[Kai-Jin’s Series] Crazy
by
Helloimsj
–
Cast:
Kim Jongin & Park Yujin
Other Cast:
Oh Sehun | Baek Sena| Kim Hyunji | Lee Hyena
–
Rating:
PG-17
Genre:
School life | Romance | Fluff
–
Poster by Ken’s @ saykoreanfanfiction.wordpress.com
–
The Jerk | Rainbow | Don’t Care
–
Kai diam-diam mencuri lirik pada seorang gadis yang duduk sendirian dibangku sudut lapangan basket. Dia nampak asyik membaca buku disana. Auranya dingin. Tidak bersahabat. Dan juga tidak memperdulikan sekelilingnya. Penasaran juga, mengapa gadis itu suka sekali membaca buku disudut lapangan basket ketimbang di perpustakan. Bukankah jika di perpustakaan suasananya jauh lebih tenang?
Ugh, apa perdulinya?
Kai mendesis lantas membuang muka dengan sinis. Untuk apa dia memikirkan gadis sombong itu. Dia mau membaca di lapangan basket, di perpustakaan, bahkan di langit sekalipun, itu bukan urusannya. Well, jika bukan urusannya, kenapa tadi harus dia pikirkan? dasar aneh.
Sekali lagi, Kai kembali melirik Yujin diam-diam. Merutuk juga kenapa dia harus terus-terusan melihat gadis itu. Wajahnya biasa saja. Oke, yang satu ini Kai bohong besar, karena sebenarnya dia tidak menampik jika Yujin itu memang cantik. Dia tipe gadis yang pertama kali dilihat terkesan biasa saja. Lalu kedua kali akan penasaran. Ketiga kali mulai terlihat manis. Dan seterusnya akan mulai gila karena ingin melihatnya lagi dan lagi.
Pemuda tan itu menggelengkan kepalanya cepat-cepat. Mencoba menolak semua pemikirannya tentang kecantikkan gadis Park itu. Jika harus dibandingkan, kekasih tersayangnya jauh lebih cantik. Tunggu. Tersayang, ya? Oke, kita lihat saja beberapa hari kedepan, apa Hyena akan masih menjadi gadis kesayangannya, atau berakhir dicampakkan karena bosan.
Kai berdehem untuk menghilangkan kegugupannya. Dia dengan gerakan salah tingkah kembali membuang muka. Yujin baru saja memergoki pemuda itu memandanginya. Tapi berbeda dengan respon Kai yang setengah mati menahan malu, Yujin sendiri malah nampak biasa saja.
Pemuda itu mendengus. Merasa jika dirinya saja yang terlihat aneh, lantas dengan cepat dia berdiri dengan gaya sok keren. Memandang kekasih tersayangnya yang berusaha memasukkan bola basket kedalam ring. Sehun juga ada disana. Sedang mendribble bola basket yang lain dengan gelagat malas. Nampak tak bersemangat karena tiga hari ini Sena tidak masuk sekolah. Gadis itu bahkan tidak ada kabar sama sekali.
“Sayanggggg~”
Kai sengaja membesarkan suaranya. Melirik ke arah Yujin ketika gadis itu pun ikut meliriknya juga. Dan sejurus kemudian dia lagi-lagi membuang muka dengan sinis. Entah apa maksud pemuda satu itu.
“Bukan seperti itu, baby.” Hyena menoleh, mendapati Kai sudah berada dibelakangnya. Ikut memegangi bola yang dia pegang sehingga seperti pemuda itu sedang memeluknya dari belakang. “Kau harus memegang bolanya seperti ini.” Kai berbisik lembut tepat ditelinga Hyena, mengecup pipi gadis itu setelahnya. Lagi. Dia melirik ke arah Yujin.
Sehun sendiri mendengus sebal. Dia sudah jijik bukan main dengan pasangan satu ini. Apalagi saat Kai melirik kearahnya dengan senyum mengejek. Membuat dia tidak segan-segan melempar bola basket ditangannya ke bahu sahabatnya itu.
