Chapter 29 : Escape
Original Story by Lee-jungjung |
Cast : Jung Soojung, Kim Jongin, Oh Sehun |
Support Cast : Xi Luhan|
Length : Chaptered | Genre : Romance, Hurt, Angst | Rating: G
.
.
.
“Kalau kau menyerah, maka aku akan bergerak. Aku akan mulai memperjuangkan perasaanku mulai sekarang. Tidak seperti dirimu, aku tidak akan menyerah soal Soojung mulai sekarang.”
Jongin mengerjapkan kedua kelopak matanya. Ditatapnya Luhan begitu tajam. Mencoba mencari keseriusan dari lelaki itu. “Kau menyukai Soojung?” tanya Jongin penasaran.
Luhan hanya tersenyum menanggapi pertanyaan Jongin. Pemuda itu mengembuskan napas pelan sebelum mulai membuka suara. Memberikan jawaban yang ingin didengar oleh Jongin. “Aku mencintainya, Kim Jongin. Sejak dulu. Dan tidak ada yang mengalahkan perasaanku yang murni ini.”
.
.
.
.
Perkataan Luhan beberapa waktu yang lalu sangat mengganggu Jongin. Pemuda berkulit tan itu masih berada dalam masa gundah gulananya akibat sang pujaan hati tenyata sudah bertunangan dengan lelaki lain. Sialnya, orang itu adalah Oh Sehun, sahabat Jongin sendiri. Dan peluang Jongin untuk mempertahankan Soojung sangat kecil. Mengingat gadis itu sudah kecewa kepadanya dan juga mengingat bahwa Sehun adalah cinta pertama Soojung. Jongin yakin sekali pasti mudah untuk Soojung menerima Sehun. Tetapi, pernyataan perasaan Luhan benar-benar mencengangkan. Pemuda itu bahkan dengan tegas membanggakan perasannya untuk Soojung. seolah tengah menyindir Jongin yang tidak berani berjuang.
Bukan. Bukan karena Jongin pengecut. Dia hanya terlalu takut menyakiti hati Soojung sekali lagi.
“Apa yang sedang kau pikirkan, Kim Jongin?”
Jongin tersentak saat merasakan seseorang menepuk pundaknya. Keningnya mengerut begitu menyadari siapa pelakunya. Dia Xi Luhan. Pemuda bermata rusa itu menatap Jongin dengan pandangan mengejek. Seringaian kecil juga tidak lekang dari wajahnya. Jika ditilik kembali, Jongin mengira bahwa pemuda yang satu ini tengah merencanakan sesuatu yang beresiko dan berbahaya.
“Masih ada waktu 30 menit lagi sebelum acara dimulai,” gumam Luhan sambil mengecek jam tangannya. Pemuda itu lantas memasukkan telapak tangan ke dalam saku celana. Memandang lurus kepada Jongin seolah menantang. “Kutanyakan sekali lagi kepadamu, Kim Jongin. Apakah kau berniat untuk melepaskan Soojung dan sama sekali tidak memperjuangkan perasaanmu?”
Jongin membatu saat mendengar pertanyaan Luhan. Sekali lagi Luhan menanyakan hal itu. Dan Jongin rasa ini adalah pertanyaan Luhan yang terakhir kali.
“Jika kau masih ingin melepaskan Soojung, maka aku akan merenggut Soojung. Sudah kubilang bukan jika aku menyukainya,” ungkap Luhan dengan pandangan meremehkan. “Dan aku tidak sepengecut dirimu,” katanya lagi.
Jongin meresapi kata-kata Luhan. Baik-baik dia memikirkan resiko untuk tetap mempertahankan Soojung. Luhan benar, seharusnya dia tidak menyerah. Seharusnya Jongin berjuang untuk mendapatkan Soojung kembali. Sayang semua sudah terlambat. Jongin tidak mampu memutar waktu untuk mecegah semua yang akan terjadi nanti. Sebentar lagi Soojung akan resmi bertunangan dengan Oh Sehun.
