arah Soojung, memastikan agar kejadian sebelumnya tidak terulang lagi. Soojung yang berdiri tidak terlalu dekat pun menganggukkan ekpalanya yakin.
“Aku hafal lagunya karena kakakku dulu menyukai band itu.”
“Kakak?” Jongin mengerutkan keningnya. Namun, ia langsung menggelengkan kepalanya, melupakan untuk membahasnya. “Sudah. Kalau begitu, bantu aku menyusunnya. Aku sama sekali tidak tahu lagunya. Sangat berguna ada kau di band ini.”
“Terima kasih, sunbae.”
Soojung membungkukkan tubuhnya. Ia mengambil kertas-kertas partitur yang tak berurutan itu, kemudian menyimpannya ke dalam tasnya. Sementara itu, Jongin merapikan tasnya, kemudian melirik jam dinding yang menunjukkan tepat pukul 9 malam.
“Kau pulang dengan apa?” tanya Jongin.
“Bus,” Soojung menjawab. “Kau sendiri, sunbae?”
“Ayo, aku antar.” Jongin menyampirkan tasnya, kemudian menoleh ke arah Soojung yang terdiam sejenak. Ia menggerakkan dagunya ke arah jam dinding di dalam ruangan band tersebut, kemudian mengangkat sebuah kunci. “Ini sudah larut malam. Aku bawa mobil.”
Soojung menganggukkan kepalanya. “Terima kasih, sunbae.”
Jongin hanya diam, kemudian menunggu Soojung keluar dari ruangan band tersebut. Ia mengunci ruangan tersebut dan bersama dengan Soojung meninggalkan gedung sekolah yang sudah sepi itu. Meskipun ada beberapa murid di perpustakaan yang masih belajar.
Mereka menuju tempat parkir sekolah dalam hening. Sebenarnya, tujuan Soojung adalah meminta maaf kepada lelaki itu. Namun, dia akhirnya mengurungkan niatnya. Ia sudah memutuskan untuk meminta maaf kepada Jongin setelah dia turun dari mobil.
Sesuai dengan janjinya, Jongin benar-benar mengantarnya sampai rumahnya. Begitu turun, Soojuung langsung membungkukkan tubuhnya, mengucapkan terima kasih untuk entah yang ke berapa kalinya hari ini kepada Jongin. Jongin hanya menganggukkan kepalanya, kemudian bersiap melajukan kembali mobilnya.
“Tunggu, sunbae!”
“Ada apa?” Jongin mengerutkan keningnya.
“Maaf soal tadi di ruangan band.”
Jongin terdiam, menautkan alisnya, tidak mengerti dengan apa yang dibicarakan oleh Soojung. Melihat reaksi Jongin, Soojung pun menghela napas pelan, menyadari bahwa mengucapkan permintaan maaf tidaklah semudah yang ia bayangkan.
“Aku tadi memarahimu karena menilai Minhyung sesuai dengan yang kau lihat,” jelas Soojung dengan menyesal. “Aku benar-benar di luar kendali saat itu. Aku benar-benar minta maaf. Aku sangat menyesal.”
Jongin membuka mulutnya membentuk huruf ‘A’ sambil menganggukkan kepalanya begitu teringat. Dia juga baru sadar bahwa ini adalah kali pertama dia tidak teringat dengan kemarahannya. Padahal, biasanya, dia selalu meneruskan amarahnya.
“Lupakan, aku juga salah tadi,” kata Jongin. “Kau juga benar.”
“Intinya, aku minta maaf. Aku tidak akan melakukannya lagi, sunbae.”
Jongin tersenyum tipis, kemudian mengacak rambut gadis itu pelan. Mendapatkan sikap itu, Soojung langsung membulatkan matanya. Namun, Jongin bertindak seolah-olah dia tidak melakukan apa pun.
“Tidak usah seformal itu kepadaku, terutama pada Sehun dan Joohyun. Kau tidak perlu sampai menundukkan kepalamu saat menyapa kami,” kata Jongin.
Setelah itu, Jongin langsung melaju dengan mobilnya meninggalkan Soojung dalam diam. Seketika, Soojung merasa bahwa jantungnya kali ini kembali berdegup dengan kencang. Ia pun tersenyum tipis.
♪
“Soojung! Kau mau kemana?” tanya Jinri setengah berteriak.
“Huh?” Soojung membalikkan tubuhnya. “Aku mau ke ruang band. Ada yang harus kami bicarakan. Kau ke kafetaria dengan yang lain saja. Aku akan ke kafetaria bersama Minhyung.”
“Minhyung?”
“Ceritanya panjang.”
Tanpa basa-basi lagi, Soojung segera meninggalkan kelas. Dia tidak peduli Jinri yang memanggilnya terus-menerus. Lagi pula, gadis itu juga sudah punya teman yang lain yang bisa diajaknya ke kafetaria selain dirinya.
Dalam waktu 2 menit, dia sudah tiba di ruang band. Di sana sudah ada Jongin, Sehun, dan juga Joohyun yang entah membicarakan apa. Gadis itu melangkah dengan perlahan, kemudian mendekat ke arah ketiga seniornya itu.