“Sialan kau.” Maki Sehun sebelum mendudukkan dirinya disalah satu bangku.
Kai hanya tertawa menanggapinya hingga tak lama kemudian terdengar sorak gembira dari Hyena ketika gadis itu berhasil memasukkan bola kedalam ring. Dia memeluk Kai dengan senang yang tentu saja langsung disambut tidak kalah senangnya oleh pemuda itu.
Sehun memutar bola matanya jengah, “Berhentilah bermesum ria dihadapanku. Aku mulai mual.” Kai mengangkat bahunya tak perduli. Dia kembali mengecup pipi kekasihnya untuk menggoda Sehun. “Mual atau iri?” tanya Kai mengejek.
Sehun mendengus. “Cih, iri kepalamu.”
Pemuda dengan kulit bak porselen itu menoleh, mendapati Hyunji tengah melambaikan tangan kearahnya dari kejauhan, membuat Sehun tersenyum karenanya. Gadis itu tengah duduk dibangku sudut lapangan basket dengan seorang gadis yang Sehun ingat pernah dilempar bola oleh Sena.
Sena. ck, kemana sih gadis itu!
Tidak masuk sekolah, tidak ada kabar, tidak ada dirumah dan tidak bisa dihubungi. Sebenarnya kemana gadis itu? membuatnya khawatir saja.
Sementara Sehun sibuk dengan pikirannya tentang Sena, Hyunji masih melambaikan tangan dengan antusias. Yujin hanya bisa geleng kepala melihatnya. Sahabatnya itu terlihat seperti fangirl yang sedang menonton konser idolanya.
Hyunji menoleh ke arah Yujin. Menepuk pundak gadis itu dengan antusias. “Oh Sehun tampan sekali, ‘kan?” katanya nyaris menjerit. Yang ditanya hanya mengangguk saja. Mengelak pun untuk apa, toh kenyataannya memang benar. Sehun itu tampan. Sangat.
“Kau tahu Yujin, kemarin aku terjatuh di koridor dan kau tahu, Oh Se-”
“Iya, iya, aku tahu. Kau sudah menceritakannya kepadaku.”
“Benarkah?” Hyunji mengulum senyum. Saking senangnya sampai dia lupa jika dia sudah menceritakan hal ini sebelumnya. “Kau tahu kan, terkadang jatuh cinta bisa membuat orang lupa diri.” katanya membela diri.
Hyunji kembali memandang kearah lapangan basket. Kali ini fokusnya tidak hanya kepada Sehun, tapi Kai dan kekasih barunya. Dalam hati dia membatin, tentang pemuda tan itu, baru kemarin kabarnya dia putus dengan kekasihnya yang super cantik, dan sekarang dia sudah dapat gantinya. Bahkan tidak hanya cantik, namun jauh lebih sexy ketimbang Krystal.
Hyunji menepuk dahinya pelan. Teringat tentang jaket milik Kai yang tempo hari Yujin titipkan untuk diberikan kepada pemuda itu. “Ohya, aku masih penasaran tentang bagaimana bisa Kai sunbae meminjamkan jaketnya kepadamu. Ada hubungan apa kalian berdua, huh?” tanyanya penuh selidik. Well, Yujin belum menjelaskan apapun tentang hal ini. Dia juga tidak sempat menanyakannya.
Yang ditanya hanya diam saja. Dia masih sibuk membaca buku yang sebenarnya tidak benar-benar dia baca. Ya, Yujin hanya memandangi buku itu, seolah deretan kalimat panjang yang tertulis disana begitu menarik dimatanya. Dia tidak akan pernah bisa konsentrasi jika membaca di suasana lapangan basket yang ramai begini. Lalu kenapa dia suka sekali membaca disana? Entahlah. Mungkin untuk menghibur diri. Terkadang gadis itu merasa kesepian yang amat sangat. Berpikir tempat ramai bisa mengurangi rasa kesepiannya ternyata sedikit membantu. Menurutnya lapangan basket ini tidak begitu buruk.