“Tidak ada kesempatan lagi, Lu. Meski aku ingin,” ucap Jongin. Membuat Luhan mendecih malas.
“Bagaimana jika aku mengatakan bahwa masih ada satu kesempatan untukmu, Kim Jongin?”
Jongin memandang Luhan lekat. Menantikan apa yang akan Luhan katakan.
“Bawa lari Soojung, atau aku yang akan membawanya lari.”
O0O
Soojung duduk di sebelah bangku depan sebuah mobil dengan gelisah. Berkali-kali gadis itu menatap ke luar jendela. Mencoba mencari sosok Luhan yang seharusnya sudah segera tiba. Soojung jadi meragukan apa yang dijanjikan Luhan. Pemuda itu menjanjikan untuk membantunya terlepas dari Sehun dengan memawanya kabur. Tetapi, pemuda itu tidak terlihat semenjak tadi.
Tunggulah di sini sebentar. Harus ada yang kuurus. Kau percaya padaku, bukan?
Soojung mendengus kesal. Dia tidk bisa untuk tidak percaya pada Luhan. Terlebih mengingat perasaan Luhan kepada Soojung. Soojung yakin sekali bahwa Luhan akan memperjuangkan dirinya kali ini. Tidak seperti seseorang yang bahkan tidak berniat memberikan penjelasan apapun pada Soojung mengenai kesalahannya. Dia terkesan pasrah. Dan Soojung tidak mau nasibnya bergantung pada lelaki seperti itu.
Klek. Buk.
Soojung menoleh senang ketika merasakan bahwa seseorang baru saja memasuki mobil yang dinaikinya. Tetapi, kesenangan Soojung tidak berlangsung lama. Semua karena Soojung menyadari bahwa orang yang memasuki mobil ini bukan Xi Luhan. Melainkan sang mantan kekasih –Kim Jongin.
“Apa yang kau lakukan di sini, Kim Jongin?!” seru Soojung nyaris meledak. Gadis itu lantas berusaha mendorong Jongin untuk keluar dari mobil. “Seharusnya Luhan yang berada di sini! Keluar kau sekarang!” seru Soojung terus mendorong tubuh Jongin untuk bergerak keluar.
Jongin mendesah kasar. Dengan cepat diraihnya kedua pergelangan tangan Soojung. Dicengkeramnya begitu kuat hingga gadis itu tidak mampu lagi berkutik. “Dengarkan aku dulu, Soojung! Dengar!”
Bentakan Jongin sukses membuat Soojung bungkam. Gadis itu mengunci bibir rapat-rapat meski terus menatap Jongin dengan pandangan tajam. “Aku di sini karena Luhan, mengerti? Jika kau tidak ingin tertangkap oleh Sehun, maka menurutlah kali ini saja. Kumohon,” ucap Jongin lebih lembut.
Perlahan cengkeraman Jongin pada pergelangan tangan Soojung mengendur. Hingga Soojung dapat melepaskan diri. Gadis itu segera beralih dengan menyandarkan diri pada kursi yang didudukinya. Diam-diam Jongin tersenyum. Soojung sudah sedikit lebih tenang sekarang. Itu artinya dia sudah siap dibawa ke manapun oleh Jongin.
.
.
.
.
Bawa dia lari dari pertunangan ini, Jong. Ini satu-satunya kesempatanmu. Aku tidak akan membantumu lagi lain kali.
.
.
.
Kata-kata Luhan sebelum ini terus menggema dalam benak Jongin. Satu kesempatan lagi. Dan Jongin tidak akan menyia-nyiakan ini. Kim Jongin tidak akan pernah lagi melepaskan Jung Soojung. Itu janji Jongin.
O0O
“Siaaal!!!”
