CLIMAX 3
Kim Jong In and Michelle Lee
Angst, Dark-Romance, Fluff, Hurt
Kaihwa’s proud present
.
.
.
RECOMMENDED SONG : EXO – SING FOR YOU
(SPECIAL MOMENT)
The way you cry the way you smile how much it means to me
The words I wanted to say the words I missed the chance to say
“Jong In-ssi..”
“Iya?” Jong In menjawab cukup lembut panggilannya. Tidak lupa ia sempat mengulas senyum sebentar. Michelle cukup terdiam sebentar, dia takut mengingatnya semua pertanyaannya tentang Jong In, dia begitu familiar dengan senyum Jong In. Dia tidak bisa tidak mengatakan kalau Jong In begitu tampan.
“Kalau aku pulang nanti, aku tinggal dimana dengan ibuku? Aku kan lupa..”
Gadis satu itu sempat mengaruk tengkuknya yang tak terasa gatal. Wajahnya memasang ekspresi yang polos. Jong In berpikir, dia tidak mungkin mengatakan jika ibu-nya meninggal 2 minggu lalu kan? Itu terlalu berisiko untuk membuat wanita itu sedih dan bisa-bisa dia mencoba bunuh diri lagi.
“Ibumu… o ya, dia sudah kembali ke Tongyeong. Kau-kan tinggal denganku.” Jong In sedikit geli mengucapkan jika wanita itu akan tinggal dengannya, Jong In tidak bisa bayangkan jika nanti mereka tidur bersama lagi, bisa-bisa dia akan silap. Padahal selama 6 tahun menjalin kasih sepertinya baru kali ini Jong In merasa gugup dengan wanita itu.
Mungkin karena dia begitu polos sekarang?
“Kita…apa tidur bersama?” pertanyaan itu begitu frontal menurut Jong In. Sesuai sekali dengan ekspetasi-nya beberapa saat tadi-_- Dia sempat tersedak kuah ramen itu setelah mendengar jelas apa yang baru saja dikatakannya.
Jong In mengangkat tangan dengan tenggorokan yang terasa terbakar, dia buru-buru memasuki toilet dengan membawa sebotol air mineral. Begitu air keran terbuka, Jong In buru-buru berkumur setelah itu meminum air mineral itu. Dia menatap cermin kamar mandi dengan wajah bersemu. Kata-kata Michelle begitu membuatnya terkejut.
“Kenapa kau sampai tersedak?”
“Gwenchana, hanya terkejut dengan pertanyaanmu.” Gadis itu menurunkan kakinya, memakai sandal kebesaran itu seraya membawa kantung infus-nya. Lelaki Kim itu yang tadinya kembali ke sofa dengan se-cup ramen berisi setengah menoleh kearah Michelle, raut wajahnya seperti bertanya kau-ingin-kemana?
Michelle mengerti-mengerti saja, “Aku ingin ke toilet, kau ingin ikut?”
“ UHUK?! “
Lelaki itu terbatuk kuat, gadis itu mencoba menggodanya jadi kenapa dia salah tingkah begini huh? Beberapa detik kemudian, setelah batuk-nya reda Jong In sempat melihat Michelle yang tertawa didepannya. Sungguh manis dan itu adalah hal yang begitu dia rindukan.
Jong In masih tersenyum sampai melihat Michelle memasuki toilet.
Maybe thisn’t a good situation, but he can make it her fallin’ in love again. Must be.
*
*
*
It’s a funny thing right? To me there’s only you
But sometimes I can’t say anything more like a stranger
Hari ini angin kencang menerbangkan dedaunan kering yang berjatuhan dari pohon-pohon besar yang dulu mereka tempati. Terlihat seorang gadis berpakaian rumah sakit mirip piyama terus melihat ke langit mendung yang menjadi background siang yang mulai berganti sore ini. Dia duduk ditepi jendela.
Wajahnya berpaling kemudiannya, mendapatkan seorang yang beberapa hari ini dia temukan dengan jabatan ‘kekasihnya’? Michelle begitu bingung, cerita tentang ibunya yang sudah meninggal, cerita tentang ia yang menikah dengan pria setengah abad yang menjadi pemilik perusahaan tempat ia bekerja. Ini terlalu membingungkan baginya.
“Kau tahu, dengan melihat daun-daun yang jatuh itu kau bisa belajar.” Michelle menggeleng, dia benar-benar tidak tahu. Pikiran benar-benar sudah mirip tong kosong sekarang, dia tidak bisa mencerna tentang pelajaran yang ia dapati dari daun-daun kering itu.
Jong In tertawa kecil kemudian mengucapkan sesuatu yang membuat wanita itu cemberut dan merasa kesal.
“Kau cari saja sendiri. Haha,”
“O ya, Kau tidak tidur?” kalimat tanya seperti itu yang ia dengar begitu pria itu mendekat kearahnya. Harum mint langsung menyita perhatiannya, “Apa aku harus selalu tidur? Aku bosan disini, Jong In-ssi.” Tuturan yang selalu Jong In dengar dari bibir mungilnya selama dia sedikit membaik.