“Tidak ada apa-apa. Aku juga tidak mengerti kenapa dia meminjamkan jaketnya kepadaku.” ucap Yujin buka suara. Dia menutup buku yang dibacanya lantas menatap wajah Hyunji dengan serius.
Hyunji mengerutkan alisnya bingung. Bukan tidak paham dengan kalimat Yujin, tapi dia tidak mengerti tentang maksud terselubung Kai meminjamkan jaketnya. Apa jangan-jangan pemuda itu ingin mendekati sahabatnya? Oh tidak. Dia berharap Yujin tidak termakan rayuannya. Meskipun ketampanan Kai itu sangat-amat-sialan, dia tetap brengsek.
“Yujin,” gadis itu menoleh, mendapati wajah Hyunji yang menatapnya dengan begitu khawatir. “Aku tahu dia tampan, mempesona dan sexy juga, tapi kau jangan sampai suka kepadanya, ya. Dia itu brengsek, kau tahu, ‘kan?” Yujin mengangguk pelan. Entah setuju jika Kai itu brengsek atau yakin dia tidak akan menyukai pemuda itu.
“Biarpun dia tampan dan aku sangat mengaguminya, dia itu tidak pantas untukmu. Kau itu terlalu baik. Jadi, jangan sampai menyukainya, mengerti?” Yujin hanya tersenyum geli mendengar kalimat nasehat Hyunji kepadanya.
Jangan sampai menyukai Kai, ya? well, lihat saja kedepannya.
o0o
Kai berdecak sebal ketika hujan semakin turun dengan derasnya. Pemuda tan itu tidak terlalu suka hujan. Bukan karena apa-apa. Dia hanya tidak suka ketika seragam sekolahnya harus basah nantinya. Karena itu, dia dengan modal wajah tampan sialannya, meminjam payung dengan seorang gadis yang tentunya langsung diberikan begitu saja oleh gadis itu tanpa banyak bicara.
Dia hanya sendiri. Sehun sudah pulang sedaritadi. Begitupun dengan kekasihnya, Hyena, yang katanya ada urusan mendadak hingga tidak bisa pulang bersamanya.
Kai baru saja ingin membuka payungnya, ketika kedua matanya tak sengaja melihat seorang gadis berdiri tidak jauh darinya. Siapa lagi kalau bukan si sombong Park Yujin? Sama seperti Kai, dia juga sendirian. Nampak asyik memainkan air hujan dengan sebelah tangan.
Kai berdecih. Menutup kembali payungnya. Dia masih berdiri disana dengan pandangan yang sulit diartikan. Dia seharusnya tidak terus-terusan memandangi gadis itu. Ini sungguh bukan gayanya sekali. Sampai rasanya dia ingin memukul kepalanya kuat-kuat dengan payung yang dipegangnya biar cepat sadar. Ya, sadar dari keanehannya yang tidak jelas ini.
Park Yujin.
Siapa sih gadis itu? Penyihir? Tukang hipnotis?
Kenapa rasanya aneh sekali tiap kali nama itu terlintas di pikirannya. Heol, bahkan hanya nama saja pun, dia sudah sefrustasi ini.
Sialan!
“Ini, aku pinjamkan payung.”
Yujin masih dengan kegiatannya memainkan air hujan ketika mendengar seseorang berbicara dengan nada kelewat ketus itu. Dia hanya menatap payung berwarna merah yang disodorkan kepadanya, lalu detik berikutnya dia menoleh, mendapati wajah pemuda tan yang tempo hari mengancamnya hanya gara-gara sebuah jaket.
Dari jaraknya, dia bisa mencium aroma parfum pemuda itu yang menguar bersamaan dengan bau hujan. Kombinasi yang pas. Membuatnya ingin betah berlama-lama jika tidak ingat sedang berdiri dengan siapa dia sekarang.
Pemuda itu tidak menoleh padanya. Wajahnya cemberut dengan sebelah tangan yang menyodorkan payung. Entah apa yang membuatnya kesal. Well, jangankan gadis itu, Kai sendiri pun tidak tahu mengapa dia kesal.