Sehun melempar semua barang yang ada didekatnya. Kamarnya berantakan, nyaris seperti kapal pecah. Tidak jauh beda dengan kondisi Sehun saat ini. Pemuda berkulit putih itu terlihat kacau dengan setelan jas yang berantakan, rambut acak-acakan, wajah kusut, dan mata memerah. Kedua lensa kelamnya memancarkan berbagai emosi yang membuncahi hatinya. Dia marah, kecewa, terluka. Bagaimana bisa Soojung meninggalkan Sehun seperti ini? Padahal sebentar lagi Sehun akan selangkah lebih dekat untuk menjadikan Soojung sebagai miliknya. Tapi, semua sia-sia. Soojung bahkan kabur sebelum Sehun memulai semua ini.
Bruk.
Sehun menjatuhkan diri sambil memegangi dadanya yang terasa sesak. Terkesan melankolis memang. Meratapi nasib dan menangisi kepergian sang pujaan hati. Tetapi, Sehun tidak tahu lagi harus berekspresi seperti apa. Ini terlalu menyakitkan ketika ternyata dirimu tidak diinginkan lagi oleh sang terkasih. Sehun menyadari jika Soojung tidak menginginkannya lagi. Semua terlambat.
“Menghancurkan kamarmu bukanlah penyelesaian masalah yang dewasa, Sehun-a.”
Sehun mendongak. Di ambang pintu sudah ada Luhan yang berdiri sambil menjajalkan telapak tangan di saku celana. Pandangan Luhan sama tajam dengan dirinya. Tidak ada celah simpati untuk Sehun, karena sejak awal Luhan memang tidak pernah memberikan rasa simpatinya. Toh, perlakuan Sehun kepada Luhan tidak terlalu baik juga.
“Seharusnya kau sudah tahu jika ini akan terjadi, Oh Sehun,” ucap Luhan dengan lugasnya. “Kau sudah menyia-nyiakan Soojung sebelum ini. Jadi, jangan harap dengan mudah dia kembali kepadamu. Soojung tidak memiliki apapun yang tersisa untukmu,” lanjutnya lagi.
Sehun mengeram marah. Diraihnya kerah kemeja Luhan. Dicengkeramnya begitu kuat hingga membuat pemuda bermata rusa itu nyaris tercekik. Tetapi, Luhan masih memandang Sehun dengan tenang. “Menyerahlah, Sehun. Soojung bukanlah untukmu,” bisik pemuda itu.
“Aku tidak akan menyerah! Soojung adalah milikku!” teriak Sehun marah. Hidungnya memerah. Kembang-kempis menunjukkan emosi yang meluap.
“Dia bukan milikmu. Hati Soojung adalah milik Kim Jongin!” suara Luhan tidak kalah keras. Membuat Sehun mengatupkan rahangnya rapat. Menggertakkan gigi dengan kesal. “Dan sekarang Soojung sudah berada di tangan yang tepat.”
Kedua bola mata Sehun melebar. Apa Luhan tadi bilang? Ditangan yang tepat? Mungkinkah jika Jongin nekat membawa lari Soojung dari Sehun? Dan bagaimana bisa Luhan tahu? Mungkinkah jika pemuda yang satu ini membantu pelarian Soojung?
“Kau ada di balik semua kejadian ini, bukan?” desis Sehun penuh amarah. “Katakan kalau ini semua karena ulahmu, Xi Luhan!”
Luhan terkekeh lantas dengan sekali hentakan melepaskan diri dari cengkeraman Sehun. Pemuda itu memandang Sehun penuh tantangan. “Yah, ini semua adalah pekerjaanku. Karena aku tidak perah rela memberikan Soojung-ku pada seseorang yang ambisius seperti dirimu,” ungkapnya dengan jujur.
“Brengsek!” umpat Sehun sambil mengarahkan tinjunya. Tetapi, Luhan berhasil menghindar hingga tubuh Sehun yang kini terhuyung hingga nyaris terjatuh.