Jong In menarik kursi disamping ranjang, duduk sambil memeluk sandaran kursi, “kau harus istirahat agar cepat pulih Michelle-a,” Tangannya mengelus lembut puncak kepala wanita itu berusaha menenangkannya.
Desahan nafas lengah keluar, “Tapi juga tidak menjadi putri tidurkan?” kesalnya. Jong In sempat tertawa, kadang dia merasa jika Tuhan punya rencana indah dengan membuat wanita ini lupa. Dia jadi begitu murni dan secara terang-terangan mengeluarkan rasa gundah dipikiran dan hatinya, jauh keluar dari karakter dirinya dulu. Yang begitu tertutup tentang masalahnya. Walau masih sama-sama keras kepala.
Keduanya terdiam, Jong In bangkit membereskan kursi tadi. Michelle tetap memerhatikannya tanpa ingin mengucapkan sepotong katapun. Dia turun dan menutup kaca jendela. Begitu dia baru saja siap menutup kainnya sebuah petir dengan suara menggelegar terdengar, Michelle berteriak ketakutan, dia secara spontan berjongkok sambil memeluk lutut dan menaruh wajahnya ke antara pahanya.
“i’m here, don’t be afraid anymore. It’s hurts.” Harum mint itu lagi, Michelle tahu, Jong In memeluknya erat.
Kenangan itu muncul macam puzzle yang berusaha menyatu, denyut yang menyakitkan itu menyerang kepalanya, Michelle tak bisa pungkiri kepalanya benar-benar sangat sakit sekarang. Dia bergerak memberontak dalam rengkuhan Jong In, tetapi tenaga Jong In sebagai seorang pria bukanlah tandingan yang tepat.
“Tetaplah seperti ini, gwenchana..”
*
*
*
Just act like nothing happened
I’m really thankful that I have you
“Apa aku harus ikut? Aku lelah sekali.” Hari ini dia merengek macam bayi karena diajak untuk menghadiri pernikahan sahabatnya sendiri. Kemarin Jong In baru saja membawanya pulang dari rumah sakit, dan Jong In harus mendapat kesialan karena wanita itu menolak untuk tidur bersama. Tengah-tengah malam saat terbangun, wanita itu berteriak dan menendangnya dari ranjang.
Jong In dengan mata yang bergulir sebal, “Sehun akan menikah. Ya.. setidaknya kau bisa menampakkan wajahmu, itu saja Michelle-a.”
“Aku lelah, pokoknya tidak mau!”
Jong In mendesah sebal, sia-sia saja memaksa wanita ini, sejak dia membaik sifat-nya mulai aneh-aneh. Apa karena faktor dia sedang hamil? Ahhh… yang benar saja-_-
“Baiklah, aku akan pergi sendiri tapi jangan menelfonku jika aku pulang terlalu lama.” Ancam lelaki itu dengan menampakkan mata elangnya yang tajam.
Bibir mungil gadis itu mengerucut, dahinya juga berkerut kesal, “Aku tidak peduli!” akunya keras. Dia mulai tiduran di ranjang, memunggungi Jong In yang sedang menghadap cermin lemarinya. Dia sempat mencuri-curi pandang kearah lelaki itu yang sedang memasang kancing kemeja satu-persatu.
Dia menoleh sesaat untuk mengejek Jong In yang kesusahan memakai sebuah dasi kupu-kupu berwarna kehitaman, “Kalau tak bisa, tak usah berlagak memakai itu!”
Jong In tak mau untuk menoleh, dia tepat menatap serius kearah cermin seraya berucap, “Kalau tak akan ikut, tak usah banyak bicara.” Suara itu begitu dingin dan mempersudutkan Michelle terlalu tepat. Dia sebal sendiri kemudian berbalik memunggungi lelaki itu seraya meracau-racau tak jelas.
Suara dentingan berbunyi begitu Jong In selesai memakai tuksedo hitam dan mengambil kunci mobil di nakas sebelah Michelle. Wanita itu berpura-pura tidur saat Jong In mendekat. Jong In sempat menelengkan kepalanya melihat wajah damai wanita itu yang alih-alih membuatnya mengulas senyum. Dia dengan begitu pelan-pelan mencium dahi wanita itu, berusaha sepelan mungkin bertujuan agar tidurnya tak terusik.
Jong In tidak tahu, sejujurnya dada Michelle sedang bergemuruh hebat karena perlakuannya tadi. Bola matanya bergerak gelisah karena bergetar sementara Jong In menciumi punggungnya yang terekspos.
“Aku pergi dulu, kau baik-baik ya.. dan uri-aegi.” Sapanya lembut di telinga wanita itu, Michelle sempat bergidik karena merasa jika udara yang keluar bibir penuh pria itu menggelitik telinganya, terlebih lagi hingga membuat pipinya bersemu.
JongIn juga tidak lupa naik ke ranjang sepelan mungkin hanya untuk mencium perut datar wanita itu. Bulu-bulu pendek sekujur tubuh Michelle naik karena merinding. Jong In masih tertawa pelan melihat hal itu, dia buru-buru menaikkan selimut hingga batas dada wanita itu kemudian mengelus pipinya pelan.