“Ah, kau sudah datang, Soojung,” sapa Joohyun.
“Ne, sunbae.”
“Berhenti memanggilnya sunbae. Dia tidak terlalu suka senioritas,” ujar Sehun sambil tersenyum tipis ke arah Soojung. Namun, dibalas dengan tatapan bingung oleh Soojung, membuat Sehun langsung tertawa pelan. “Maksudku, kau bisa memanggilnya panggilan ‘Eonni’ atau semacam itu.”
Joohyun menganggukkan kepalanya setuju. “Benar. Kau bisa memanggilku ‘Eonnie’. Tidak perlu merasa terbebani karena kita akan menjadi satu tim. Aku sebenarnya tidak terlalu suka formalitas, kecuali dalam keadaan serius.”
“Kau juga bisa memanggilku ‘Oppa’ kalau kau mau.” Sehun menyeringai, namun Joohyun segera menyikut lelaki itu. “Wae? Dia boleh memanggilku ‘Oppa’ dan aku tidak keberatan sama sekali.”
“Aigoo, kau lupa dengan pacarmu ini, ya?” tanya Joohyun kesal.
“Tentu saja tidak!” Sehun memeluk gadis itu, namun Joohyun segera menyikutnya.
Soojung hanya tertawa kecil melihat tingkah kedua seniornya itu. Kemudian, ia menggoyangkan tangannya. “Tidak, tentu saja tidak. Aku tidak akan memanggil Sehun sunbae seperti itu. Aku merasa kita belum terlalu dekat dan aku tidak berani untuk memanggilmu seperti itu.”
Joohyun tersenyum kecil. “Aku hanya bercanda. Kau tentu saja boleh memanggil Sehun dengan panggilan ‘Oppa’. Juga, kalau kau tidak keberatan, kau bisa memanggilku ‘Eonni’ dan aku tidak melarangmu sama sekali. Minhyung memanggilku ‘Noona’.”
“Baiklah, kalau kau tidak melarangku, Joohyun eo—eonni.”
“Hentikan basa-basinya, kita harus membahas band sekarang.” Jongin memecah kehangatan itu.
Sehun hanya meliriknya tajam. “Kenapa? Kau cemburu?”
Jongin membalas tatapan Sehun dengan kesal. “Kau mau mati?”
Joohyun hanya tersenyum tipis, kemudian ia menunjuk sebuah kursi kosong di sampingnya ke arah Soojung. “Kau bisa duduk di sana.”
Soojung mengangguk pelan, kemudian segera duduk di kursi kosong di antara Jongin dan Joohyun itu. Lalu, ia memperhatikan buku agenda yang berada di tengah-tengah mereka itu lamat-lamat.
“Kami sedang membahas posisi masing-masing di dalam band dan juga keperluan lainnya,” Joohyun menjelaskan. “Apa kau tidak mengajak Minhyung ke sini?”
“Aku mengajaknya. Tapi, dia bilang dia mau beli makanan dahulu, lapar.”
“Tepat sekali!” ujar Minhyung yang tiba-tiba muncul dari belakang.
Keempat orang yang tengah duduk melingkari meja itu langsung menolehkan kepala mereka ke arah pintu, mendapati Minhyung yang melangkah masuk sambil membawa beberapa makanan ringan di tangannya dan meletakkannya di atas meja.
“Kita bisa makan sambil membahasnya.”
“Terima kasih, Minhyung.” Sehun membuka salah satu makanan ringan tersebut dan membagikannya. Ia kembali menoleh ke arah Minhyung, lalu menepuk kepala laki-laki itu senang. “Kau tahu benar isi perutku. Kau penyelamat.”
“Tentu saja, Hyung.”
“Jadi, aku ulangi, ya,” Jongin mengawali pembicaraan seriusnya. “Soojung bertugas sebagai vokalis. Joohyun bertugas sebagai pianis atau nanti aku akan meminta Kepala Sekolah untuk membelikan kita keyboard. Sementara itu, Minhyung bertugas sebagai drummer. Aku sendiri sebagai gitaris.”
“Lalu, aku sebagai manajer kalian,” ujar Sehun sambil tersenyum lebar.
“Benar.” Jongin mengangguk setuju. “Kemudian, kita semua kecuali Sehun akan membuat lagu dan itu dirancang oleh kita semua. Aku dan Soojung akan bertugas dalam pembuatan musiknya. Sementara itu, Joohyun akan bertugas dalam memproduksi musiknya. Penampilan pertama kita akan dilaksanakan pada Hari Ulang Tahun SMA Kyunghee yang jatuh pada waktu 2 bulan lagi.”
Joohyun mengangguk. “Aku sudah meminta Park Chanyeol yang bertugas sebagai ketua acara tersebut untuk memasukkan kita. Jadi, dalam waktu 2 bulan ini kita harus memanfaatkan waktu kita untuk memproduksi satu lagu dan juga memperkenalkan diri kita lagi.”