Luhan merasa kasihan dengan kondisi Sehun saat ini. Sebenarnya penyelesaian yang tepat dalam masalah ini adalah dengan Sehun melepaskan Soojung. Merelakan gadis itu berbahagia dengan yang lain. Seperti yang dilakukan Luhan saat ini. “Kau hanya perlu merelakannya, Oh Sehun. Berhentilah menjadi lelaki yang menyedihkan,” gumam Luhan sebelum berbalik untuk pergi meninggalkan Sehun.
Namun, belum lama melangkah, Luhan berhenti. Kedua bola matanya melebar saat melihat satu sosok yang dihormatinya berdiri dengan tatapan tajam penuh tuntutan. Luhan meneguk ludahnya kasar. Bibirnya bergetar mengucapkan satu sebutan, “Ka-kakek.”
O0O
Soojung memandangi apartemen yang baru saja dimasuki olehnya. Apartemen minimalis yang terlihat terlalu sederhana untuk ukuran seorang Kim Jongin. Pemuda itu adalah pewaris salah satu perusahan ternama di Korea, aneh saja jika hanya memiliki apartemen sesederhana ini.
“Apartemen ini adalah hasil kerja kerasku,” seolah dapat menerka apa yang Soojung pikirkan, Jongin mencoba menjelaskan. Pemuda itu tersenyum sambil ikut mengamati apartemen miliknya sendiri. “Ini hasilku menabung sejak setahun yang lalu. Aku beberapa kali membantu appa untuk mengurus beberapa proyek. Dan memutuskan untuk membeli apartemen rahasia,” lanjut pemuda itu lagi.
Kening Soojung mengerut. Apartemen rahasia? Kenapa rahasia? Jongin melebarkan senyumnya saat melihat reaksi Soojung. “Kadang aku butuh tempat untuk menenangkan diri. Biasanya setelah puas berteriak di danau, aku akan ke mari. Ehhm, bisa dibilang tempat untuk melarikan diri,” ujarnya.
Soojung mengangguk mengerti. Banyak hal yang mungkin tidak diketahui Soojung soal Jongin. Dan Soojung baru menyadarinya. Pemuda yang satu ini lemah berpikir di sekolah, tetapi Soojung tidak menyangka saja jika dia mampu membantu keluarganya mengurus perusahaan. Kadang teori dan praktek memang berbeda. Mungkin keahlian Jongin adalah terjun langsung ke lapangan. Bukan menjawab soal matematika atau fisika. Bukan untuk menghafal berbagai reaksi kimia atau fungsi organ tubuh. Setelah dipikir-pikir lagi, banyak hal yang mengejutkan bagi Soojung.
“Ada dua kamar di sini. Kau bisa menempati kamar di ujung itu,” Jongin menunjuk sebuah kamar. “Ada beberapa pakaian milik kakakku juga. Kau bisa mengenakannya. Kita akan berbelanja keperluanmu esok,” lanjut pemuda itu.
Jongin baru berniat pergi, hingga Soojung memanggil namanya, “Kim Jongin.” Jongin memutuskan berbalik. Ditiliknya ekspresi Soojung saat ini. Rasa penasara terlihat dari sorot matanya. Terlihat jika Soojung masih tidak mengerti dengan apa yang terjadi saat ini.
“Kenapa kau yang membawaku lari? Di mana Luhan?”
Jongin menghela napas sebentar. Kembali diingatnya semua pesan Luhan. Terutama saat menyuruh Jongin membawa Soojung ke tempat yang tidak terdeteksi. Bagi Jongin ini tempat yang paling aman meski masih di dalam wilayah Seoul. Tidak ada yang mengetahui apartemen ini kecuali Jongin dan kakaknya. Dan Jongin yakin sekali bahwa Sehun tidak akan pernah mengira jika tunangannya di bawa ke sini. Mungkin Sehun akan memilih mencari Soojung di tempat yang jauh, seperti di pulau atau negara lain.
