Quantcast
Channel: kim-jongin « WordPress.com Tag Feed
Viewing all articles
Browse latest Browse all 621

[Kai Bday] 녹차

$
0
0

image

EXO’s Kai birtday fanfic

녹차

(Green Tea)

by bubblecoffee97

With Kim Jongin and Nam Yuna (The Ark)
Fluff || Teen || Vignette

I just can disclaim the storyline.
So, plagiarist, please go away and be proud of yours.

.

.

.

Cinta dan teh hijau adalah dua hal yang sama


Ada yang bilang cinta itu seperti moccacino yang manis dan pahit diwaktu yang bersamaan. Yuna suka kopi rasa moccacino, pun tak suka cinta rasa moccacino. Karena cinta yang menerpanya mengandung pahit yang berlebih.

Pahit sebab tak berbalas. Dan lebih pahit karena baru disadarinya setelah sekian lama. Kemana saja dirinya setahun ini? Ia terlalu sibuk berbahagia dapat bersama seseorang yang dicintainya tanpa tahu hati orang itu bersama yang lain. Kenapa baru sekarang dia mengakuinya? Kenapa harus di hari jadi mereka? Kenapa? Kenapa dan kenapa, pertanyaan yang terus saja memenuhi kerja otak seorang Nam Yuna.

“Sejak kapan kau jadi gadis tanpa semangat seperti ini?”

Yuna mengerjap beberapa kali ketika maniknya menangkap sesosok lelaki berkulit tan tengah menatapnya dengan kerutan di dahi. “Kenapa kau bisa ada di sini?” Gadis bersurai hitam dengan panjang setengah dari pinggang menoleh ke kanan, ke kiri dan menyadari dirinya sudah berjalan terlalu jauh dari titik awalnya berjalan, rumah, pada pagi hari yang cukup dingin di puncak winter seperti ini.

“Itu yang seharusnya ku tanyakan padamu.” Kim Jongin kini ingin tertawa melihat bagaimana teman sekolahnya dulu tampak kebingungan layaknya seseorang yang tak sengaja tertidur lalu dibangunkan tiba-tiba.

“Kalau kau ingin tertawa, tertawa saja. Aku memang pantas ditertawai,” ujar Yuna tak bertenaga sambil kembali berjalan mesti tidak tahu akan kemana. Membuat Jongin mengurungkan niatnya tertawa, lantas mengekori gadis yang tak lain juga teman dekatnya. Ekspresi Yuna sangat memprihatinkan untuk Jongin sebab ia tahu bagaimana tingkah gadis itu biasanya.

“Apa kau baik-baik saja?” tanya Jongin, khawatir. Tak elak pertanyaan itu membuat langkah Yuna terhenti dan menyebabkan netranya berair serta bibirnya mengerucut, “Bagaimana bisa aku baik-baik saja sedangkan dia meninggalkanku demi gadis lain?!” Jongin berjengit kaget kala mendengar nada membentak Yuna.

“Oh, ok, maafkan aku. Tapi setahuku hubungan kalian harmonis,” ujar Jongin yang tanpa disadarinya membuat cairan yang menggenang di mata Yuna semakin memaksa keluar dan akhirnya tak mampu ditampungnya lagi. Isakan si gadis bermarga Nam membuat Jongin sedikit kewalahan sebab beberapa pejalan kaki mulai menatapnya dengan tatapan menuduh. “Ayolah, Yuna, berhenti menangis. Kau membuatku terlihat seperti lelaki brengsek. Maafkan ucapanku tadi, ya?” pinta Jongin dengan nada memelas.

Dan mungkin ini adalah salah satu hari keberuntungan bagi Jongin sebab tak lama kemudian Yuna menghentikan tangisnya meski masih sesenggukkan. “Aku mau memaafkanmu tapi dengan satu syarat.” Jongin waspada, takut Yuna akan meminta sesatu yang aneh atau sulit ditemukan seperti kerangka dinosaurus, misalnya?

“Aku ingin kau meneraktirku kopi.”

Pemuda yang beberapa bulan lahir lebih dulu darinya melongo. Bukan karena tersinggung dengan kata ‘kopi’, lebih dikarenakan ia heran permintaan Yuna jauh berbeda dengan apa yang ia bayangkan. Setidaknya, Jongin tak perlu repot-repot meminta bantuan arkeolog demi mencari kerangka dinosaurus.

“Daripada kopi, bagaimana kalau secangkir teh hijau?” tawar Jongin. Yuna tampak berpikir namun tangannya telah ditarik lebih dulu oleh Jongin sebelum ia sempat menjawab. Bibirnya terasa gatal ingin memprotes perlakuan Jongin kalau saja seulas senyum meyakinkan tak lelaki itu hadiahkan untuknya.

Hangat. Atmosfir yang menyapa keduanya saat tiba di sebuah kedai teh sederhana. Pelayan yang menjamu pun begitu ramah menghadirkan dua cangkir di atas meja mereka. Hal sederhana yang kini jarang Yuna temui di kawasan Gangnam, tempatnya tinggal.

“Jangan meneguknya seperti kerongkonganmu belum tersentuh air selama tiga hari tiga malam,” Jongin memperingatkan, “Minumlah dengan tenang, dan rasakan alirannya.”

Yuna memilih mengikuti intruksi Jongin dengan meminum teh hijau tersebut secara perlahan. Keningnya mengernyit begitu rasa pihat menyentuh indra perasanya. Namun tak ada niatan menghentikan tiap tegukkannya. Begitu seluruh isi cangkir telah tertuang melewati kerongkongan dan sampai di organ dalam lainnya, entah halusinasi saja atau memang nyata, Yuna bisa merasakan perasaanya lebih tenang dari sebelum ini.