♪
Seperti yang sudah dijanjikan, mereka berkumpul lagi ketika bel pulang sekolah berbunyi. Soojung kembali meninggalkan Jinri yang berteriak mengajaknya pulang bersama. Cepat-cepat, gadis itu berlari menuju ruang band.
Untuk pertama kalinya, dia lah yang tiba pertama di sana. Ia pun melangkah masuk ke dalam ruang band dan mengecek keadaan ruangan tersebut. Perlahan, ia melangkahkan kakinya menuju piano usang yang umurnya entah sudah berapa lama.
“Oh, sudah ada Soojung?”
Soojung segera membalikkan tubuhnya, kemudian menemukan Sehun yang dengan senyuman lebarnya melangkah memasuki ruangan band, kemudian dia mendekati gadis itu dan ikut menyentuh tuts piano usang tersebut.
“Jongin sunbae dimana?”
“Kau hanya menanyakan Jongin?” tanya Sehun penasaran, lalu tersenyum penuh misteri. “Kau tidak menanyakan Joohyun dan Minhyung?”
“B-bukan!” Soojung segera melambaikan tangannya. “Maksudku, aku ingin memberikan kertas partitur yang ia berikan kemarin kepadaku. Aku diminta untuk menyusunnya dan dia ingin melihat urutannya.”
“Tenang saja,” Sehun tetap menuntut. “Aku tidak akan memberi tahu Jongin. Daripada menyukainya, kenapa kau tidak menyukai Minhyung—ups, maksudku, kenapa kau menyukai Jongin? Jongin tidak pernah menyukai wanita.”
“Eh?”
Mendadak Soojung menjadi penasaran. Gadis itu membulatkan matanya ketika Sehun mengucapkan hal tersebut. Jika laki-laki itu tidak menyukai wanita, maka dia menyukai sesama. . . Mungkin, itu hanya spekulasi.
“Maksudmu, Sunbae?”
“Aku tidak bermaksud untuk mengungkapkannya.”
Sehun menjauhi Soojung, kemudian duduk di salah satu kursi dan menggerakkan dagunya ke kursi lainnya, meminta Soojung untuk duduk di sana. Soojung menurutinya, kemudian ikut duduk di sana.
“Maksudku adalah dia tidak akan menyukai gadis lain karena dia masih mencintai gadis itu. Gadis itu 2 tahun lebih tua daripada kami,” ujar Sehun mulai menjelaskan. “Jongin sangat mencintainya.”
“Jadi, dia adalah sunbae dari kalian?” tanya Soojung.
Sehun mengangguk, lalu melanjutkan, “Kami bertemu dengan gadis itu 5 tahun yang lalu ketika kami baru masuk Sekolah Menengah (SMP). Gadis itu menjadi salah satu senior yang cukup terkenal saat itu karena kecantikannya dan prestasinya dalam bidang akademis. Semua guru membanggakannya. Sampai akhirnya, Jongin mulai mendekatinya dan kami berdua menjadi akrab dengan gadis itu. Kami bertiga selalu bermain bersama, walaupun terkadang dia melarang kami untuk mengganggunya mengingat dia sudah kelas 3 dan akan menghadapi ujian.
“Sayangnya, sehari sebelum ujian dilaksanakan, dia mengalami kecelakaan tabrak lari. Sayangnya, gadis itu meninggal dalam perjalanannya menuju rumah sakit.”
Soojung terdiam cukup lama, hingga sebuah pertanyaan pun muncul di benak pikirannya. Pertanyaan yang daritadi selalu ia ingin tanyakan kepada Sehun karena Sehun terus menerus menyebutnya ‘gadis itu’.
“Lalu, siapa nama gadis itu?”
“Namanya—”
“Sedang apa kalian berdua?”
Jongin yang entah darimana muncul tiba-tiba, kemudian menghampiri mereka berdua. Laki-laki itu menatap Sehun, kemudian Soojung secara bergantian, meminta penjelasan tentang apa yang mereka lakukan.
“Kami hanya berbincang-bincang,” jawab Sehun santai. Ia melirik Soojung, kemudian memberikan isyarat untuk tidak mengucapkan apa pun dan mengikutinya. “Kami bosan menunggu yang lain datang, jadi aku hanya bercerita.”
Meskipun tampaknya Jongin tidak percaya, namun Soojung segera membenarkan perkataan Sehun dengan menganggukkan kepalanya cepat.
“Iya, benar! Sehun sunbae dan aku hanya bercerita.”
“Baiklah kalau begitu.”
to be continued.
July 26, 2016 — 08:00 p.m.
::::
a.n: jangan lupa memberi comment, likes, atau feedback yang lain jika kalian membaca ini. kritik dan saran juga sangat dibutuhkan demi keberlangsungan fan-fiction ini. oh, ya, kim jonghoon itu yesung karena terakhir kali dia bilang dia ganti nama jadi kim jonghoon, bukan kim jongwoon lagi. akhir kata, terima kasih banyak :)