“Jongin, jawab aku,” Soojung berseru dengan tidak sabar.
“Dia menyerahkan dirimu padaku,” gumam Jongin pada akhirnya. “Dia merelakanmu karena katanya kau hanya bisa bahagia denganku,” ada rasa pahit saat Jongin mengucapkan ini.
Sekarang Jongin baru menyadari mengapa Luhan menyebut perasaannya pada Soojung adalah yang terbaik. Tidak terkalahkan. Karena memang benar. Jika sudah sampai tahap rela melepas asal sang pujaan hati bahagia, maka cintanya adalah yang paling tulus daripada siapapun. Mungkin perasaan Jongin pun kalah dari Luhan. Tetapi, dia tidak mau menyerah. Karena Jongin juga merasa bahwa dialah yang mampu membahagiakan Soojung.
“Tapi, dia bilang mencintaiku,” gumam Soojung entah untuk siapa. “Kenapa melepaskan kesempatan untuk mendapatkanku?”
Jongin tersenyum mendengar penuturan Soojung. Jongin juga sempat berpikiran begitu. “Karena bagi Luhan cinta itu tidak egois. Bukan soal menerima, tetapi memberi. Dan karena dia mencintaimu, makanya dia tidak mau kau terluka. Dia mau kau bahagia meski tidak bersamanya,” terang Jongin.
Soojung meresapi kata-kata Jongin. Tidak menyangka saja jika pemuda berkulit tan yang satu ini mampu mengatakan sesuatu yang begitu dalam. Jongin memang begitu. Tanpa lelaki itu sadari, dia mampu membuat Soojung terpikat dengan mudah. Jongin yang terbuka, ceplas-ceplos, dan nekat. Sayang, pemuda itu pernah sekali membuat Soojung kecewa. Dan Soojung harus bertahan untuk tidak jatuh dalam pesonanya sekali lagi.
“Soojung?” Jongin menggumamkan nama Soojung tanpa melihat gadis itu sama sekali. Pandangannya menerawang keramik tempatnya berpijak. “Kau menanyakan soal Luhan, apa kau tidak menanyakan mengapa aku bersedia membawamu lari?”
Soojung terkesiap. Bohong jika pertanyaan itu tidak muncul dalam benaknya. Karena nyatanya Soojung penasaran. Soal alasan Jongin. Soal perasaan Jongin yang sebenarnya. Hanya saja Soojung tidak berani bertanya. Dia hanya takut untuk merasakan sakit hati yang kedua kali.
Jongin mendongak dan mengamati Soojung lekat. Menunggu apa yang akan Soojung katakan. Berharap Soojung menanggapinya. Tetapi, gadis itu terus terdiam. Bibirnya terkunci rapat. Jongin mendesah sebentar. Apakah Soojung sudah terlalu kecewa kepadanya?
“Aku merindukanmu,” gumam Jongin tanpa peduli lagi soal tanggapan Soojung. “Aku merindukanmu, karena itu akau menyanggupi permintaan Luhan untuk membawamu lari. Selain itu, aku ingin memperbaiki semuanya. Aku ingin meraih kesempatan kedua jika diperbolehkan,” lanjut pemuda itu lagi.
Soojung tertawa tanpa suara. Seolah mengejek apa yang Jongin coba ungkapkan. “Kesempatan kedua?” cibirnya. “Kau bahkan diam saja saat Sehun menyatakan diri sebagai tunanganku. Kau tidak berniat untuk menjelaskan kepadaku soal taruhan menyebalkan itu setelah pertemuan kita selanjutnya. Kau tidak berusaha memperbaiki apapun, Kim Jongin,” Soojung mengatakannya denang suara lebih tinggi. Beberapa oktaf, tetapi masih dengan pengendalian emosi yang baik.
“Memang kau akan memberikanku kesempatan untuk menjelaskan semuanya?”