“Tidak, terimakasih.”
Mendengarnya membuat Kai menoleh dengan wajah makin kesal. Dia ditolak, lagi? Gadis itu tidak tahu apa, dia meminjam payung ini karena dia tidak mau terkena hujan, dan dengan sintingnya dia malah memberikannya pada Yujin. Tapi gadis itu menolaknya?
Pemuda dengan sejuta pesona seperti dirinya, baru saja ditolak? ya tuhan, apa Yujin itu waras?
“Hei, aku ini sedang berbaik hati kepadamu. Sekarang hujan, dan aku pinjamkan payung ini untukmu.”
“Tapi aku tidak mau.”
Kai mendengus. “Sekarang sedang hujan. Hu-jan.” ucapnya penuh penekanan, seolah hujan adalah bencana akhir dunia.
“Ya, aku tahu.”
“Lalu?”
“Lalu kenapa? Ini hanya hujan, ‘kan? Hujan hanya akan membuat seragamku basah, bukan melukaiku.”
Kai diam. Dia merasa bodoh setelah mendengar gadis itu berbicara. Yujin benar. Itu hanya hujan. Bukan jutaan jarum yang jatuh dari langit. Kenapa dia harus seheboh itu?
Tanpa banyak bicara, Yujin segera melangkah pergi. Menorobos hujan tanpa takut basah. Dari raut wajahnya, dia kelihatan senang sekali ketika rintik-rintik hujan menerpa seluruh tubuhnya. Membuat seragam sekolahnya basah kuyup. Sedang Kai sendiri masih diam mematung. Pikirannya berkecamuk. Hingga layaknya orang terkena hipnotis, dia juga ikut menerobos hujan, mengikuti gadis itu. Payungnya masih dia pegang tanpa minat sekalipun untuk membukanya barang melindungi tubuh.
“Apa?” Ucapnya melotot tatkala Yujin menoleh kearahnya dengan wajah bingung. “Payung sialan ini rusak, tidak bisa dibuka, karena itu aku harus menerobos hujan.” dan payung itu langsung dia lempar jauh-jauh.
Kai berjalan cepat-cepat meninggalkan Yujin dibelakang. Lalu detik berikutnya, dia berhenti. Menoleh kebelakang. Berdecak sebal sebelum menarik tangan gadis itu dengan tidak tahu diri.
“Kau ini lamban sekali, ya.” Ujar Kai berkomentar. Yujin diam saja. Dia sibuk melepaskan tangannya dari Kai.
Pemuda itu baru melepaskan tangan Yujin ketika mereka berdua sampai di sebuah halte yang sepi. Dia menepuk-nepuk seragamnya yang basah kemudian melirik gadis disebelahnya yang sudah mulai menggigil. Tidak apa-apa, apanya? Hujan-hujanan begitu saja dia sudah kedinginan.
Cukup lama dia menatap gadis itu hingga tanpa sadar dia mendekat, membuka kedua tangannya, bermaksud memberikan sebuah kehangatan lewat pelukan ketika gadis itu menahan tubuhnya. Membuat dia sadar dengan kesintingannya.
“Mau apa kau?”
Kai diam. Dia menggaruk tengkuknya yang tidak terasa gatal. Berpikir dengan begitu mungkin saja ada alasan yang masuk akal untuk dia katakan kepada gadis dihadapannya ini.
Aku ingin memberimu kehangatan lewat sebuah pelukan.
Kai menggelengkan kepalanya. Oke, kalimat yang baru saja terlintas di kepalanya sungguh menjijikkan. Dia tidak mungkin juga mengatakannya. Hei! dia itu siapa memangnya, ingin memeluk seorang gadis baik-baik seperti Yujin? Kekasih saja bukan. Teman apalagi. Dia hanya orang sinting yang tidak tahu mengapa mengikuti gadis itu untuk menerobos hujan.