“Cinta dan teh hijau itu dua hal yang sama. Meski rasanya pahit, kau tak bisa berhenti meminumnya sebelum cangkirmu kosong. Dan setelah rasa pahitnya, yang kau rasakan ialah ketenangan. Seperti cinta, jika kau mampu melawan kepahitannya sampai tak tersisa dihatimu, maka dia” Jongin menunjuk dadanya, “akan terasa lebih damai dan kau bisa menerima semua yang terjadi dengan lapang dada.”

Dua hal yang selama ini Yuna tahu tentang Jongin, baik sekaligus menyebalkan —dan aneh. Bahkan pemuda itu sering dijuluki sleep monster karena kebiasaannya tidur tanpa peduli waktu dan tempat. Tak sedikitpun sifatnya yang menunjukkan kedewasaan —kecuali desas desus ketika sekolah yang mengatakan Jongin sering menonton film dewasa. Namun sepertinya Yuna perlu menarik kembali segala pikiran negatifnya mengenai Jongin. Sebab nyatanya seorang Kim Jongin berhasil membuatnya terpukau atas untaian kalimat yang tak pernah terpikir olehnya.

“Aku tidak tahu kau bisa mengatakan hal semacam itu. Tapi terimakasih, Jongin,” jujur Yuna.

“Itulah gunanya ‘don’t judge a book by its cover’. Ngomong-ngomong, apa kau lapar? Bagaimana kalau kita cari tempat makan?” usul Jongin yang langsung disetujui Yuna.

Setelah Jongin membayar, keduanya kembali berjalan menelusuri trotoar. Sesekali Jongin melontar guyonan ditengah pencarian café atau restoran atau pun kedai yang sekiranya sesuai selera mereka berdua. Yuna menghentikan langkah keduanya ketika ia teringat sesuatu.

“Hei Jongin,” Yuna merogoh saku coat-nya, “ini untukmu,” lalu menunjukkan sebuah earset.

Sebelah alis Jongin terangkat, “Untuk apa?”. Gadis tersebut menarik satu lengan Jongin kemudian meletakkan earset berwana merah dan hitam dibeberapa bagiannya di atas telapak tangan si pemuda. “Tentu saja untuk dipakai. Ini hadiah ulang tahunmu. Jadi, nanti jangan memintaku untuk meneraktirmu, ya,” terang Yuna sambil menepuk pundak Jongin. Sedangkan Jongin menatap gadis disampingnya dengan pandangan tidak percaya.

“Kau ingat ulang tahunku?”

“Mana mungkin aku melupakan ulang tahun kawan baikku yang satu ini!” seru Yuna. Dengan sedikit kesusahan, ia merangkul pundak Jongin meski perbedaan tinggi mereka jelas terpaut angka dua puluh satu sentimeter —atau lebih?

Si lelaki memasukkan pemberian Yuna ke saku dan balas merangkul gadis Nam itu, “Baiklah, terimakasih, Nam Yuna~”

“Apa kau tidak berpikir ini seperti kencan?” lanjut Jongin, mengutarakan apa yang terlintas dipikirannya. Yang ditanya mengedikkan bahu lalu menjawab, “Mungkin. Anggap saja seperti itu. Toh, berkencan setelah putus cinta tidak terdengar buruk, kan?”

“Ide yang bagus,” puji Jongin. Kemudian disahuti tawa lepas keduanya. Mereka kembali melangkah tanpa mempedulikan tatapan orang-orang disekitar.

Seperti kata Jongin, cinta dan teh hijau adalah dua hal yang sama. Suatu misteri yang amat sayang jika tak dirasa, yang meski pahit namun akan selalu menenangkan setelahnya jika mampu disikapi dengan baik. Dan jangan lupakan si L-thanine yang berperan penting dalam prosesnya.

.

.

.

.

a little bit Prequel

“Kau membelikannya untuk siapa?” Minju heran pada Yuna yang setengah jam lalu memintanya untuk menemani temannya itu ke sebuah pusat perbelanjaan padahal baru kemarin gadis itu terus menangis karena dicampakkan sang kekasih.

“Untuk si kkamjong,” jawab Yuna singkat.

“Maksudmu Jongin? Bukannya kau sudah lama tidak berkomunikasi dengannya?”

Yuna mengangguk, “Ya, dia ulang tahun besok. Kalau aku beruntung mungkin aku akan bertemu dengannya, dia-kan bisa ada dimana-mana,” jawabnya asal. Minju hanya geleng kepala, “Aku terkadang heran, kalian tidak terlihat akrab tapi bahkan masih ingat ulang tahun satu sama lain.”

“Aku mau earset yang ini, ya,” pinta Yuna pada salah satu pelayan toko. Ia lalu mengedikkan bahu pada Minju, “Aku juga tidak mengerti kenapa aku bisa mengingat hari ulang tahunnya.”

Mendengar jawaban Yuna, gadis bermarga Jeon ikut mengedikkan bahu. Tak mau ambil pusing soal bagaimana kawan sebayanya itu mengingat hari ulang tahun Jongin.

.

.

.

END


Happy birthday Jongin kuhh!!
Tetap jadi Kim Jongin yg selalu bikin aku aku kagum ^^

Kim Yuna-nya ku ganti jadi Nam Yuna demi keperluan cerita hehe. Dan sebenernya aku juga bikin bday fanfic buat Kyungsoo tapi karena stuck di tengah cerita, jadi belum dilanjut :’

Thankseu! ♡♡


Viewing all articles
Browse latest Browse all 621

Trending Articles