Soojung terdiam. Memikirkan apa yang baru saja dia ucapkan. Yah, dalam lubuk hatinya dia selalu ingin mempercayai Jongin. Inginnya Soojung, Jongin menjelaskan semua yang dirasakannya. Inginnya Soojung, Jongin mengatakan bahwa tidak memikirkan taruhan itu saat bersama dengannya. Tetapi, semua logika Soojung memerintahkan gadis itu untuk tidak mempercayai apapun yang dikatakan Jongin. Terlalu kontradiktif memang. Tetapi, dilemma yang seperti ini jelas sering terjadi.
“Kalau begitu aku akan memberitahu semua yang ingin kau dengar,” putus Jongin tanpa peduli bahwa malam semakin larut. Hari ini semua harus selesai. Soal kesalahpahaman Soojung. Soal semuanya.
“Aku bertaruh dengan Sehun. Seperti yang sudah kau ketahui, aku harus menjerat dirimu dalam pesonaku. Dan konyolnya aku bersedia saja karena kau sebuah tantangan, ingat kau nerd yang buruk rupa dulu,” Jongin tersenyum miris di tengah penjelasannya.
“Tetapi, ada perasaan aneh yang malah berbalik menjeratku. Bahkan sebelum aku mengetahui siapa dirimu yang sesungguhnya, Soojung. Mungkin ini gila, tetapi aku memang telah terpikat oleh kedua mata indah di balik lensa kacamatamu. Lensa kecokelatan bening yang selalu menenangkan jiwaku,” Jongin kembali tersenyum. Membayangkan saat pertama kali dia menatap manik Soojung yang memikatnya di perpustakaan dulu.
“Dan ketika kau tersenyum, aku merasa kalau kau itu cantik,” Jongin kembali membayangkan saat pertama kali Soojung tersenyum kepadanya. “Dan ternyata kau memang gadis cantik. Seorang tuan putri, malah.”
Soojung mendengarkan penuturan Jongin dengan seksama. Hatinya terasa hangat saat Jongin menjelaskan semua yang pemuda itu rasakan. Apakah benar seperti itu? Soojung ingin percaya, jika boleh.
“Dan rasanya sangat sakit ketika kau menangis di hadapanku untuk pertama kali. Sangat sakit juga saat melihatmu terluka oleh Oh Sehun. Sejak saat itu aku menjadi ingin selalu melindungimu. Dan tahu apa yang terjadi selanjutnya? Aku akhirnya tidak mengelak lagi jika telah jatuh hati kepadamu, Soojung,” kata Jongin mengakhiri penjelasannya.
“Terserah kau mau membenciku seperti apa. Yang jelas aku mencintaimu meski perasaanku kalah dengan Xi Luhan,” Jongin tersenyum mencela dirinya sendiri.
Ada luka dalam senyum Jongin. Soojung merasakannya. itu pula yang menyayat hati gadis itu. Soojung bohong jika tidak memiliki perasaan apapun lagi pada Jongin. Perasaan itu masih membekas di hati Soojung. Menyiksa Soojung setiap saat. Setiap waktu.
“Aku tidak membencimu,” Soojung bersuara setelah sekian lama terdiam. “Aku tidak benci, sungguh. Hanya mungkin sedikit kecewa karena merasa dibohongi. Tetapi, akupun berbohong soal Sehun. Jadi, kurasa terlalu berlebihan jika menghukummu dengan rasa benci,” lanjutnya.
Jongin mengerjapkan kedua kelopak matanya pelan. Mencerna semua perkataan Soojung baik-baik. Apa artinya itu? Mungkinkah jika Soojung telah memaafkannya? “Kau memaafkanku? Menerimaku kembali?”
Soojung mengedikkan bahu. “Maaf tentu sudah. Tapi, tidak tahu soal ….”
Grep.