“Apa saat tidur pipimu juga bersemu? Dan kenapa kau merinding juga Michelle-a?” Jauh dari ekspetasi Michelle, Jong In tau sekali kalau dia belum tidur. Dia berjalan menuju pintu kamar dan menutupnya pelan.
Setelah Jong In pergi, Michelle reflek melompat dari ranjang seraya berteriak keheranan memandang cermin dengan pipi yang tak kunjung kembali seperti semula. Pipinya tetap bersemu bahkan setelah pria itu pergi. Dia tak tahu jika Jong In masih berada dibalik pintu dengan senyum mengembang.
*
*
*
Inti dari acaranya baru saja selesai beberapa menit lalu, semua keluarga/tamu berkumpul dan berbaris untuk memberikan selamat kepada kedua pengantin termasuk Jong In sendiri. Tadi sebelum pengantin wanita datang, Jong In sempat mengobrol dengan Sehun untuk menghilangkan kegugupan Sehun.
Dan syukurnya semua itu berlangsung secara lancar khitmat, Sehun tak bisa tak mengatakan jika dia sempat takut tadi. Begitu sampai pada acara memberi selamat Jong In memeluk Sehun seraya menepuk punggung kokoh itu. Semua bergantian, hingga di penghujung acara, Sehun lihat beberapa teman-nya semasa SMA seperti Baekhyun, Kyungsoo dan Jongdae sibuk beradu vocal untuk memberi hadiah di hari pernikahannya. Membuatnya mau tak mau harus tersenyum.
Tapi bola mata sayunya tak berhenti disana, dia masih melihat Jong In menyendiri disudut sana dengan segelas wine yang masih dipegangnya, bibir-nya masih terlihat basah karena meminum wine itu. Bola mata elang pria itu lebih sayu dari biasanya, toh Michelle-nya juga sudah membaik kan? Apa ada masalah lagi?
Sehun berjalan pelan setelah meminta Yeri untuk berjalan sendirian dulu menemui para tamu sementara dia mencoba untuk melihat keadaan Jong In yang terlihat tidak dalam keadaan baik-baik saja.
“Ya, Kim Jong In!” Sehun langsung berseru dan menepuk pundak pria itu.
“Wow, aku tak menyangka jika big baby menemukan pasangan hidupnya.” Goda Jong In diselingi tertawaan kecil, Sehun sigap mencupit pinggang pria itu, hingga membuat sang empu-nya tertawa dan meringis bersamaan.
Sehun berbisik, “Kapan kau menyusul, man? Lagipula Michelle belum genap sebulan hamil. Jadi tidak ada masalah untuk menikah secepatnya. ” Sehun berusaha untuk tidak tertawa tapi dia tidak bisa karena melihat Jong In jadi cemberut sejelek itu karena kata-katanya.
“Ayolah, bukan berarti kau akan membiarkan Michelle—“
“Sudahlah,” Ujar Jong In seketus mungkin. Sehun tersenyum tipis, kemudian meremas bahu Jong In.
“Apa kedua kakakmu sudah tahu?” Buktinya Jong In masih terdiam dan tidak punya jawaban atas pertanyaan yang dilayangkannya, pria itu malah beralih menggoyang-goyangkan gelasnya bosan.
“Ayolah—“
“Bukan itu sekarang masalahnya, Oh Se. Aku hanya menyesal meninggalkannya sendirian sekarang.”Jong In siap mengakui kegundahan hatinya dengan sekali nafas, benar-benar membuat Sehun bungkam. Benar juga, apa kabar wanita itu sekarang? Apa ia akan sibuk tidur setelah Jong In mengungkapkan kekhawatirannya disini?
*
*
*
… to be continued or END ? …
AUTHOR’S NOTE :
HELLOW!!! Cemana? Kerasa ehh? WKWKWKWK Sorry kalau agak maksa dan pendek-_- Soalnya part ini special banyak fluff untuk moment Kai-Michelle-nya. Disini gak banyak menye-menye kan? Aku coba bangun feel buat moment mereka setelah sedih-sedihnya kemaren hehehe, kasihan kalau sedih-sedih terus-_-
Kasihan Jongen kuuuu :D
WEDEWWWWW, MAAFKAN DIRIKU YG LAMA BANGET NGE POST INI MANTEMAN, SORRY ANEUD! AKU BARU AJA PULANG DARI RUMAH SAKIT, SEBENARNYA WAKTU ITU PENGEN NGE POST TAPI GK BISA KARENA AKU DAH SEMINGGU INI DIRAWAT DI RUMAH SAKIT KARENA DBD. SORRY BANGET YAWW! DAN INI DAH MW END.
Udahlah itu ajaa dehh, hehehehe. Kayaknya 1 part lagi bakal habis dehh. Eh, kalian liat Jongen pas di Music Bank tgl 18 ini? Dia manis aneud make kacamata deh ehehehehehe.. tau aja buat aku teriak hehehehe ini deh bonus potonya