“Bukan apa-apa.” jawabnya seraya sedikit menjaga jarak. “Itu, seragammu basah.”
Yujin diam begitupun dengan Kai yang rasanya ingin membenturkan kepalanya di tiang terdekat. Alasannya idiot sekali. Orang bodoh sekalipun juga tahu jika baju akan basah jika terkena hujan.
Hening. Hanya suara hujan yang semakin deras yang terdengar. Dua orang yang ada disana sedang sibuk dengan pikirannya masing-masing. Sesekali mata elang milik Kai, melirik gadis yang masih menggigil disebelahnya. Sampai dia tak sengaja melihat sesuatu yang membuatnya langsung salah tingkah.
Dia, Kim Jongin, salah tingkah hanya karena melihat bra seorang gadis yang menjiplak diseragam sekolahnya yang basah. Itu Kai, ‘kan? Si playboy brengsek? Hei! dia bahkan sudah sering melihat bra para mantan kekasihnya, termasuk isi didalamnya, ugh!
“Merah…” gumamnya berkomentar.
Yujin menoleh. “Kau mengatakan sesuatu?” tanyanya membuat Kai hampir tersedak liurnya sendiri. Pemuda itu berdehem mencoba bersikap tenang. Walau bagaimana pun, dia hanya melihat bra berwarna merah yang menjiplak di tubuh gadis itu. Tidak perlu panik. Dia ‘kan tidak mengintip.
“Itu… mera-tsk! maksudku, dalamanmu kelihatan.” katanya malu-malu.
Yujin melirik seragam sekolahnya yang basah, dimana bra yang dia pakai nampak jelas disana. “Oh.” ujarnya menanggapi. Seolah hal itu tidak penting untuk dibesar-besarkan.
Memangnya kenapa? dia tidak perduli. Ini adalah korea, bahkan melihat gadis berbikini sekalipun bukan masalah besar. Hanya karena seragam sekolahnya basah dan menjiplak dalamannya, tidak akan membuat gadis itu malu. Yang aneh itu malah Kai. Dia kelihatan panik. Padahal Yujin yakin sekali jika dia sudah sering melihat bra gadis-gadis lain.
“Oh? Hanya itu?” tanya Kai nyaris menjerit. Dia pikir gadis macam Yujin sudah menjerit tidak karuan sembari menutupi tubuh. Tapi dia? Gadis macam apa dia itu?!
“Lalu aku harus apa? Menjerit, kemudian menusuk matamu dengan tanganku?” tanya gadis itu jengah lantas mengeluarkan almamater dari dalam tas. Kemudian memakainya.
“Dasar, aneh.”
Kai diam. Benar-benar diam seperti idiot. Gadis itu baru saja tersenyum. Ya, tersenyum. Untuk kedua kalinya. Pertama kali dia melihat dari kejauhan, tidak menyangka jika dilihat dari dekat bisa semempesona ini. Kali ini dia tidak menampikkan.
Dan pertama kalinya Kai berpikir jika hujan tidak begitu buruk. Hujan itu indah bahkan sebelum pelangi muncul. Ah tidak! maksudnya, dia sudah melihat pelangi sebelum hujan reda. Senyum gadis itu. Indah.
“Cantik…” gumamnya terpesona.
“Kau bilang apa?”
“Hah? ah! t-tidak, maksudku itu, itu petirnya, cantik sekali.” jawabnya membuat Yujin langsung ngeri seketika.
Petir, cantik? ugh! dia itu gila, ya?
Kai memalingkan tubuhnya, memukul kepalanya pelan. Bodoh sekali. Apa-apaan tadi kalimat yang dia katakan. Sungguh tidak berbobot.
Dia seperti kehabisan kata-kata jika berhadapan dengan gadis satu itu. Bahkan tidak hanya kata-kata, pesonanya, harga dirinya serta kewarasannya. Semuanya hilang.
Yah, berdoa saja agar nyawanya tidak hilang juga setelah ini hanya karena melihat senyum Yujin.
-fin-