Soojung mengedipkan matanya beberapa kali. Tubuhnya semakin merasa hangat saat tubuh Jongin melingkupi dirinya. Mendekap Soojung begitu erat seakan tidak mau melepaskannya barang sedetikpun. “Terima kasih, Soojung. Terima kasih sudah memberikanku kesempatan kedua,” gumam Jongin dengan mata terpejam. Pemuda itu berusaha menghirup aroma Soojung banyak-banyak. Sebagai obat rindu untuk hatinya.
“Aku tidak pernah bilang memberikan kesempatan untukmu,” protes Soojung segera.
Jongin melonggarkan dekapannya. Matanya memicing menatap Soojung. “Benarkah?” tanyanya dengan nada mnggoda. “Akan kukembalikan lagi kau pada Sehun kalau begitu,” tantang Jongin.
“Lakukan saja, jika berani,” Soojung balas menantang.
Jongin tersenyum. Kedua telapak tangannya menangkup lembut kedua pipi Soojung. mengusapnya perlahan seakan Soojung merupakan sesuatu yang mudah rusak dengan sedikit sentuhan saja. “Aku tidak akan pernah berani,” kata Jongin. “Dan tidak pernah rela. Karena Soojung adalah milikku seorang,” lanjutnya lantas mengecup singkat bibir Soojung.
Soojung mengerjap dengan lucu. Sudah lama tidak mendapatkan perlakuan manis dari Jongin membuat dirinya mudah terkejut. Jongin terkekeh melihatnya. Kembali didekatinya wajah Soojung. Mempersempit batas di antara mereka. “Aku mencintaimu, Jung Soojung,” bisik Jongin sebelum bibirnya kembali menempel pada bibir Soojung.
Soojung memejamkan matanya. Merasakan setiap sensasi saat Jongin menggerakkan bibirnya. Begitu lembut dan manis. Soojung tidak akan ragu lagi setelah ini. Soojung meyakini perasaan Jongin kepadanya. Dia meyakini cinta di antara keduanya.
O0O
Luhan mengepalkan telapak tangan yang diletakkan di paha. Pemuda itu masih berlutut dengan kepala menunduk. Sudah sejak sejam yang lalu kakeknya mengumpat. Sejak sang kakek mengetahui karena ulah siapa sang cucu kesanyangan –Oh Sehun kehilangan tunangannya. Semua berkat Luhan. Karena itu Luhan dimaki habis-habisan.
“Kau benar-benar anak tidak tahu diuntung!” sekali lagi sang kakek berteriak dengan marah. “Apa yang tidak kulakukan untukmu? Aku sudah menerimamu di sini? Menampungmu, tanpa peduli apa yang telah ibumu lakukan pada putraku.”
Luhan semakin mengepalkan telapak tangannya saat sang kakek menyeut soal ibu kandung Luhan. Ibu yang meninggalkannya untuk menetap di rumah yang bahkan tidak pernah menerima Luhan secara utuh. Luhan tanpa makna di sini. Dia hanya anak haram dari putra pertama keluarga Oh. Jangan tanyakan soal sang ayah. Karena ayah Luhan tidak mungkin mampu membelanya saat ini. Ayah Luhan sudah tenang di alam lain. Mungkin hanya mampu memandang Luhan dari sana. Hanya memandang, tidak lebih.
“Seharusnya aku memang tidak pernah menerimamu di rumah ini!”
“Appa,” suara ayah Sehun menggema, memperingatkan sang ayah untuk tidak lagi mengucapkan perkataan yang melukai Luhan. Pria paruh baya itu lantas menggiring ayahnya untuk menjauhi Luhan. Tidak lupa dia menatap Luhan sebentar. Menganggukkan kepala seakan menyuruh Luhan untuk tetap kuat dan tidak memikirkan perkataan sang kakek.
Luhan menghela napas panjang selepas sang kakek dan sang paman pergi meninggalkannya seorang diri. Dia masih bertahan di posisinya, tidak bergeming. Pandangannya kemudian mengedar ke seluruh tempat di rumah ini. Sejak dulu, Luhan ingin lepas dari keluarga ini. Tetapi, bayang-bayang perkataan ibunya terus mengusik Luhan.
Kau harus tetap di sini. Demi ayahmu, Luhan. Dia menginginkanmu mendapatkan haknya.
Demi sang ayah? Luhan terkekeh sendiri. Jika ayah Luhan memang begitu memperhatikannya, maka dia tidak akan membiarkan ibu Luhan mengandung tanpa ikatan apapun. Juga tidak akan membiarkan ibunya membesarkan Luhan seorang diri hingga usia 6 tahun. Luhan kembali menghela napasnya. Memang tidak ada yang pernah mengerti Luhan sejak dulu. Selain, sang paman alias ayah Sehun –adik dari mendiang ayahnya. Dan juga seorang lagi. seorang yang untuk pertama kali mau mengulurkan tangannya pada Luhan.
Aku Jung Soojung. Kau siapa?
Luhan tersenyum saat mengingat suara manis Soojung mengalun untuk pertama kali di pendengarannya. Gadis itu tersenyum dengan begitu manis. Memikat Luhan pada pandangan pertama. Sayang, hati gadis itu bukanlah untuk Luhan.
“Soojung-a, semoga kau berbahagia,” itulah yang mampu Luhan harapkan. Kebahagian gadis yang dicintainya. Jung Soojung.
O0O
Soojung mengerjapkan kelopak matanya saat sinar mentari mengusik tidur lelapnya. Soojung hendak bangun, tadinya. Sayang, kegiatannya terhenti saat merasakan lengan kekar dipinggangnya menarik tubuh Soojung. Membuat gadis itu kembali terjatuh di ranjang.
“Jongin?”
“Euuum,” erang Jongin dengan kedua mata yang masih terpejam. Kepalanya bergerak menuju tengkuk Soojung. Membenamkannya di sana dan menghirup aroma yang khas Soojung banyak-banyak. “Seperti ini dulu, sebentar saja. Aku masih merindukanmu,” gumam pemuda itu.
Soojung tersenyum kecil. Gadis itu menghela napas. Dalam semalam saja semua sudah berubah. Kemarin Soojung masih menyandang status sebagai calon tunangan Oh Sehun. Dan sekarang dia sudah berubah status sebagai kekasih Kim Jongin. Terkesan murahan sepertinya, tetapi Soojung tidak peduli. Baginya dia hanya milik Jongin. Titik.
.
.
.
“Kkamjong!”
.
.
.
Jongin terkesiap saat mendengar suara melengking memasuki apartemennya. Suara lengkingan khas yang hanya dimiliki oleh seseorang. Soojung sendiri mengernyit mendengar suara itu. Suara seorang perempuan. Tetapi siapa? Kenapa Jongin tiba-tiba gelisah seperti ini?
“Soojung, nenek sihir itu datang. Kau harus segera menyingkir dari sini!” kata Jongin panik.
Klek.
“Kkammm….”
Jongin mengeram pelan. Terlambat. Nenek sihir yang dimaksud Jongin sudah membuka pintu kamar. Dan itu artinya dia menemukan Jongin yang sedang bersama Soojung.
“Kkamjong! Apa yang sudah kau lakukan bocah hitam!”
Suara itu menggelegar. Dan Jongin merasa bahwa dirinya tidak akan selamat setelah ini.
.
.
.
TBC
Hello… ada yang kangen sama cerita ini? Hahahaha… Oke, yang jelas penyelesaian untuk kesalahpahaman Soojung-Jongin. Buat yang terjadi selanjutnya? Hum, kita lihat nanti. Kepikiran buat bikin Side story soal Luhan-Soojung-Sehun masa kecil… tapi, bergantung respon sihh.. hehehe.. okaaayy, see you next chap ^^